Feb 8, 2013

Mengenal Perkembangan Individu


Pendahuluan

Setiap organisme tentunya akan mengalami perkembangan selama hidupnya, dimana perkembangan individu ini sangat luas dan kompleks.  Dalam pembahasan ini kami membatasi masalah yang akan kami sampaikan kedalam subbahasan untuk menyederhanakan tentang perkembangan individu yang luas ini, diantaranya:
(a)  Pengertian perkembangan; (b) Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan individu; (c) Ciri dan tahap perkembangan.
Bahasan yang pertama berusaha mencari jawaban tentang inti atau hakekat perkembangan,  bahasan kedua berusaha mencari jawaban terhadap persoalan-persoalan tentang hal-hal yang mendasari terjadinya perkembangan, sedangkan bahasan ketiga menyampaikan beberapa ciri dan tahapan perkembangan menurut beberapa ahli.   Didalam makalah ini kami hanya memaparkan secara dasar-dasarnya saja, sedangkan untuk permasalahan atau pembahasan selanjutnya akan di sampaikan oleh kelompok lain.





KONSEP DASAR PERKEMBANGAN


Pengertian perkembangan


Perkembangan adalah perubahan-perubahan yang dialami oleh individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya (maturity) yang berlangsung secara sistematik (Lefrancois, 1975:197) progresif (Witherington, 1952:57) dan berkesinambungan (Hurlock, 1956:7), baik mengenai fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah).
Lafrancois (1975:80) berpendapat bahwa konsep perkembangan mempunyai makna yang luas, mencakup segi-segi kuantitatif dan kualitatif serta aspek-aspek fisik-psikis seperti yang terkandung dalam istilah-istilah pertumbuhan, kematangan dan belajar atau pendidikan dan latihan.
MC. Leod. Berpendapat bahwa perkembangan adalah proses atau tahapan pertumbuhan ke arah yang lebih maju.  Pertumbuhan berarti tahap peningkatan sesuai dengan jumlah, ukuran, dan arti pentingnya.
Menurut kamus besar, perkembangan adalah prihal berkembang (menjadi besar, luas, dan banyak serta menjadi bertambah sempurna dalam hal kepribadian, pikiran, pengetahuan dsb.)
Menurut Drs. Muhibbin Syah, perkembangan yaitu rentetan perubahan jasmani dan rohani manusia menuju ke arah yang lebih maju dan sempurna.
Diatas merupakan beberapa arti perkembangan menurut beberapa ahli, yang pada dasarnya mengarah kepada pengertian yang sama.

 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan individu


Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan individu adalah pembawaan (keturunan/heredity), lingkungan (environment), dan kematangan (maturation).

1.         keturunan.
Keturunan merupakan faktor utama dalam mempengaruhi perkembangan individu.  Keturunan ini dapat diartikan sebagai potensi yang dimiliki individu sejak dalam masa konsepsi (masa pembuahan ovum oleh seperma).
Penurunan sifat-sifat dari suatu generasi ke generasi berikutnya adalah melalui prinsip-prinsip :
a.    Reproduksi, yaitu bahwa penurunan sifat itu hanya berlangsung dengan melalui sel benih, artinya bahwa manusia akan menurunkan manusia.
b.    Komformitas, yaitu proses penurunan sipat itu mengikuti pola dari jenis (spesies) generasi sebelumnya, misalnya manusia menurunkan sifat-sifat manusia pada anaknya.
c.    Variasi, yaitu bahwa proses penurunan sifat-sifat itu akan terjadi beraneka ragam. Antara kakak dengan adik akan terdapat perbedaan, meskipun berasal dari orang tua yang sama.
d.   Regresi filial, yaitu bahwa penurunan sifat atau ciri itu cenderung ke arah rata-rata.  Misalnya Indonesia berkulit sawo matang.

2.         Lingkungan.

Lingkungan adalah segala hal yang merangsang atau mempengaruhi individu, sehingga individu tersebut terlibat/terpengaruh karenanya.  Lingkungan ini sangat mempengaruhi perkembangan individu tersebut karena dari lingkungan individu akan mendapatkan mutu makanan, suasana dalam keluarga sikap-sikap orang sekitarnya, dan suasana pendidikan baik formal maupun nonformal, dimana kesemuanya itu akan mempengaruhi perkembangan individu tersebut.
Terhadap dua faktor di atas (keturunan dan lingkungan), terdapat perbedaan pendapat para ahli, mengenai faktor mana yang paling mempengaruhi perkembangan individu.  Perbedaan pendapat tersebut adalah :

a.    Nativisme (nativus = pembawaan)
Bahwa perkembangan individu itu semata-mata ditentukan oleh sesuatu yang telah ada didalam individu tersebut yang dibawa sejak lahir (pembawaan).  Menurut pendapat ini lingkungan tidak mempunyai peranan terhadap perkembangan individu tersebut. Tokohnya yaitu Schoupenhowr (Jerman).

b.    Empirisme (empiri = pengalaman)
Bahwa perkembangan individu itu semata-mata ditentukan oleh lingkungan.  Tokohnya yaitu Jhon Locke (Inggris), dengan teorinya yang disebut “Tabula rasa”, yaitu yang menganggap, bahwa anak yang dilahirkan itu bagaikan kertas putih bersih, yang belum kena coretan apapun.

c.    Konvergensi
Bahwa pembawaan dan lingkungan merupakan dua faktor yang sama kuat menentukan perkembangan individu. Tokohmya yaitu Wiliam Stern (Jerman).

3.         Kematangan

Kematangan merupakan faktor yang ketiga yang mempengaruhi perkembangan individu.  Kematangan ini dapat diartikan sebagai berikut, yaitu siapnya suatu fungsi kehidupan, baik fisik maupun fisikis untuk berkembang dan melakukan tugasnya.
Secara singkatnya, keterkaitan antara ketiga faktor tersebut dapat dilihat pada pormula berikut:

P (I) = f (H.E.T/M)


Artinya bahwa persons (individu) merupakan hasil (fungsi) dari interaksi antara faktor-faktor Hereditas, Empirotment (lingkungan), dan Time/Maturation (kematangan).


Ciri dan tahap perkembangan


Dibawah ini merupakan ciri dan tahap perkembangan menurut beberapa ahli yaitu :

a.       Aristoteles (384-233 SM)
Ia membagi masa perkembangan individu sampai menginjak dewasa dalam tiga septima berdasarkan perubahan ciri fisik tertentu.

Nama tahapan                       Waktu                        Indikator
(1)  Masa kanak-kanak         0,0-7,0                        Pergantian gigi
(2)  Masa anak sekolah         7,0-14,0                      Gejala pubertas
(3)  Masa remaja                   14,0-21,0                    (ciri-ciri primer dan sekunder)

b.      Hurlock (1952)
Ia membagi fase-fase perkembangan individu secara lengkap sebagai berikut.

Nama tahapan                      Waktu                                 Indikator
(1)   Prenatal                    conception-280 days                Perubahan-perubahan 
(2)   Infancy                     0-10 to 14 days                         psikofisis
(3)  Babyhood                 2 weeks-2 years                
(4)  Childhood                 2 years-adolevcence
(5)  Adolescence             13(girls)-21 years
                                        14(boys)-21 years
(6)  Adulthood                21-25 years
(7)  Middle age                25-30 years
(8)  Old age                     30 years-death

c.       Piaget (1961)
Dengan mengobservasi aspek perkembangan intelektual, piaget mengembangkan model pentahapan perkembangan individu sebagai berikut.

      Stage                                                   Age
(1)  Sensorimotor                                  0-2 years
(2)  Preoperational                                2-7 years
       (a)  Preconceptual                          2-4 years
       (b)  Intuitive                                  4-7 years
(3)  Concrete operations                       7-11 years
(4)  Formal opertions                            11-15 years

d.      Erikson (1963)
Ia mengamati beberapa segi perkembangan kepribadian dan mengembangkan model tahapan perkembangan tanpa menunjukkan batas umur yang jelas atau tegas, namun menunjukkan komponen yang menonjol pada setiap fase perkembangan.


   Developmental Stages                            Basic Components
I.     Infancy                                          Trust and mistrust
II.    Early cildhood                              Autonomy vs shame, doubt
III.   Preschool age                               Iniative vs guilt
IV.   School age                                    Industry vs inferiority
V.    Adolescence                                 Identity vs identity confusion
VI.   Young adulthood                         Intimacy vs isolation
VII.  Adulthood                                   Generativity vs stagnation
VIII. Senescence                                  Ego integrity vs despair 

e.       Witherington (1952)
Mengobservasi penonjolan aspek perkembangan psikofisik yang selaras dengan jenjang praktik pendidikan, ia membagi tahap yang lamanya masing-masing tiga tahun perkembangan individu sampai menjelang dewasa.

    Stage                                                   Indikator
(1)  0,0-3,0                                       Perkembangan fisik yang pesat
(2)  3,0-6,0                                       Perkembangan mental yang pesat
(3)  6,0-9,0                                       Perkembangan sosial yang pesat
(4)  9,0-12,0                                     Perkembangan sikap individualis (II)
(5)  12,0-15,0                                   Awal penyesuaian sosial
(6)  15,0-18,0                                   Awal pilihan kecenderungan pola hidup yang akan diikuti sampai dewasa




Implikasi perkembangan individu terhadap bimbingan dan konseling



Dengan mempelajari dan memahami perkembangan individu, maka seorang konselor dapat mengarahkan konselinya sesuai dengan tahapan perkembangan atau sesuai dengan tugas-tugas perkembangannya.  Tugas-tugas perkembangan antara siswa SD, SLTP dan SMU serta Perguruan Tinggi, berbeda-beda.  Jadi dengan pemahaman perkembangan individu tersebut, seorang konselor dapat menjadikan tugas-tugas perkembangan tersebut sebagai tolok ukur atau panduan dalam mengarahkan konselinya ke arah yang sesuai dengan tugas-tugas perkembangannya.  Dan dengan memahami perkembangan individu tersebut, konselor dapat menentukan apa yang akan dilakukan, misalnya teknik yang digunakan, pendekatan yang dilakukan dan sebagainya, serta seorang konselor tidak akan memaksakan konselinya untuk mencapai kematangan diatas tahapan perkembangannya.

Kode Etik Guru Republik Indonesia





PEMBUKAAN

Dengan rahmat Tuhan yang Maha Esa guru Indonesia   menyadari bahwa jabatan guru adalah suatu profesi yang terhormat dan mulia. Guru mengabdikan diri  dan  berbakti  untuk  mencerdaskan  kehidupan  bangsa  dan  meningkatkan kualitas manusia Indonesia   yang bermain,  bertakwa dan berakhlak mulia serta mengusai ilmu pengetahuan,  teknologi dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab.

Guru Indonesia selalu tampil secara profesional dengan tugas utama mendidik,  mengajar,  membimbing,  mengarahkan,  melatih  menilai  dan mengevaluasi  peserta  didik  pada  pendidikan  anak  usia  dini  jalur  pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.  Guru Indonesia   memiliki kehandalan  yang tinggi  sebagai  sumber  daya utama  untuk  mewujudkan  tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri serta menjadi  warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Guru Indonesia adalah insan yang layak ditiru dalam kehidupan bermasyarakat,  berbangsa  dan  bernegara,  khususnya  oleh  peserta  didik  yang dalam  melaksanakan  tugas  berpegang  teguh  pada  prinsip  “ing  ngarso  sung tulodho,   ing   madya   mangun   karso,   tut   wuri   handayani”.   Dalam   usaha mewujudkan  prinsip-prinsip  tersebut  guru Indonesia  ketika  menjalankan  tugas- tugas profesional sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi.

Guru Indonesia      bertanggung jawab mengantarkan siswanya untuk mencapai kedewasaan sebagai calon pemimpin bangsa pada semua bidang kehidupan. Untuk itu, pihak-pihak yang berkepentingan selayaknya tidak mengabaikan peranan guru dan profesinya, agar bangsa dan negara dapat tumbuh sejajar dengan bangsa lain di negara maju, baik pada masa sekarang maupun masa yang akan datang. Kondisi seperti itu bisa mengisyaratkan bahwa guru dan profesinya  merupakan  komponen  kehidupan  yang  dibutuhkan  oleh bangsa  dan negara ini sepanjang zaman. Hanya dengan tugas pelaksanaan tugas guru secara profesional hal itu dapat diwujudkan eksitensi bangsa dan negara yang bermakna, terhormat dan dihormati dalam pergaulan antar bangsa-bangsa di dunia ini.

Peranan guru semakin penting dalam era global. Hanya melalui bimbingan guru  yang profesional,  setiap  siswa  dapat  menjadi  sumber  daya manusia  yang berkualitas, kompetetif dan produktif sebagai aset nasional dalam menghadapi persaingan yang makin ketat dan berat sekarang dan dimasa datang.

Dalam melaksanakan  tugas profesinya  guru Indonesia  menyadari sepenuhnya bahwa perlu ditetapkan Kode Etik Guru Indonesia  sebagai pedoman bersikap dan berperilaku yang mengejewantah dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika dalam jabatan guru sebagai pendidik putera-puteri bangsa.



Bagian Satu 
Pengertian, tujuan, dan Fungsi 
Pasal 1
(1) Kode  Etik  Guru  Indonesia    adalah  norma  dan  asas  yang  disepakati  dan
diterima  oleh  guru-guru  Indonesia  .  Sebagai  pedoman  sikap  dan  perilaku dalam  melaksanakan  tugas  profesi  sebagai  pendidik,  anggota  maasyarakat dan warga negara.

(2) Pedoman sikap dan perilaku sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah nilai-nilai moral yang membedakan perilaku guru yang baik dan buruk, yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan selama menunaikan tugas- tugas profesionalnya untuk mendidik, mengajar,membimbing,  mengarahkan, melatih,  menilai,  dan  mengevaluasi  peserta  didik,  serta  sikap  pergaulan sehari-hari di dalam dan luar sekolah.

Pasal 2

(1) Kode Etik Guru Indonesia  merupakan pedoman sikap dan perilaku bertujuan menempatkan  guru sebagai  profesi  terhormat,  mulia,  dan bermartabat  yang dilindungi undang-undang.

(2) Kode Etik Guru Indonesia   berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam hubungannya  dengan  peserta  didik, orangtua/wali  siswa, sekolah dan rekan seprofesi, organisasi profesi, dan pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama, pendidikan, sosial, etika dan kemanusiaan.

Bagian Dua 
Sumpah/Janji Guru Indonesia
 Pasal 3
(1) Setiap  guru  mengucapkan   sumpah/janji   guru  Indonesia     sebagai  wujud
pemahaman, penerimaan, penghormatan, dan kesediaan untuk mematuhi nilai- nilai  moral  yang  termuat  di  dalam  Kode  Etik  Guru  Indonesia     sebagai pedoman  bersikap  dan berperilaku,  baik  di  sekolah  maupun  di  lingkungan masyarakat.

(2) Sumpah/janji  guru  Indonesia     diucapkan  di  hadapan  pengurus  organisasi profesi guru dan pejabat yang berwenang di wilayah kerja masing-masing.

(3) Setiap pengambilan sumpah/janji guru Indonesia  dihadiri oleh penyelenggara satuan pendidikan.



Pasal 4

(1) Naskah sumpah/janji guru Indonesia   dilampirkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Kode Etik Guru Indonesia .

(2) Pengambilan   sumpah/janji   guru   Indonesia      dapat   dilaksanakan   secara perorangan atau kelompok sebelumnya melaksanakan tugas.

Bagian Tiga

Nilai-nilai Dasar dan Nilai-nilai Operasional

Pasal 5

Kode Etik Guru Indonesia  bersumber dari : (1) Nilai-nilai agama dan Pancasila
(2) Nilai-nilai kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.

(3) Nilai-nilai jati diri, harkat dan martabat manusia yang meliputi perkembangan kesehatan jasmaniah, emosional, intelektual, sosial, dan spiritual,

Pasal 6

(1) Hubungan Guru dengan Peserta Didik:

a.   Guru  berperilaku  secara  profesional  dalam  melaksanakan  tuga  didik, mengajar, membimbing, mengarahkan,melatih,menilai,  dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.

b. Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati dan mengamalkan  hak-hak  dan  kewajiban  sebagai  individu,  warga  sekolah, dan anggota masyarakat

c.   Guru mengetahui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.

d.   Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan.

e.   Guru   secara   perseorangan   atau   bersama-sama   secara   terus-menerus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan  sebagai lingkungan  belajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik.

f.   Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan  diri dari tindak kekerasan  fisik yang di luar batas kaidah pendidikan.

g.   Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.

h. Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan  keseluruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya.



i.  Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya.

j.   Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil.

k.   Guru   berperilaku   taat   asas   kepada   hukum   dan   menjunjung   tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya.

l.   Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya.

m. Guru  membuat   usaha-usaha   yang  rasional  untuk  melindungi   peserta didiknya  dari  kondisi-kondisi  yang  menghambat  proses  belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan.

n.   Guru tidak boleh membuka  rahasia pribadi serta didiknya untuk alasan- alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan.

o.   Guru  tidak  boleh  menggunakan  hubungan  dan tindakan  profesionallnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama.

p.   Guru   tidak  boleh   menggunakan   hubungan   dan  tindakan   profesional dengan   peserta   didiknya   untuk   memperoleh   keuntungan-keuntungan pribadi.

(2) Hubungan Guru dengan Orangtua/wali Siswa :

a.   Guru  berusaha  membina  hubungan  kerjasama  yang  efektif  dan  efisien dengan Orangtua/Wali siswa dalam melaksannakan proses pedidikan.

b.   Guru   mrmberikan   informasi   kepada   Orangtua/wali   secara   jujur   dan objektif mengenai perkembangan peserta didik.

c.   Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang bukan orangtua/walinya.

d.   Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan berpatisipasi dalam memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan.

e.   Guru  berkomunikasi  secara  baik  dengan  orangtua/wali  siswa  mengenai kondisi   dan  kemajuan   peserta   didik   dan  proses   kependidikan   pada umumnya.

f.   Guru  menjunjunng  tinggi  hak orangtua/wali  siswa  untuk  berkonsultasin dengannya  berkaitan  dengan kesejahteraan  kemajuan,  dan cita-cita  anak atau anak-anak akan pendidikan.

g.   Guru tidak boleh melakukan  hubungan dan tindakan profesional  dengan orangtua/wali siswa untuk memperoleh keuntungna-keuntungan pribadi.



(2) Hubungan Guru dengan Masyarakat :

a.   Guru  menjalin  komunikasi  dan  kerjasama  yang  harmonis,  efektif  dan efisien dengan masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan.

b.   Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembnagkan dan meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran.

c.   Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat

d. Guru berkerjasama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan prestise dan martabat profesinya.

e.   Guru   melakukan   semua   usaha   untuk   secara   bersama-sama   dengan masyarakat  berperan  aktif  dalam  pendidikan  dan  meningkatkan kesejahteraan peserta didiknya

f.   Guru  memberikan  pandangan  profesional,  menjunjung  tinggi  nilai-nilai agama, hukum, moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan masyarakat.

g.   Guru  tidak  boleh  membocorkan  rahasia  sejawat  dan  peserta  didiknya kepada masyarakat.

h. Guru tidak boleh menampilkan diri secara ekslusif dalam kehidupam masyarakat.

(3) Hubungan Guru dengan sekolah

a.   Guru memelihara dan eningkatkan kinerja, prestasi, dan reputasi sekolah.

b.   Guru  memotivasi  diri dan rekan  sejawat  secara  aktif  dan kreatif  dalam melaksanakan proses pendidikan.

c.   Guru menciptakan melaksanakan proses yang kondusif.

d.   Guru menciptakan suasana kekeluargaan di dalam dan luar sekolah. e.   Guru menghormati rekan sejawat.
f.   Guru saling membimbing antarsesama rekan sejawat

g. Guru  menjunung  tinggi  martabat  profesionalisme  dan  hubungan kesejawatan dengan standar dan kearifan profesional.

h.   Guru dengan berbagai cara harus membantu rekan-rekan juniornya untuk tumbuh secara profsional dan memilih jenis pelatihan yang relevan dengan tuntutan profesionalitasnya.

i.   Guru   menerima   otoritas   kolega   seniornya   untuk   mengekspresikan pendapat-pendapat   profesionalberkaitan   dengan  tugas-tugas  pendidikan dan pembelajaran

j.   Guru membasiskan  diri pada nilai-nilai  agama, moral, dan kemanusiaan dalam setiap tindakan profesional dengan sejawat.



k. Guru memliki beban moral untuk bersama-sama  dengan sejawat meningkatkan keefektifan pribadi sebagai guru dalam menjalankan tugas- tugas profesional pendidikan dan pembelajaran.

l.   Guru   mengoreksi   tindakan-tindakan   sejawat   yang   menyimpang   dari kaidah-kaidah agama, moral, kemanusiaan, dan martabat profesionalnya.

m. Guru  tidak  boleh  mengeluarkan  pernyataan-pernyaan   keliru  berkaitan dengan kualifikasi dan kompetensi sejawat atau calon sejawat.

n.   Guru tidak boleh melakukan  tindakan dan mengeluarkan  pendapat yang akan merendahkan martabat pribadi dan profesional sejawatnya

o.   Guru  tidak  boleh  mengoreksi  tindakan-tindakan  profesional  sejawatnya atas dasar pendapat siswa atau masyarakat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarnya.

p. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi sejawat kecuali untuk pertimbangan-pertimbangan yang dapat dilegalkan secara hukum.

q.   Guru tidak boleh menciptakan kondisi atau bertindak yang langsung atau tidak langsung akan memunculkan konflik dengan sejawat.

(4) Hubungan Guru dengan Profesi :

a.   Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi

b.   Guru berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan dan bidang studi yang diajarkan

c.   Guru terus menerus meningkatkan kompetensinya

d. Guru menjunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas profesionalnya dan bertanggungjawab atas konsekuensiinya.

e.   Guru menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindkan-tindakan profesional lainnya.

f.   Guru tidak boleh melakukan  tindakan dan mengeluarkan  pendapat yang akan merendahkan martabat profesionalnya.

g. Guru tidak boleh menerima janji, pemberian dan pujian yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan-tindakan proesionalnya

h.   Guru  tidak  boleh  mengeluarkan  pendapat  dengan  maksud  menghindari tugas-tugas  dan  tanggungjawab  yang  muncul  akibat  kebijakan  baru  di bidang pendidikan dan pembelajaran.



(5) Hubungan guru dengan Organisasi Profesinya :

a.   Guru menjadi anggota aorganisasi profesi guru dan berperan serta secara aktif dalam melaksanakan  program-program  organisasi bagi kepentingan kependidikan.

b.   Guru   memantapkan   dan   memajukan   organisasi   profesi   guru   yang memberikan manfaat bagi kepentingan kependidikan

c.   Guru  aktif  mengembangkan  organisasi  profesi  guru  agar menjadi  pusat informasi dan komunikasi pendidikan untuk kepentingan guru dan masyarakat.

d. Guru menjunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas organisasi profesi dan bertanggungjawab atas konsekuensinya.

e. Guru menerima tugas-tugas organisasi profesi sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.

f.   Guru tidak boleh melakukan  tindakan dan mengeluarkan  pendapat yang dapat merendahkan martabat dan eksistensis organisasi profesinya.

g. Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu untuk memperoleh keuntungan pribadi dari organisasi profesinya.

h.   Guru tidak boleh menyatakan keluar dari keanggotaan sebagai organisasi profesi tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

(6) Hubungan Guru dengan Pemerintah :

a)  Guru     memiliki     komitmen     kuat     untuk     melaksanakan     program pembangunan  bidang  pendidikan  sebagaimana  ditetapkan  dalam  UUD
1945, UU Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Tentang
Guru dan Dosen, dan ketentuan Perundang-Undang lainnya.

b) Guru membantu Program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan berbudaya.

c)  Guru berusaha menciptakan, memeliharadan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan pancasila dan UUD1945.

d)  Guru   tidak   boleh   menghindari    kewajiban    yang   dibebankan    oleh pemerintah atau satuan pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran.

e)  Guru   tidak  boleh   melakukan   tindakan   pribadi   atau  kedinasan   yang berakibat pada kerugian negara.



Bagian Empat
 Pelaksanaan, Pelanggaran, dan sanksi 
Pasal 7
(1) Guru dan organisasi  profesi  guru bertanggungjawab  atas pelaksanaan  Kude
Etik Guru Indonesia .

(2) Guru  dan organisasi  guru  berkewajiban  mensosialisasikan  Kode  Etik  Guru Indonesia   kepada rekan sejawat Penyelenggara  pendidikan, masyarakat dan pemerintah.

Pasal 8

(1) Pelanggaran adalah perilaku menyimpang dan atau tidak melaksanakan Kode Etik Guru Indonesia  dan ketentuan perundangan yang berlaku yang berkaitan dengan protes guru.

(2) Guru  yang melanggar  Kode  Etik Guru  Indonesia    dikenakan  sanksi  sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.

(3) Jenis pelanggaran meliputi pelanggaran ringan sedang dan berat.

Pasal 9

(1) Pemberian  rekomendasi  sanksi  terhadap  guru  yang melakukan  pelanggaran terhadap   Kode   Etik   Guru   Indonesia       merupakan   wewenang   Dewan Kehormatan Guru Indonesia .

(2) Pemberian  sanksi  oleh  Dewan  Kehormatan  Guru  Indonesia    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus objektif

(3) Rekomendasi  Dewan  Kehormatan  Guru  Indonesia    sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan oleh organisasi profesi guru.

(4) Sanksi  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (3)  merupakan  upaya  pembinaan kepada guru yang melakukan pelanggaran dan untuk menjaga harkat dan martabat profesi guru.

(5) Siapapun   yang   mengetahui   telah   terjadi   pelanggaran   Kode   Etik   Guru Indonesia     wajib  melapor  kepada  Dewan  Kehormatan  Guru  Indonesia  , organisasi profesi guru, atau pejabat yang berwenang.

(6) Setiap   pelanggaran   dapat   melakukan   pembelaan   diri  dengan/atau   tanpa bantuan organisasi profesi guru dan/atau penasehat hukum sesuai dengan jenis pelanggaran yang dilakukan dihadapan Dewan Kehormatan Guru Indonesia .

Bagian Lima 
Ketentuan Tambahan 
Pasal 10
Tenaga  kerja asing yang dipekerjakan  sebagai guru pada satuan  pendidikan  di
Indonesia  wajib mematuhi Kode Etik Guru Indonesia  dan peraturan perundang- undangan.



Bagian Enam 
Penutup 
Pasal 11
(1) Setiap    guru    secara    sungguh-sungguh    menghayati,mengamalkan     serta
menjunjung tinggi Kode Etik Guru Indonesia .

(2) Guru  yang  belum  menjadi  anggota  organisasi  profesi  guru  harus  memilih organisasi profesi guru yang pembentukannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Dewan  Kehormatan  Guru Indonesia   menetapkan  sanksi kepada  guru yang telah secara nyata melanggar Kode Etik Guru Indonesia .

Feb 4, 2013

PSIKODRAMA DAN KELOMPOK BANTUAN DIRI


KELOMPOK PSIKODRAMA DAN KELOMPOK BANTUAN DIRI
(Psychodrama and Self Help Groups)



            Secara spesifik, kelompok psikodrama dan kelompok bantuan diri didisain dengan struktur dan dinamika. Karenanya pendekatan ini bekerja dengan orang lain (difokuskan pada kelompok). Praktek pendekatan ini tidak digali dari teori-teori konseling individual, tetapi pada saat yang sama, harus pula dibuktikan bahwa psikodrama termasuk tahapan kelompok maupun individual (Moreno, 1946) dan beberapa bentuk bantuan diri dilaksanakan baik atas dasar individual maupun kelompok. Teori-teori yang digunakan dalam kelompok psikodrama dan bantuan diri umumnya menekankan pada interaksi interpersonal.
            Psikodrama sebagai intervensi terapeutik teathre Moreno ditujukan pada kemanfaatan bermain peran dalam kelompok psikoedukasional, psikoterapeutik, manajemen (Blatner, 1988a; 1989; Corsini, 1968), sedangkan kelompok bantuan diri tumbuh dari adanya kebutuhan untuk memperoleh bantuan, dukungan, dan pengetahuan yang tidak dapat diperoleh dari helpper yang profesional.

A.   KELOMPOK PSIKODRAMA
Psikodrama merupakan suatu cara mengeksplorasi kejiwaan manusia melalui adegan drama, yang diciptakan dan dikembangkan oleh J.L. Moreno sekitar tahun 1920-1930 (D’Amato & Dean, 1988; Goldman & Morrison, 1984).

1.    Premis Kelompok Psikodrama
a.    Manusia dalam masyarakat terus menerus berkembang dan sadar terhadap kejadian yang menyentuh kehidupan mereka pada suatu tahap perkembangan.
b.    Hati psikodrama adalah pertemuan, konsep eksistensialis yang melibatkan kontak psikologis dan fisik yang menyeluruh antara orang-orang atas dasar kesempurnaan, konkrit dan intens dalam “here and now”.
c.    Spontanitas adalah respon seseorang yang berisi tingkat ketepatan pada situasi baru atau tingkat kejujuran pada suatu situasi lama.
d.    Situasi, dititikberatkan pada sekarang yang memunculkan hambatan waktu yang alami, ruang dan keadaan eksistensi yang dihapuskan.
e.    Tele, komunikasi perasaan-perasaan yang menyeluruh di antara orang-orang sebagai perekat yang membangun kelompok secara bersama, misalnya : empati.
f.     Catharsis dan pemahaman, merupakan produk akhir dari spontanitas dan tele.

2.    Praktek Psikodrama dalam Kelompok
Praktek psikodrama berlangsung secara multidimensional. Pertama, terdapat faktor-faktor personal  dan fisik yang harus dipertimbangkan, seperti : sebuah ruangan, seorang pelaku utama, aktor, direktur, audiens (Blatner, 1988a; Hashel, 1973).
The stage merupakan tempat dimmana peerbuatan berlangsung, yang mungkin berbentuk flat resmi, bagian kamar dan sebagainya.
Protagonist adalah seorang pelaku yang memerankan perilaku jelas psikodrama. Ia dapat memainkan banyak bagian. Di satu saat ia memainkan bagian berbeda dari diri sendiri, pada saat lain ia keluar dari babak dan mengobservasi. Unsur kunci pada protagonist adalah spontanitas.
Aktor merupakan orang yang memainkan bagian objek atau orang penting yang lain dalam permainan itu.
Direktur adalah seseorang yang mengarahkan protagonist.
Audience adalah istilah yang dipakai untuk menerangkan orang lain yang mungkin hadir selama psikodrama. Audience bertujuan memberi umpan balik (feedback) menanggapi apa yang mereka lihat, dengar dan rasakan selama psikodrama.     
Teknik yang dipakai dalam psikodrama bergantung pada banyak variabel. Variabel penting yang mempengaruhi penggunaan teknik adalah situasi protagonist, keterampilan direktur, kemampuan perolehan aktor, besarnya audiens (penonton), tujuan sesi, fase pelaksanaan psikodrama.
Proses psikodrama pada umumnya berlangsung melalui tiga fase, yaitu :
a.    Fase pemanasan, fase ini ditandai dengan penentuan direktur yang siap memimpin kelompok dan anggota siap dipimpin. Proses ini melibatkan aktivitas verbal dan nonverbal. Fase ini harus mempersiapkan segala sesuatu untuk masuk pada fase tindakan.
b.    Fase tindakan, fase ini melibatkan tindakan yang jelas kepedulian-kepedulian protaganist. Hal terpenting dalam fase ini adalah bahwa protagonist mengekspresikan emosi-emosi tertekan dan menemukan cara baru yang efektif untuk bertindak.
c.    Fase integrasi, fase ini melibatkan diskusi dan penutupan (closure). Umpan balik sangat penting dari setiap anggota dan protagonist agar tindakan yang jelas  (enactment) perubahan dan integrasi tercipta.
Sebenarnya banyak teknik psikodrama, tetapi berikut ini hanya beberapa teknik utama yang dikemukakan sebagai berikut :
1)    Creative imagery, teknik pemanasan untuk mengundang peserta psikodrama membayangkan babak dan objek yang menyenangkan dan netral, ide teknik ini membantu peserta menjadi lebih spontan.
2)    The magic shop, teknik pemanasan yang berguna bagi protagonist yang ragu tentang nilai mereka dan tujuan.
3)    Sculpting, anggota kelompok menggunakan metode nonverbal untuk menyusun orang lain dalam kelompok konfigurasi seperti kelompok orang yang signifikan yang sesuai dengan orang-orang dalam keluarganya dan sebagainya. Penyusunan ini melibatkan postur tubuh dan membantu anggota melihat, mengetahui persepsi mereka tentang orang lain yang signifikan dengan cara yang lebih dinamis.
4)    Teknik berbicara, teknik ini melibatkan protagonist memberi suatu monolog tentang situasinya.
5)    Monodrama (autodrama), bentuk inti terapi gestalt. Dalam teknik ini, protagonist memainkan semua bagian tindakan yang jelas; tidak terdapat ego pembantu yang digunakan.
6)    The double and multiple double technique, suatu teknik yang terdiri atas pengambilan peran aktor dari ego protagonist dan membantu protagonist mengekspresikan perasaan sesungguhnya secara lebih jelas. Jika protagonist memiliki perasaan ragu, maka teknik multiple double dapat digunakan.
7)    Role reversals, teknik dimana protagonist memindahkan peran dengan orang lain pada tahap dan memainkan bagian orang itu; anggota kelompok berbuat bertentangan dengan apa yang mereka rasakan.
8)    Teknik cermin, protagonist memperhatikan dari luar tahap sementara seorang ego pembantu mencerminkan kata-kata, mimik, dan postur protagonist. Teknik ini dipakai pada fase tindakan untuk membantu protagonist melihat dirinya secara lebih akurat.

Gambar berikut mengilustrasikan bagaimana intensitas emosi dalam ketiga fase psikodrama berubah menurut waktu yang diterakan sebagai berikut :



1.    Peran Pemimpin Kelompok Psikodrama
           Direktur psikodrama memiliki banyak peran. Moreno (1953, 1964) menyarankan bahwa direktur berperan sebagai produser, fasilitator, pengamat, dan seorang analis. Blatner (1988a) menyatakan lebih lanjut bahwa seorang direktur seyogianya membangun keterampilannya dalam tiga bidang yang saling tergantung, yaitu : a. pengetahuan tentang metode-metode , prinsip-prinsip, dan teknik-teknik; b. pemahaman tentang teori kepribadian dan hubungannya dengan pengembangan pembentukan filosofi hidup; c. pematangan dan perkembangan kepribadiannya sendiri. Ia juga menambahkan bahwa ilmu pengetahuan yang luas tentang hidup dan hakikat manusia, seorang direktur diharapkan memiliki kerja khusus dalam bidang pokok seperti psikologi umum, proses kelompok, psikologi humanistik, teori komunikasi, dan komunikasi nonverbal.
       Direktur berfungsi untuk menyelenggarakan tugas-tugas seperti memimpin pengalaman pemanasan, mendorong pengembangan kepercayaan dan spontanitas, menetapkan struktur, agar protagonist dapat mengidentifikasi dan bekerja berdasarkan pokok-pokok pikiran yang signifikan dalam hidup mereka, melindungi anggota dari terbius oleh orang lain dan membawakan beberapa bentuk penghentian sesi kelompok (Hashell, 1973; Ohlsen et al., 1988). Untuk menyelenggarakan tugas tersebut dengan benar, direktur yang potensial seyogianya sudah mengalami banyak psikodrama dan mendapatkan supervisi langsung dari direktur yang lebih berpengalaman. Secara menyeluruh, Corsini (1966) menyimpulkan bahwa direktur kelompok yang efektif memiliki tiga kualitas, yaitu : 1) kreativitas, 2) dorongan, dan 3) kharisma. Individu seperti ini akan bekerja keras untuk kebaikan kelompok dan senantiasa berani mengambil resiko untuk membantu anggota mencapai tujuan.

2.    Hasil yang Diinginkan dari Kelompok Psikodrama     
            Moreno (1964) berpendapat bahwa hasil psikodrama yang diinginkan dapat dikemukakan seperti penciptaan katarsis, pemahaman dan resolusi emosional. Yablonsky (1976) mengatakan bahwa tujuan psikodrama Moreno adalah untuk mengembangkan suatu theatrical catedral bagi perilisan spontanitas manusia yang alami dan kreativitas yang dimiliki tiap orang secara alami. Melalui psikodrama, individu seyogianya mampu mengalami dan bekerja melalui kejadian yang diantisipasi sekarang, masa lalu yang menyebabkan mereka tertekan. Ketika mereka telah memperoleh pemahaman kognitif dan emosional dengan mengatasi kesulitan-kesulitannya, maka mereka akan mencapai tahap kesadaran diri, penyesuaian kembali, integrasi, penemuan, kontrol dan pencegahan (Ohlsen et al, 1988).
         Secara lebih esensial, peserta psikodrama rela mengambil resiko dan terbuka terhadap umpan balik yang konstruktif dari audiens dan direktur. Salah satu yang diinginkan dari psikodrama adalah pembelajaran yang terjadi ketika seseorang bukan protagonist utama. Ada pengaruh pemindahan dari pendekatan ini yang membantu dan memperhatikan karakter orang terutama mencapai resolusi pada persoalan penting.


3.    Evaluasi Kelompok Psikodrama
Keuntungan-keuntungan :
a.    Keuntungan yang utama terletak pada keragamannya. Psikodrama cocok digunakan dalam lingkungan psikoterapeutik maupun dalam seting psikoedukasional dan seting bisnis. Ia dapat diterapkan pada segala tingkat usia, pendidikan, sosial, ekonomi. Bentuk psikodrama digunakan dalam terapi keluarga, treatmen adiksi, latihan teologi dan kepekaan keadaan (Gendron, 1980).
b.    Aspek positif lainnya terletak pada potensialitas pengajarannya.
c.    Pembentukan spontanitas dan kreativitas pada pemimpin dan anggota kelompok.
d.    Pengaruhnya seakan-akan mengalami sendiri dan integratif.
e.    Sebagai masukan dan umpan balik yang penonton dan direktur berikan pada protagonist satu sama lainnya.
Keterbatasan-keterbatasan :
1)    Bahaya terlalu melebih-lebihkan psikodrama  terhadap dirinya sendiri maupun terhadap penonton (Grenberg, 1974a).
2)    Kuantitas dan kualitas penelitian yang menyangkut psikodrama.
3)    Dikaitkan dengann pemerolehan hasil latihan.
4)    Psikodrama kemungkinan terlalu banyak memfokuskan pada perasaan-perasaan ketimbang perubahan perilaku.

B. KELOMPOK BANTUAN DIRI   
            Terdapat lebih dari 500.000 kelompok bantuan diri di Amerika Utara dengan 12-15 juta anggota aktif (Brown, 1988; Farley, 1988; Squnes, 1988). Kelompok bantuan diri ini merupakan suatui cara yang efektifmenangani masalah-masalah seperti stress, kesulitan, rasa sakit. Kelompok-kelompok ini dapat digolongkan sebagai berikut :
1.    Kelompok-kelompok yang membantu orang dan keluarga dengan masyarakat kesehatan mental atau fisik utama (misal : kelompok bagi keluarga yang mempunyai anggota dengan penyakit Alzheimer atau yang mengalami depresi kronik).
2.    Kelompok-kelompok yang memberi bantuan pengubahan perilaku gangguan adiktif (misalnya : ketergantungan alkohol, makan berlebih).
3.    Kelompok-kelompok yang memberi dukungan sosial bagi orang yang tengah dalam transisi yang sulit (misalnya : masa orang tua, masa tua yang sendiri,  kehilangan).
4.    Kelompok-kelompok yang melindungi terhadap populasi khusus (misalnya : orang yang mengalami hambatan, manula, wanita).
5.    Kelompok-kelompok yang bekerja melawan diskriminasi (misalnya : perbedaan dalam jenis kelamin, etnik).
6.    Kelompok-kelompok yang menangani masalah-masalah umum dan kondisi-kondisi (misalnya : kecemasan yang berlebihan, tuli)(Paskart & Madara, 1985).
Dalam bagian ini, akan dititikberatkan pada apakah kelompok bantuan diri itu dan bagaimana kelompok itu berbeda dari kelompok dukungan dan kelompok yang dipimpin dengan profesional.

1.    Premis-premis Kelompok Bantuan Diri
a.     Terdapat sejumlah besar kesulitan individual. Oleh karena itu, orang kemungkinan banyak dibantu dengan cara bekerja dengan orang lain yang memiliki latar belakang yang sama (Pearson, 1986).
b.     Ide bahwa keanggotaan yang homogen dalam suatu kelompok sangat membantu dalam memajukan perubahan.
c.     Ada  faktor terapeutik dalam kelompok ini yang didasarkan atas dimensi afektif, behavioral dan kognitif (Cole, 1983; Yalom, 1985).
d.     Pengaruh kelompok ini dapat positif dan menembus selama dan setelah seseorang menjadi seorang anggota (Pearson, 1986; Yalom, 1985).



2.    Praktek Bantuan Diri dalam Kelompok
Tiap kelompok bantuan diri memiliki karakteristik yang khusus, tetapi ada kualitas yang cukup umum antara kelompok bantuan diri yang melalui kelompok ini secara khusus dapat dilakukan. Dengan mengutamakan saling membantu, para peneliti suka menyebut kelompok ini sebagai mutual help groups (kelompok-kelompok saling bantu).
Kelompok bantuan diri melibatkan tujuan, pemimpin dan anggota memiliki suatu maksud. Meskipun kelompok itu sendiri selalu dituangkan sebagai tidak ada perlakuan dan tidak langsung. Kelompok ini bergantung pada kerelaan pemimpin kelompok  dan difokuskan pada anggota kelompok. Kepemimpinan teman sebaya ini merupakan kualitas yang membedakan kelompok bantuan diri dan kelompok dukungan yang dipimpin pemimpin yang profesional.
Kualitas yang mempengaruhi pelaksanaan kelompok bantuan diri difokuskan pada kesamaan peserta. Pemahaman ini merupakan kunci pengubahan di antara anggota kelompok. Dengan kesamaan tersebut, anggota kelompok ini memperoleh manfaat, seperti kekompakan dan identitas, motivasi dan melihat perubahan persepsi dan perilaku dari anggota yang lebih berpengalaman.
Praktek kelompok ini memungkinkan anggota baru suatu waktu akan menjadi helper. Faktor ini membantu anggota menjadi kurang tergantung, menjadi dapat melihat masalah dengan berjarak, dan menjadi lebih dapat merasa mereka berguna secara sosial (Gardner dan Rusman, 1984). Sebenarnya penelitian (Lieberman & Borman, 1979) menyarankan bahwa peserta dalam kelompok bantuan diri melaporkan kehormatan diri dan harga diri dari yang kaya. Anggota juga melaporkan merasa lebih empatik terhadap orang lain dan memperoleh rasa percaya diri yang besar.
Kelompok ini memberi kesempatan. Kesempatan tetap diberikan pada anggota yang belum berhasil untuk terus diterima dan didorong mencapai tujuan. Mereka merasa bebas mencoba lagi agar berhasil.
Faktor lain yang menyebabkan perubahan adalah ideologi. Terdapat tema yang menyatakan anggota, yang memberikan titik berangkat dan sebab keinginan untuk berpartisipasi atas dasar minat diri sendiri.

3.    Peran Pemimpin Kelompok Bantuan Diri
Pemimpin kelompok bantuan diri ini diserahkan dengan sukarela. Banyak pemimpin kelompok ini memperoleh poisisi mereka dari pengalaman dan masa kerja (Reordan & Biggs, 1987). Pemimpin kelompok dapat juga lahir melalui pemilihan, yang biasanya menghadapi suatu kepedulian dan diperkirakan berjangka waktu pendek.
Pimpinan  kelompok sering menghadapi kesulitan dalam penyusunan agenda. Jika agenda disusun secara kurang terstruktur, maka peserta tidak menyadari pentingnya melaksanakan tingkah laku anggota kelompok yang konstruktif. Sebaliknya, jika agenda disusun secara terlalu terstruktur, maka peserta kurang sekali merasa memiliki pencapaian sasaran kelompok. Pimpinan kelompok menghadapi kesulitan menghubungkan keduanya dalam kelompok. Silverman (1980) menyatakan bahwa dalam beberapa kasus, pemimpin kelompok bantuan diri seyogianya memenuhi kriteria sebagai berikut :
a.    mereka mesti mau menjadi helper,
b.     mereka mesti mau berbicara dengan mudah tentang pengalamannya sendiri, baik pengalaman berhasil maupun pengalaman gagal,
c.    mereka mesti memperoleh akomodasi atau resolusi terhadap masalahnya,
d.    mereka mesti memberi bantuan diri pengalaman pribadinya sendiri ketimbang dari bacaan atau pendidikan formalnya,
e.    mereka mesti memiliki cukup waktu dan energi untuk bekerja.
Secara menyeluruh, pimpinan kelompok seyogianya mencoba menciptakan armosfer kedekatan dalam kelompok dapat menjadi kelompok terapi. Jika keseimbangan ini dicapai, kelompok akan berfungsi memberi dan menerima dan anggota akan merasa lebih menyenangkan dan manfaat.


4.    Hasil yang Diinginkan dari Kelompok Bantuan Diri
Setidaknya ada dua hal yang diinginkan sehubungan dengan kerja kelompok bantuan diri ini, yaitu : a. pada tingkat kelompok global; b. tingkat personal. Pada tingkat global, anggota diharapkan mengidentifikasi dan saling membantu satu sama lain. Sedangkan pada tingkat personal, individu harus mengubah persepsi dan perilaku sebagai hasil pengalaman kelompok bantuan diri (Gartner & Rusman, 1982).
Untuk dapat mencapai pertumbuhan pribadi yang menyeluruh, individu dalam kelompok bantuan diri harus mencapai keadaan berikut ini (Reordan & Biggs, 1987) : merasa tertarik pada orang lain dalam kelompok; merasa mereka mendapat bantuan dengan anggota bantuan; rela mengubah resiko; berpartisipasi aktif sebagai anggota kelompok; tanggung jawab diri.

5.    Evaluasi Kelompok Bantuan Diri
Keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dalam kelompok bantuan diri ini adalah homogenitas anggota kelompok yang menonjol menjadikan anggota sangat terspesialisasi. Kondisi ini sangat menguntungkan kelompok karena akan ditopang oleh kekompakan dan kekhususan masalah yang dihadapi.  Selain itu, cara anggota menstruktur waktu dan prinsip saling dukung di antara sesama anggota adalah keunggulan  tersendiri. Melalui keunggulan ini, anggota-anggota kelompok bantuan diri memperbaiki dan meningkatkan identitas diri dan harga diri. Dilihat dari segi kemanfaatannya, biaya penyelenggaraan kelompok ini adalah efisien dan dapat dipakai melalui bentuk psikoterapi yang lain; bimbingan psikoedukasi; dukungan untuk memungkinkan orang menjadi lebih terintegrasi dan menyeluruh secara personal (Antze, 1979). Dalam kelompok ini individu tidak hanya memperoleh pengetahuan dan menyadari perasaan, tapi juga mendapat teman (Cole, 1983). Kelompok bantuan diri ini membantu individu dan masyarakat mencapai tingkat kesehatan yang tinggi dengan melibatkan orang bersama dalam cara yang multidimensional.
Di samping keuntungan-keuntungan kelompok bantuan diri ini sebagaimana disebutkan di atas, terdapat pula keterbatasan-keterbatasan dapat dikemukakan berikut ini. Sifat spesialisasi anggota menyebabkan serta merta mengasingkan diri sendiri lebih jauh dari arus masyarakat yang berubah sehingga keadaan ini dapat lebih berkembang ke arah munculnya anggota-anggota maupun kelompok yang fanatik. Fanitisme kelompok ini dapat memunculkan keraguan akan kemampuan beberapa kelompok untuk menopang mereka sendiri. Ditambah pula dengan kenyataan  bahwa tiap anggota memiliki kualitas keterampilan membantu yang berbeda. Harus diakui pula bahwa kurangnya penelitian tentang bagaimana kelompok ini berkembang dan proses interaksi yang terjadi terhadap anggota membuat anggota dalam keadaan tidak memiliki referensi pegangan untuk menyelenggarakan kelompok ini. Sehingga banyak anggota kelompok ini menjadi terlalu diserap dalam bentuk persoalan-persoalan yang biasa dan terlalu melihat masalah.

A.   PEMBAHASAN
1.    Kelompok Psikodrama
Psikodrama sebagai terapi kelompok telah dihasilkan cukup lama, yakni pada tahun 1920 oleh Jacob Moreno. Samuel T. Gladding (1945) menawarkan dua pendekatan terapi kelompok yang menarik, yaitu kelompok psikodrama dan kelompok bantuan diri sendiri (psychodrama and self-help groups). Masing-masing kelompok ini memiliki keunikan tersendiri dan sangat menyenangkan dalam praktek kerja kelompok, yang masih jarang dirasakan anggota kelompok/masyarakat. Kelangkaan ini dipengaruhi oleh kondisi rasional personal di Indonesia yang belakangan ini banyak saling menyerang, bukan mematuhi akar budaya positif nenek moyangnya yang santun, saling menghormati, saling tolong menolong (gotong royong), saling koreksi diri sendiri dalam menghadapi konflik-konflik sosial-pribadi.
Kembali ke persoalan inti, psikodrama sebagai cara mengeksplorasi kejiwaan manusia melalui tindakan drama sebagai cara yang formal menekankan keunikan pendekatan dengan memfasilitasi klien mengalami dan menyenangkan diri sebagai ganti mengatakan kembali, menganalisis konflik, dan mengungkap kejadian-kejadian emosi yang relevan. Keunikan lain menurut penulis adalah ada peran-peran yang berbeda yang diuraikan dalam panggung permainan peran (stage). Konselor/terapis menggunakan bermain peran untuk memberi kesempatan pada individu untuk mempraktekkan keterampilan-keterampilan sosial secara “spontan dan diorientasikan untuk mengekspresikan secara kuat emosi-emosi, memperoleh pemahaman perilaku sendiri dan secara realistik menilai perilaku orang lain” (______: 524-532). Dalam psikodrama harus dipertimbangkan faktor personal dan faktor fisik seperti : stage, protagonist, aktor, direktur dan audiens. Praktek seperti ini dapat dipandang sebagai praktek yang lain dari pendekatan lainnya karena suasananya berbeda, menyenangkan, semacam refreshing, sambil menyadari sisi-sisi gelap dan terang dari diri dan orang lain.
Meskipun praktek psikodrama terkesan rileks dan menyenangkan, sesungguhnya keberhasilan pelaksanaannya dippengaruhi pula oleh penguasaan teknik-teknik, kejelian, persiapan yang hati-hati dari seorang pimpinan kelompok. Pimpinan/direktur harus membangun tiga bidang keterampilannya, yaitu (a) pengetahuan akan metode, prinsip-prinsip, teknik-teknik, (b) pemahaman teori kepribadian dan hubungannya dengan mengembangkan filosopi hidup, (c) kematangan dan perkembangan perilakunya sendiri. Selain itu, pengalaman kerja kelompok dan pengalaman tersupervisi pemimpin akan menambahkan keandalan pemimpin/direktur.
Pimpinan/direktur/konselor/terapis perlu mengetahui dan menguasai fase-fase umumnya dalam kelompok psikodrama (Gladding Samuel T, 1995 : 390-391) sebagai berikut : (1) fase pemanasan, tahap ini dicirikan dengan penentuan direktur yang ia siap memimpin kelompok dan anggota kelompok siap pula dipimpin, (2) fase tindakan, yang dicirikan dengan enactment kepedulian protagonist, (3) fase integrasi, dicirikan dengan adanya diskusi dan pengakhiran.
Selaras dengan itu, Jacobs, dkk. (1994 : 44) membagi tiga tahap proses kelompok yaitu : (1) tahap awal (beginning stage) pada dasarnya semua kelompok akan melalui tahap awal, kondisi ini dapat berlangsung pada sesi pertama sampai dengan sesi akhir, (2) tahap pertengahan (middle) yang disebut juga dengan tahap bekerja (working stage), dalam kenyataannya selama tahap ini kelompok mencoba untuk menyelesaikan tujuan-tujuannya, dan (3) tahap akhir (last stage), yang lamanya tergantung pada jenis kelompok, lamanya waktu pertemuan dan perkembangan kelompok.
Tampak bahwa proses kelompok umumnya tidak jauh berbeda antara pross kelompok yang satu dengan yang lainnya, yaitu adanya fase awal, fase tindakan, fase akhir (penutup). Gambar berikut ini  (Samuel T. Gladding, 1995 : 392) menggambarkan kecenderungan di atas dan hubungan intensitas emosi dengan fase kelompok psikodrama. Waktu yang digunakan dalam menempuh fase pemanasan menuju ke fase tindakan, menunjukkan intensitas emosi makin tinggi. Seterusnya fase tindakan menuju ke fase integrasi, tampak emosi turun kembali.
Agar setiap fase dicapai dengan efektif, ditawarkan delapan teknik-teknik utama dari beratus-ratus teknik kelompok psikodrama yang ada, yaitu : (1) creative imagery, (2) the magic shop, (3) sculpting, (4) the soliloqui technique, (5) monodrama (autodrama), (6) the double and multiple double technique, (7) role reversal, dan (8) mirror technique (Gladding Samuel T; 1995 : 392-393). Teknik-teknik ini dipandang sebagai bahan acuan atau rujukan pemimpin yang dapat digunakan setelah dianalisis efektivitasnya untuk menyelenggarakan kelompok psikodrama dengan variasi atau keunikan peserta.

2.    Kelompok Bantuan Diri Sendiri  (Self-help groups)
Kelompok bantuan diri sendiri ini sangat populer di Amerika Uara, namun belum akrab bahkan masih jarang dikenal kelompok-kelompok kegiatan di Indonesia. Kelompok ini merupakan cara paling efektif untuk mengatasi masalah seperti stres, kesulitan, dan rasa sakit. Keunggulan atau motor dari kelompok ini ada pada kekuatan teman sebaya (peer group-nya), yaitu orang yang saling membantu dalam seting kelompok. Dalam interaksi kelompok  teman sebaya, latar belakang yang sama, merasa senasib sepenanggungan, melahirkan kekohesifan kelompok dan menjadikan kelompok ini memberi dampak yang positip terhadap hasil-hasil yang diinginkan oleh anggota kelompok. Kelompok yang solid dan saling tolong menolong, saling percaya merupakan teamwork yang baik dan siap mencapai sasaran kelompoknya. Ciri-ciri kelompok seperti ini biasanya harus ada pada kelompok bantuan diri.
Penulis berpendapat bahwa kelompok bantuan diri ini hanya diakui keberadaannya, tetapi belum ada upaya serius untuk mengkaji interaksi yang terjadi di antara anggota kelompok agar kelompok ini efektif dalam memberi pengaruh terhadap keseluruhan anggotanya. Kajian yang kurang memadai tentang kelompok ini didukung oleh kurangnya penelitian mengenai bagaimana kelompok ini berkembang dan proses interaksi apa yang terjadi dalam kelompok bantuan diri itu.





DAFTAR PUSTAKA


Gazda, G.M. (1974). Group Counseling : A Developmental Approach, Boston : Allyn and Bacon Inc.

Gladding, Samuel T. (1995). Group Work : A Counseling Specialty, Second Edition. New Jersey : Prentice-hall.