Showing posts with label renungan. Show all posts
Showing posts with label renungan. Show all posts

Jan 7, 2013

Pengorbanan Masa Depan



Ketika diri kita sudah terbiasa menghadapi berbagai macam rintangan dalam kehidupan, kita akan mengerti bahwa rintangan itu ada untuk dilewati, dan melewatinya perlu kerja keras dan kesungguhan. Dan bukan hanya itu, setelah kita berhasil melewatinya, kita akan mendapatkan kepuasan dan memperoleh nikmat sesudah kepayahan.

Saya teringat seorang teman yang pernah mengatakan bahwa betapa beruntungnya si anu yang diberi kemudahan oleh Allah dalam hidupnya. Pada waktu itu yang ia sebutkan sebagai kemudahan adalah: cepat lulus kuliah dan mudah mendapat pekerjaan. Si anu yang sedang dibicarakan memang baru saja diterima bekerja di sebuah perusahaan dengan gaji yang lumayan. Teman saya itu menceritakannya dengan maksud membandingkan dengan dirinya yang hingga waktu itu belum bekerja, dan sudah 3 bulan lulus dari kampus. Mendengar ia mengucapkan keluhan itu, saya berkata dalam hati, betapa ia tidak tahu berbagai kesulitan yang telah si anu lewati sebelum akhirnya Allah menurunkan rezeki sebuah pekerjaan untuknya. Saya mengenal si anu sama baiknya dengan teman saya itu. Si anu sudah dua tahun lebih lulus dari kampus, lebih dulu dari teman saya itu, dan belum juga mendapatkan pekerjaan tetap. Saya tahu upaya yang telah dikerahkan olehnya selama ini, dan berbagai sandungan yang ia alami. Ia pernah ditipu oleh seorang teman, dan akhirnya beberapa juta uangnya hilang. Ia pernah berusaha mendirikan usaha sendiri, namun akhirnya ditutup setelah setahun tak memberi hasil bahkan merugi. Ia sudah melamar ke mana-mana dan menjalani banyak sekali proses interview, tapi tak juga diterima. Dan banyak lagi yang sudah ia lakukan, dan menurut saya hal-hal itu tidak mudah.

akan selalu ada pengorbanan yang harus kita lakukan untuk mendapatkan sesuatu,
kelezatan iman akan terasa saat kita bisa mengorbankan sisi ego dan hasrat duniawi kita


Teman saya itu, tiga bulan setelah lulus, ia diterima bekerja sebagai seorang sekretaris pada sebuah perusahaan. Sejak itu saya tidak pernah menanyakan padanya, apakah sekarang ia masih mengatakan bahwa si anu sangat beruntung dan iri hati padanya. Dan saya pun tidak pernah lagi mendengar ia berkeluh-kesah tentang keberhasilan si anu.

Begitulah manusia. Sepertinya hal-hal yang berada di luar dirinya kelihatan jauh lebih baik dan bagus daripada yang telah ada padanya. Tidak pernah puas, sering lupa bersyukur, dan setiap kali mendapatkan sesuatu, ia pasti menginginkan hal yang lain lagi. Ibnul Qayyim pernah mengatakan bahwa sifat seperti itu memang selalu ada pada diri manusia. Sebab manusia memiliki kelemahan dalam syahwat yang bersemayam. Padahal di luar dirinya masih banyak sekali orang-orang yang mengalami penderitaan yang jauh lebih berat, sedangkan mereka masih bisa memaknai hidup dengan lebih positif. Bukankah pikiran yang membawa kita pada perbuatan? Dan akar dari pikiran adalah aqidah yang benar. Maka bila akar tersebut telah terpancang kuat, ia akan membentuk pikiran-pikiran positif yang mendorong diri kita untuk berbuat yang lebih baik dalam kehidupan. Tanpa harus memandang kiri-kanan dengan perasaan iri, dengki, bahkan akhirnya bernafsu untuk saling menjatuhkan.

Ujian yang datang kepada tiap diri kita tidak pernah sama. Ia akan turun sesuai porsi kemampuan kita menghadapinya. Semakin baik kualitas keimanan seseorang, maka semakin kencang pula badai menerpa. Hal ini pasti sudah diketahui banyak orang, tapi banyak orang sering lupa bila ia sendiri yang sedang menghadapinya. Menanggapi ujian yang datang dengan lapang hati memang tidak mudah. Tapi itu adalah salah satu cara untuk menjaga keikhlasan dalam diri untuk setiap perbuatan, dan meneguhkan diri untuk menang dari segala macam ujian itu.

Saya tidak tahu mau menyebutkannya sebagai apa, tapi menurut saya, bersyukur kala ujian datang akan memudahkan kita untuk berjuang melewatinya. Sebab ketika Allah menurunkan lagi sebuah ujian pada diri kita, saat itu harusnya kita tahu, bahwa Allah menyimpan sebuah kenikmatan lagi di baliknya. Bila kita lulus, maka kenikmatan itu akan terasa jauh berkali lipat. Sesuatu yang diperoleh dengan perjuangan biasanya akan terasa lebih indah. Dan kepuasan seperti itu tidak hanya akan berakibat kenikmatan dunia, melainkan juga merupakan saham pribadi untuk membuka pintu surga. Jadi, kita semua memang harus berjuang untuk menang.


Dec 19, 2012

Sudut Pandang Ru, Su, dan Zu (Pengkhinatan Su dan Kesedihan Zu)





*hari ini pukul 07.30 tanggal 19 juni 2009.. tepat saat Su dan Zu datang
hanya kata maaf itu yang aku tunggu, ya sebuah kata yang sederhana namun begitu luar biasa berat untuk diucapkan, mungkin sedari kecil kita secara tidak sadar untuk diajari bagaimana cara meminta maaf yang baik, namun kita tidak diajari untuk meminta maaf dengan tulus..

***

Kegusaran, keprihatinan, kekecewaan, mungkin juga kemarahan. 
Rasa itu mengitari pergulatan dalam dialektika diantara pikiran ku saat ini.

-apa maksud semua ini? 

Hari ini, gambaran yang dipaparkan jelas menggambarkan peristiwa yang sama. 
substansi yang tak jauh berbeda, membangkitkan emosi.

-hei, stop. mari berkaca Apakah kini orang-orang tak lagi mempersoalkan moralitas, etika?

whats?? apa hak kamu berbicara tentang pranata sosial?? dalam hal apa kamu berhak berbicara dalam norma dan kaidah?? 

- Apakah anda lupa tentang hak dan kewajiban? Apakah mereka juga lupa akan tata nilai dan rasionalitas?

Penghianatan itu begitu menyakitkan kawan, tapi ini realitas yang hadir sebagai dinamika.
Ini untuk ketiga kalinya,aku harus berhadapan dengan pengkhianat seperti anda, 
anda yang telah saya anggap saudara melebihi saudara kandung saya. 

- saya tidak mengerti? bisa anda jelaskan dan jangan gunakan bahasa sastrawi anda saat ini..

sesuatu yang berhadapan untuk urusan prinsipil,soal komitmen dan konsistensi serta resiko. 
Tak peduli bahwa saya akan kehilangan anda sebagai teman, kawan dan sahabat,
tak peduli jika memang harus berseberangan dan konfrontasi.

- apa dan tentang apa?

Kita bicara soal ucapan dan perbuatan, akal-mulut-hati harus linier, tidak bisa seenaknya untuk bertindak zig-zag.

- Tindakan apa dan perbuatan mana dari yang telah saya lakukan yang telah mengganggu eksistensi yang anda maksud?

nama baik, dan keutuhan cita-cita dan perjuangan bersama, saya pikir tiga kata itu mewakili semua pengkhianatan anda.

- mari kita bicara dalam bahasa yang lebih sederhana? 

sederhana? seandainya bisa.

*tak pernah aku lihat Ru sedemikian marah, aku lihat ia tenang. namun sorot matanya jelas memperlihatkan amarah yang tak akan padam, meskipun aku tau hanya permintaan maaf yang ingin ia dengar saat ini.. namun aku pada ke egoan ku, aku tak merasa bersalah dengan semua ini, dan ini adalah prinsip hidupku aku tak akan meminta maaf pada apa yang ku rasa tidak seharusnya aku meminta maaf. sampai akhirnya semua berlalu dan biarkan detik yang mengejewantahkan semua pada waktu dan sesuai pada garis Tuhan.

*dan seperti Ru memang marah, ia menggunakan kalimat yang sangat baku untuk ukuran seorang sahabat yang telah dekat satu sama lain.. 
diri ini ingen berkata, namun ku pendam dalam hati dan hanya menyaksikan apa yang mere perdebatan. karena merek pun tak memberi ruang untukku mengikuti alur mereka.
"Sebenarnya tak ada kaitannya dengan pelanggaran, penyimpangan terhadap misi yang harus diemban." 
Tapi ini soal sederhana yang akan berimbas pada tujuan perjuangan, soal taktik yang berbahaya dalam mencapai strategi. 
Ringkasnya taktik ‘makan’ strategi. Jika sudah demikan maka tak ada pilihan lain, 
kita yang ‘rusak’ atau hanya segilintir orang saja yang harus disingkirkan, 
pahit memang tapi ini demi untuk menyelamatkan cita-cita dan tujuan bersama.
Jika kita anti kekerasan maka kita harus tidak untuk bertindak dengan kekerasan
Jika kita bicara soal hak maka kita tak boleh sedikit pun memungut hak orang lain
Jika kita mendambakan kebahagiaan maka biarkan ia ada dalam kesejahteraan, kedamaian, 
kenyamanan, dan jauh dari ketakutan.

rasa persahabatan dan kedekatan yang terlalu mendalan antara Ru dan Su menyebabkan mereka tak bisa lagi menggunakan logika mereka untuk berpikir dengan jernih, hanya ada emosi yang bermain saat itu, sampai akhirnya mereka terkungkung dalam pelarian yang tak ber ujung dan meninggalkan bekas luka yang tak berakhir sampai detik ini.. 

Kemampuan menjalin relasi pertemanan merupakan bagian dari kompetensi interpersonal skill dan soft skill seseorang. lima aspek kompetensi interpersonal yaitu: a. kemampuan ber-Inisiatif (initiative): b. kemampuan menyangkal peryataan negatif (negative assertion): c. self disclosure: d. kemampuan ber-empati dan e. kemampuan manajemen konflik.

Kemampuan menjalin relasi pertemanan menjadi hal penting karena bagian dari keterpaduan soft skill yang harus dimiliki dalam menjalin interaksi sosial, baik di lingkungan masyarakat maupuan di lingkungan kerja dan keluarga.

Ketidak-mampuan seseorang dalam memiliki lima kemampuan dasar dalam menjalin relasi pertemanan, dimungkinkan akan berimbas pada berakhir suatu hubungan pertemanan dan rata-rata hal ini diakibatkan karena kurang mampu dalam poin d dan e

Tidak jarang dalam suatu pertemanan muncul berbagai konflik, karena diperlukan kemampuan untuk bisa saling mengisi dalam setiap aspek kompetensi diantara sesama teman, tapi perlu di ingat pula bahwa teman kita itu manusia, sehingga perlu disadari betul bahwa selalu ada ketidak sempurnaan dalam segala hal. pun demikian dalam pertemanan, jangan menuntut sebuah kesempurnaan, tapi saling melengkapi dan mengerti serta komunikasi,  itu saja sudah cukup.


end of Sudut Pandang Ru, Su dan Zu 

Nov 12, 2012

Pria di Usia ke 25 tahun


Pernikahan memang selalu dikesankan indah. Atau memang benar-benar indah. Terutama bagi mereka yang ingin segera mengalaminya. Seorang kawan bilang, dunia setelah pernikahan bagi para bujangan adalah alam ghaib yang penuh misteri. Keindahan dan kenikmatannya-juga pahit getirnya-hanya bisa dirasakan oleh mereka yang telah memasuki alam ghaib itu. Dan keindahan itu jadi lebih awal dirasakan jika tanpa disangka-sangka orang tua menawarkan "seseorang" yang sangat sesuai dengan kriteria yang diidamkan-dan tentunya kita dalam kondisi siap. Orang tua yang sangat memahami anaknya, seperti Umar bin Khatab.

Mungkin terlalu melankolis jika seorang lelaki mengharapkan penawaran dari orang tuanya. Tapi, mau gimana lagi, realita yang ada memaksa sikap melankolis itu bertunas. Kesiapan membangun rumah tangga selalu diidentikan dengan kesiapan materi, dan itu seringkali tidak dimiliki oleh kebanyakan lelaki seusia Rasulullah Saw.-ketika Beliau menikah-yang baru saja selesai kuliah. Memang kesiapan materi sangat penting untuk membangun mahligai rumah tangga, terutama kalau kita ingin mencontoh Rasulullah Saw. Selain usianya 25 tahun ketika beliau menikah, kita juga harus tau bahwa mahar Rasulullah untuk masing-masing isterinya tak kurang dari 400 dinar (atau kira-kira senilai 180 juta rupiah, untuk uang sekarang). Tapi itu juga bukan segalanya, bukankah Rasulullah juga menikahkan Sayidina Ali dengan puterinya, Fatimah Az-Zahra, hanya dengan mahar baju besi yang tidak seberapa?

Memasuki usia duapuluh lima tahun, seorang lelaki sering kali dihadapkan pada sebuah pertanyaan wajib, "kapan sih kamu nikah?" setiap orang selalu menanyakan hal tersebut. Atau kalau tidak, ia sendiri yang bertanya kepada diri sendiri. "Ya, kapan ya, aku nikah?"

Dalam lamunan, ketika seorang lelaki yang mendekati usia duapuluh lima tahun bervisualisasi tentang masa depannya, sering kali menciptakan gambaran ideal tentang pernikahan dan kehidupan rumah tangga. Bagaimana ia ingin menjadi suami dari isteri yang cerdik, cantik dan shalehah; bagaimana ia akan membahagiakan isterinya tersebut dengan memenuhi segala kebutuhannya; bagaimana ia juga akan senantiasa berbuat baik kepada kedua orang tuanya dengan memberi berbagai hadiah dan perhatian, tidak lupa untuk menjadi menantu yang terbaik bagi ibu-bapak mertua, juga menjadi ipar yang baik; bagaimana ia ingin bisa membangunkan rumah yang luas untuk keluarga kecilnya; bagaimana ia memberi nama putera-puterinya dengan nama-nama yang indah dan baik, mendidik mereka dengan didikan yang baik dan benar. Semuanya dilamunkan dengan sangat ideal dan indah.

Tapi, ketika visualisasinya selesai dan kembali mendarat di bumi ia mendapati realita yang tidak seindah lamunan. Ia pun sadar bahwa semua yang dilamunkannya bukan sesuatu mudah untuk diwujudkan. Tidak mudah mendapatkan isteri yang cantik luar dalam, sama susahnya dengan mendidik diri sendiri agar tampan luar dalam, atau bahkan lebih susah. Bukan perkara gampang mewujudkan kemapanan ekonomi bagi pebisnis pemula. Tidak murah membangun rumah luas dan nyaman untuk keluarga kecilnya. Lalu, tidak gampang juga membagi cinta untuk semua, anak-isteri, ayah-ibu, mertua, dan saudara-saudara. Seringkali segala keterbatasan yang dimiliki mendatangkan kesalah-pahaman bagi orang-orang yang dicintai. Mendidik anak-anak juga tidak semudah memilihkan nama yang indah dan baik untuk mereka. Semuanya perlu persiapan yang benar-benar matang. Dan visualisasi adalah satu tahap persiapan itu. Karena kalau dalam lamunan saja belum pernah ada, apalagi dalam kenyataan.

Dari sini kita temukan inti persoalannya: kesiapan. "Kematangan" banyak lelaki usia duapuluh lima tahun tidak beriringan dengan kesiapan mereka untuk survive di jenjang kehidupan yang lebih tinggi. Ketidaksiapan secara finansial sering kali menjadi alasan utama untuk menunda pernikahan, padahal jawaban seorang kawan sangat bagus untuk menangkis alasan ini. Orang yang sudah bekerja sebelum menikah mungkin di-PHK , orang yang sudah berwiraswasta sejak masa lajang juga bisa bangkrut, kenapa mereka berani menikah? Sebaliknya, orang yang belum dapat kerja, setelah menikah mungkin dapat pekerjaan, orang yang masih belajar berwiraswasta, setelah menikah mungkin menjadi wiraswastawan yang berhasil, kenapa mereka takut menikah? Persoalannya adalah kepada siapa kita bertawakal? Apakah kita bertawakal kepada instansi tempat bekerja atau kepada Allah? Kalau kita tawakal kepada Allah yang Maha Memberi rizki, kenapa kita terlalu bersandar pada pekerjaan atau kesuksesan bisnis?

Sungguh, yang terpenting dari kesiapan itu bukan ketersediaan, melainkan mentalitas. Kesiapan mental untuk menghadapi apapun kondisi dan situasi kehidupan. Inilah inti ajaran tawakal. Ketersediaan akan ada habisnya, sedangkan mentalitas yang kuat bisa meyelamatkan kita dari segala bentuk ujian dan cobaan hidup. Sayangnya, mentalitas ini pula jarang ditemukan pada kebanyakan lelaki menjelang usia mereka yang keduapuluh lima tahun. Menambah lengkap ketidak-siapan mereka.

Mungkin inilah yang harus dipahami oleh semua lelaki yang mendekati usia duapuluh lima tahun tetapi masih ragu untuk memasuki "alam ghaib" pernikahan. Selain harus tahu juga bahwa usia duapuluh lima tahun yang sesuai contoh Rasulullah adalah duapuluh lima tahun dalam hitungan Tahun Hijriyah, atau sekitar duapuluh tiga tahun setengah dalam hitungan Tahun Masehi. Jadi, kalau sekarang sudah menjelang usia duapuluh lima tahun dalam hitungan Masehi, artinya sudah lewat setahun lebih dari usia Rasulullah ketika Beliau menikah. Nah lho! 

Feb 22, 2011

Renungan untuk persahabatan

ika seorang menangis di hadapan mu,

Itu berarti dia tak dapat menahan nya lagi

Jika kamu memegang tangan nya saat dia menangis,

Dia akan tinggal bersama mu sepanjang hidup mu

Jika kamu membiarkan nya pergi,

Dia tidak akan pernah kembali lagi menjadi diri nya yang dulu

Selamanya..............

Seorang seseorang tidak akan menangis dengan mudah,

Kecuali di depan orang yang amat dia sayangi

Dia menjadi lemah

Seorang seseorang tidak akan menangis dengan mudah,

Hanya jika dia sangat menyayangi mu,

Dia akan menurunkan rasa egois nya

kawan,

Jika seorang pernah menangis karena mu,

Tolong pegang tangan nya dengan pengertian

Dia adalah orang yang akan tetap bersama mu sepanjang hidup mu

teman,

Jika seorang menangis karena mu,

Tolong jangan menyia-nyiakan nya

Mungkin karena keputusan mu,

Kau merusak kehidupan nya

sahabat,

Saat dia menangis di depan mu,

Saat dia menangis karena mu,

Lihat lah mata nya........

Dapat kah kau lihat dan rasakan sakit yang dirasakan nya?

Pikirkan...........

siapa lagikah yang akan menangis dengan murni, penuh rasa sayang,

Di depan mu dan karena mu......

Dia menangis bukan karena dia lemah

Dia menangis bukan karena dia menginginkan simpati atau rasa kasihan

Dia menangis,

Karena menangis dengan diam tidak lah memungkinkan lagi

teman, kawan, rekan dan lawan,

Pikirkanlah tentang hal itu

Jika seorang menangisi hati nya untuk mu,

Dan semua nya karena diri mu

Ini lah waktu nya untuk melihat apa yang telah kau lakukan untuk nya,

Hanya kau yang tahu jawaban nya

Pertimbangkanlah

Karena suatu hari nanti

Mungkin akan terlambat untuk menyesal,

Mungkin akan terlambat untuk mengatakan "MAAF!"