Jan 9, 2013

Pendekatan Client Centered dalam Bimbingan dan Konseling Keluarga



A.      Pengertian Bimbingan dan Konseling Keluarga

Menurut Perez (Willis: 1994) mengemukakan pengertian konseling keluarga (family therapy) sebagai berikut :
“Family therapy is an interactive process which seeks to aid the family in regaining a homeostatic balance with which all the member are comfortable.”
Definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa konseling keluarga adalah suatu proses interaktif untuk membantu keluarga dalam mencapai keseimbangan dimana setiap anggota keluarga merasakan kebahagiaan.
Menurut Sofyan S Willis (1994; 78) konseling keluarga adalah usaha membantu individu anggota keluarga untuk mengaktualisasikan potensinya atau mengantisipasi masalah yang dialaminya, melalui sistem kehidupan keluarga, dan mengusahakan agar terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri individu yang akan memberi dampak positif pula terhadap anggota keluarga lainnya.

B.       Konsep Dasar Pendekatan Client Centered

Pendekatan konseling client-centered menekankan pada kecakapan klien untuk menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah dirinya. Yang paling penting dalam kualitas hubungan konseling adalah pembentukan suasana hangat, permisif dan penerimaan yang dapat membuat klien untuk menjelajahi struktur dirinya dalam hubungan dengan pengalamannya yang unik.

1.    Dasar Pandangan client-centered Tentang Individu

Konseling non-direktif sering pula disebut “Client-Centered Counseling“, yang memberikan suatu gambaran bahwa proses konseling yang menjadi pusatnya adalah klien, dan bukan konselor. Ciri :
a.       Kegiatan sebagian besar diletakkan di pundak klien itu sendiri
b.      Klien didorong oleh konselor untuk mencari serta menemukan cara yang terbaik dalam pemecahan masalahnya.

a)      Ciri-Ciri Hubungan Client Centered:

Adapun ciri-ciri hubungan client centerd yaitu sebagai berikut:
(1)    Hubungan Client Centered ini menempatkan konseli pada kedudukan sentral, konselilah yang aktif untuk mengungkapkan dan mencari pemecahan masalah. Jadi ini berarti bahwa hubungan ini menekankan pada aktivitas konseli dan tanggung jawab konseli sendiri. Selain itu, terapi ini ditujukan kepada konseli yang sanggup memecahkan masalahnya agar tercapai kepribadian konseli yang terpadu.
(2)    Sasaran konseling adalah aspek emosi dan perasaan bukan segi intelektualnya.
(3)    Titik tolak konseling adalah keadaan individu termasuk kondisi sosial psikologis masa kini, bukan pengalaman masa lalu.
(4)    proses konseling bertujuan untuk menyesuaikan antara ideal self dan actual self.
(5)    Konselor berperan hanya sebagai pendorong dan pencipta situasi yang memungkinkan konseli untuk bisa berkembang sendiri, atau konselor bersifat pasif reflektif.



b)      Pokok-Pokok Teori Rogers

Ada tiga pokok teori mengenai kepribadian yang dikemukakan oleh Rogers yang mendasari teknik konselingnya. Diantaranya adalah sebagai berikut:
(1)    Organisme
Organisme yaitu totalitas individu yang memiliki sifat-sifat sebagai
berikut:
(a)    Bereaksi secara keseluruhan sebagai satu kesatuan yang teratur terhadap medan phenomenal untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
(b)   Memiliki motif dasar yaitu mengaktualisasi, mempertahankan dan mengembangkan diri.
(c)    Organisme kemungkinan melambangkan pengalaman-pengalamannya, sehingga menjadi disadari atau menolak untuk melambangkan pengalaman-pengalaman tersebut sehingga tetap tidak disadari, atau kemungkinan tidak memperdulikan pengalaman tersebut.
(2)    Medan Phenomenal
Medan phenomenal adalah keseluruhan pengalaman yang pernah dialami. Pengalaman tersebut disadari atau tidak tergantung dari apakah pengalaman tersebut disimbolkan tau tidak. Medan phenomenal hany dapat diketahui oelh subjek yang mengalaminya. Orang lain hany dapat mengetahui pengalaman seseorang melalui kesimpulan atas dasar empati (empatic inference). Kesadaran tercapai kalu pengalaman itu disimbolisasikan.
Menurut Rogers, pengalaman terdiri dari:
(a)   Pengalaman yang disimbolisasikan, dan
(b)   Pengalaman yang tidak disimbolisasikan
Organisme berakasi tehadap kedua hal tersebut. Kemungkinan ada bahwa pengalaman tidak dapat di tes dengan kenyataan, sehingga mungkin dilaksanakan tindakan yang tidak realistis.
(3)    Self
Self merupakan bagian yang tidak terpisah dari medan phenomenal, yang berisi pole pengamatan dan penilaian yang sadar dari subjek. Dari pengalaman-pengalaman, seseorang akan dapat membentuk pola pengamatan dan penialaian terhadap diri sendiri secara sadar baik orang tersebu sebagai subjek maupun objek. Self ini dinamakan konsep diri (self-concept).
Berkaitan dengan Client Centered, bahwa konseling yang berpusat pada klien haruslah dilandasi pada pemahaman klien tentang dirinya atau dengan kata lain, pendekatan Rogers menitikberatkan kepada kemampuan klien untuk menentukan sendiri masalah-masalahnya, dan campur tangan konselor sedikit sekali. Klien akan mampu menghadapi sifat-sifat dirinya yang tidak dapat diterima lingkungannya tanpa ada perasaan terancam dan cemas, sehingga dia mampu mengubah aspek-aspek dirinya sebagai sesuatu yang dirasakan perlu diubah.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konsep diri adalah merupakan gambaran seseorang tentang dirinya seniri. Gambaran yang lengkap tentang dirinya meliputi berbagai kemampuan, kelemahannya, sifat-sifatnya dan bagaimana hubungan dirinya dengan lingkungannya. Jadi konsep diri adalah bagaimana individu menyadari dirinya sendiri, dan mengenal dirinya sendiri

2.    Karakteristik Konseling Client Centered
Peran klien yang besar dibandingkan dengan konselor dalam hubungan konseling adalah merupakan karakteristik dari konseling Client Centered. Karakteristik utama dari konseling Client Centered, masing-masing menekankan pada:

a)      Tanggung jawab dan kemampuan klein dalam menghadapi kenyataan.

Seorang akan berfungsi sempurna apabila memiliki pemahaman tentang dirinya sendiri, dan terbuka terhadap pengalaman baru. Untuk memperolehnya, harus diberikan suatu kesempatan, pengalaman, dan tanggung jawab untuk menghadapi kenyataan. Kenyataan itu pada hakikatnya adalah sesuatu yang diamati dalam individu (Rogers). Jadi klien didorong untuk menentukan pilihan dan keputusan yang telah diambilnya.

b)      Pengalaman-pengalaman sekarang.

Konseling Client Centered tidak berorintasi kepada pengalaman masa lalu, tetapi menitikberatkan pada pengalaman-pengalaman sekarang. Untuk emngungkapakan pengalaman dan permasalahannya yang dihadapi sekarang ini, kosnelor mendorong klien untuk mengungkapkannya dengan sikap yang empati, terbuka, asli (tidak berpuar-pura), dan permisif.

c)      Konseling Client Centered tidak bersifat dinamis.

Konseling Client Centered bukanlah suatu bentuk hubungan atau pendekatan yang bersifat kakau atau merupakan suatu dogma, tetapi merupakan suatu pole kehidupan yang berisikan pertukaran pengalaman, dimana konselor dan klien memperlihatkan sifat-sifat kemanusiaan dan berpartisipasi dalam menemukan berbagai bantuk pengalaman baru.

d)      Konseling Client Centered menekankan kepada persepsi.

Konseling ini mengutamakan dunia fenomenal dari klien. Konselor berusaha memahami keseluruhan pengalaman yang pernah dialami (dunia fenomenal) dari kelien tentang dirinya sendiri maupun dari lingkungan.

e)      Tujuan konseling Client Centered ada pada diri klien, dan tidak ditentukan oleh konselor.

Koneling Client Centered ini menempatkan klien pada pada kedudukan sentral, sedangkan  konselor dengan sendirinya ada dan ditentukan oleh konseli itu sendiri.

3.    Fungsi Konselor dalam Konseling Client Centered
Dalam konseling Client Centered, ada beberapa fungsi yang perlu dipenuhi oleh seorang konselor/pembimbing. Fungsi yang dimaksud adalah:

a)      Menciptakan hubungan yang bersifat permisif

Menciptakan hubungan yang bersifat permisif, penuh pengertian, penuh penerimaan, kehangatan, terhindar dari segala bentukketegangan, tanpe memberikan penilaian baik posotif maupun negatif. Dengan terciptanya hubungan yang demikian itu secara langsung dapat melepaskan ketgangan-ketegangan, perasaan-perasaan, dan pertahanan diri klien. Menciptakan hubungan permisif bukan secara verbal tetapi juga secara non-verbal.

b)      Mendorong pertumbuhan pribadi

Dalam konseling Client Centered fungsi konselor bukan hanya membantu klien untuk melepaskan diri dari masalah-masalah yang dihadapinya, tetapi lebih luasnya adalah berfungsi untuk menumbuhkan perubahan-perubahan yang fundamental (terutama perubahan sikap). Jadi proses hubungan konseling di sini adalah proses untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan klien.

c)      Mendorong kemampuan memcahkan masalah

Dalam konseling Client Centered, konselor berfungsi dalam membantu klien agar ia mengembangkan kamampuannya untuk memecahkan masalah. Jadi dengan demikian salah satu potensi yang perlu dikembangkan atau diaktualisasikan pada diri klien adalah potensi untuk memcahkan masalahnya sendiri.
4.    Tujuan Konseling Client Centered
Secara umum tujuan yang ingin dicapai melalui pendekatan konseling Client Centered ialah untuk membantu individu (klien) agar berkembang secara optimal sehingga ia mampu menjadi manusia yang benar-benar berguna.
Secara terperinci tujuan dasar dari pendekatan konseling Client Centered adalah sebagai berikut:
a)      Membebaskan klein dari berbagai konflik psikologis yang dihadapinya.
b)      Menumbuhkan kepercayaan pada diri klien, bahwa dia memiliki kemampuan untuk mengambil satu atau serangkaian keputusan yang terbaik bagi dirinya sendiri tanpa merugikan orang lain.
c)      Memberikan kesempatanseluas-luasnya kepada klien untuk belajar mempercayai orang lain, dan memiliki kesiapan secara terbuka untuk menerima berbagai pengalaman orang lain yang bermanfaat bagi dirinya sendiri.
d)     Meberikan kesadaran kepada klien bahwa dirinya adalah merupakan bagian aru suatu lingkup sosial budaya yang luas, walaupun demikian dia masih tetap memiliki kekhasan dan keunikan tersendiri.
e)      Menumbukan suatu keyakinan pada klien bahwa dirinya terus tumbuh dan berkembang (process of becoming).

5.    Teknik Konseling Client Centered
Implementasi teknik konseling didasari oleh paham filsafat dan sikap konselor. Teknik konseling Rogers berkisar antara lain pada cara-cara penerimaan pernyataan dan komunikasi, mengahargai orang lain, dan memahami klien. Karena itu dalam teknik konseling Rogers ini diutamakan sifat-sifat konselor sebagai berikut.
a)      Acceptance, artinya konselor menerima klien sebagaimana adanya dengan segala masalahnya.
b)      Congruence, artinya karakteristik konselor adalah terpadu, sesuai dengan kata dan perbuatan dan konsisten.
c)      Understanding, artinya konselor harus dapat secara akurat dan memahami secara empati dunia klien sebagaimana dilihat dari dalam diri klien tersebut.
d)     Nonjudgemental, artinya tidak memberi penilaian terhadap klien, akan tetapi konselor selalu objektif.

C.      Aplikasi Teori Client Centered pada Konseling Keluarga

Rogers dalam bukunya ”On Becoming a Person”tahun 1961 menekankan bahwa hubungan dalam keluarga dapat dihidupkan atas suatu dasar yang wajar, jujur, asli, dan beretntangan dengan kehidupan yang berpura-pura atau penuh dengan kepalsuan.
Rogers menekankan bahwa klien secara individual dalam keanggotaan kelompok akan mencapai kepercayaan diri yang akan mengakibatkan anggota keluarga dapat memepercayainya. Hal ini dapat terjadi apabila terdapat kondisi-kondisi utama yaitu: kejujuran, keaslian, memahami, menjaga (caring), menerima, menghargai secara positif serta belajar aktif. Konseling keluarga dalam teori ini harus memiliki iklim terbuka, bebas dan jujur.
Di dalam konseling keluarga, fungsi konselor adalah sebagai fasilitator , yaitu memudahkan membuka dan mengarahkan jalur komunikasi sehingga jalur komunikasi dalam keluarga tersebut tidak berantakan dan terputus.
Kondisi-kondisi inti dari hubungan terapeutik yang dikemukakan Rogers merupakan hal yang penting dalam konseling keluarga. Suatu asumsi dasar dalam hal ini adalah sikap konselor sangat menentukan terhadap keterbukaan anggota kelaurga dalam setiap sesi. Konselor tidak melakukan pendekatan terhadap anggota keluarga sebagai seorang pakar yang akan menerangkan rencana treatmentnya, akan tetapi berusaah untuk menggali sumber-sumber yang ada dalam keluarga tersebut, yaitu bahwa setiap anggota keluarga mempunyai potensi untuk berkembang.
     Thayer (1982) menemukan kemampuan anggota-anggota keluarga untuk mencapai aktualisasi diri dan menemukan sumber atau potensi diri untuk digunakan memecahkan masalah individual mapupun masalah keluarga. Mereka mampu untuk membentuk pertumbuhan mereka sendiri baik secara individual maupun secara keluarga. Dan essensinya adalah bahwa anggota keluarga adalah arsitek bagi dirinya sendiri. Konselor memperlihatkan respek (rasa hormat) yang tinggi bagi potensi keluarga yang digunakan untuk menentukan dirinya sendiri.

No comments:

Post a Comment

Ayo semua...

jadikan hidup kita lebih berarti dan bermanfaat bagi kita
bagi dunia kita...

salam selalu untuk Kalian...