KELOMPOK PSIKODRAMA DAN KELOMPOK BANTUAN DIRI
(Psychodrama and Self Help Groups)
Secara spesifik, kelompok psikodrama
dan kelompok bantuan diri didisain dengan struktur dan dinamika. Karenanya
pendekatan ini bekerja dengan orang lain (difokuskan pada kelompok). Praktek
pendekatan ini tidak digali dari teori-teori konseling individual, tetapi pada
saat yang sama, harus pula dibuktikan bahwa psikodrama termasuk tahapan
kelompok maupun individual (Moreno ,
1946) dan beberapa bentuk bantuan diri dilaksanakan baik atas dasar individual
maupun kelompok. Teori-teori yang digunakan dalam kelompok psikodrama dan
bantuan diri umumnya menekankan pada interaksi interpersonal.
Psikodrama sebagai intervensi
terapeutik teathre Moreno ditujukan pada kemanfaatan bermain peran dalam
kelompok psikoedukasional, psikoterapeutik, manajemen (Blatner, 1988a; 1989;
Corsini, 1968), sedangkan kelompok bantuan diri tumbuh dari adanya kebutuhan
untuk memperoleh bantuan, dukungan, dan pengetahuan yang tidak dapat diperoleh
dari helpper yang profesional.
A. KELOMPOK PSIKODRAMA
Psikodrama merupakan suatu cara
mengeksplorasi kejiwaan manusia melalui adegan drama, yang diciptakan dan
dikembangkan oleh J.L. Moreno sekitar tahun 1920-1930 (D’Amato & Dean,
1988; Goldman & Morrison, 1984).
1. Premis Kelompok Psikodrama
a.
Manusia dalam masyarakat terus
menerus berkembang dan sadar terhadap kejadian yang menyentuh kehidupan mereka
pada suatu tahap perkembangan.
b.
Hati psikodrama adalah
pertemuan, konsep eksistensialis yang melibatkan kontak psikologis dan fisik
yang menyeluruh antara orang-orang atas dasar kesempurnaan, konkrit dan intens
dalam “here and now”.
c.
Spontanitas adalah respon
seseorang yang berisi tingkat ketepatan pada situasi baru atau tingkat
kejujuran pada suatu situasi lama.
d.
Situasi, dititikberatkan pada
sekarang yang memunculkan hambatan waktu yang alami, ruang dan keadaan
eksistensi yang dihapuskan.
e.
Tele, komunikasi
perasaan-perasaan yang menyeluruh di antara orang-orang sebagai perekat yang
membangun kelompok secara bersama, misalnya : empati.
f.
Catharsis dan pemahaman,
merupakan produk akhir dari spontanitas dan tele.
2. Praktek Psikodrama dalam
Kelompok
Praktek psikodrama berlangsung
secara multidimensional. Pertama, terdapat faktor-faktor personal dan fisik yang harus dipertimbangkan, seperti
: sebuah ruangan, seorang pelaku utama, aktor, direktur, audiens (Blatner,
1988a; Hashel, 1973).
The stage merupakan tempat dimmana peerbuatan berlangsung, yang mungkin
berbentuk flat resmi, bagian kamar dan sebagainya.
Protagonist adalah seorang pelaku
yang memerankan perilaku jelas psikodrama. Ia dapat memainkan banyak bagian. Di
satu saat ia memainkan bagian berbeda dari diri sendiri, pada saat lain ia
keluar dari babak dan mengobservasi. Unsur kunci pada protagonist adalah
spontanitas.
Aktor merupakan orang yang memainkan
bagian objek atau orang penting yang lain dalam permainan itu.
Direktur adalah seseorang yang
mengarahkan protagonist.
Audience adalah istilah yang dipakai
untuk menerangkan orang lain yang mungkin hadir selama psikodrama. Audience
bertujuan memberi umpan balik (feedback) menanggapi apa yang mereka lihat,
dengar dan rasakan selama psikodrama.
Teknik yang dipakai dalam
psikodrama bergantung pada banyak variabel. Variabel penting yang mempengaruhi
penggunaan teknik adalah situasi protagonist, keterampilan direktur, kemampuan
perolehan aktor, besarnya audiens (penonton), tujuan sesi, fase pelaksanaan
psikodrama.
Proses psikodrama pada umumnya
berlangsung melalui tiga fase, yaitu :
a.
Fase pemanasan, fase ini ditandai dengan penentuan direktur yang siap memimpin
kelompok dan anggota siap dipimpin. Proses ini melibatkan aktivitas verbal dan
nonverbal. Fase ini harus mempersiapkan segala sesuatu untuk masuk pada fase
tindakan.
b.
Fase tindakan, fase ini melibatkan tindakan yang jelas kepedulian-kepedulian
protaganist. Hal terpenting dalam fase ini adalah bahwa protagonist
mengekspresikan emosi-emosi tertekan dan menemukan cara baru yang efektif untuk
bertindak.
c.
Fase integrasi, fase ini melibatkan diskusi dan penutupan (closure). Umpan balik
sangat penting dari setiap anggota dan protagonist agar tindakan yang
jelas (enactment) perubahan dan
integrasi tercipta.
Sebenarnya
banyak teknik psikodrama, tetapi berikut ini hanya beberapa teknik utama yang
dikemukakan sebagai berikut :
1)
Creative imagery, teknik pemanasan untuk mengundang peserta psikodrama membayangkan
babak dan objek yang menyenangkan dan netral, ide teknik ini membantu peserta
menjadi lebih spontan.
2)
The magic shop, teknik pemanasan yang berguna bagi protagonist yang ragu tentang
nilai mereka dan tujuan.
3)
Sculpting, anggota kelompok
menggunakan metode nonverbal untuk menyusun orang lain dalam kelompok
konfigurasi seperti kelompok orang yang signifikan yang sesuai dengan
orang-orang dalam keluarganya dan sebagainya. Penyusunan ini melibatkan postur
tubuh dan membantu anggota melihat, mengetahui persepsi mereka tentang orang
lain yang signifikan dengan cara yang lebih dinamis.
4)
Teknik berbicara, teknik ini melibatkan protagonist memberi suatu monolog tentang
situasinya.
5)
Monodrama (autodrama),
bentuk inti terapi gestalt. Dalam teknik ini, protagonist memainkan semua
bagian tindakan yang jelas; tidak terdapat ego pembantu yang digunakan.
6)
The double and multiple double
technique, suatu teknik yang terdiri atas
pengambilan peran aktor dari ego protagonist dan membantu protagonist
mengekspresikan perasaan sesungguhnya secara lebih jelas. Jika protagonist
memiliki perasaan ragu, maka teknik multiple
double dapat digunakan.
7)
Role reversals, teknik dimana protagonist memindahkan peran dengan orang lain pada
tahap dan memainkan bagian orang itu; anggota kelompok berbuat bertentangan
dengan apa yang mereka rasakan.
8)
Teknik cermin, protagonist memperhatikan dari luar tahap sementara seorang ego
pembantu mencerminkan kata-kata, mimik, dan postur protagonist. Teknik ini
dipakai pada fase tindakan untuk membantu protagonist melihat dirinya secara
lebih akurat.
Gambar berikut mengilustrasikan bagaimana intensitas
emosi dalam ketiga fase psikodrama berubah menurut waktu yang diterakan sebagai
berikut :
1. Peran Pemimpin Kelompok
Psikodrama
Direktur psikodrama memiliki banyak
peran. Moreno
(1953, 1964) menyarankan bahwa direktur berperan sebagai produser, fasilitator,
pengamat, dan seorang analis. Blatner (1988a) menyatakan lebih lanjut bahwa
seorang direktur seyogianya membangun keterampilannya dalam tiga bidang yang
saling tergantung, yaitu : a. pengetahuan tentang metode-metode ,
prinsip-prinsip, dan teknik-teknik; b. pemahaman tentang teori kepribadian dan
hubungannya dengan pengembangan pembentukan filosofi hidup; c. pematangan dan
perkembangan kepribadiannya sendiri. Ia juga menambahkan bahwa ilmu pengetahuan
yang luas tentang hidup dan hakikat manusia, seorang direktur diharapkan
memiliki kerja khusus dalam bidang pokok seperti psikologi umum, proses
kelompok, psikologi humanistik, teori komunikasi, dan komunikasi nonverbal.
Direktur berfungsi untuk
menyelenggarakan tugas-tugas seperti memimpin pengalaman pemanasan, mendorong
pengembangan kepercayaan dan spontanitas, menetapkan struktur, agar protagonist
dapat mengidentifikasi dan bekerja berdasarkan pokok-pokok pikiran yang
signifikan dalam hidup mereka, melindungi anggota dari terbius oleh orang lain
dan membawakan beberapa bentuk penghentian sesi kelompok (Hashell, 1973; Ohlsen
et al., 1988). Untuk menyelenggarakan tugas tersebut dengan benar, direktur
yang potensial seyogianya sudah mengalami banyak psikodrama dan mendapatkan
supervisi langsung dari direktur yang lebih berpengalaman. Secara menyeluruh,
Corsini (1966) menyimpulkan bahwa direktur kelompok yang efektif memiliki tiga
kualitas, yaitu : 1) kreativitas, 2) dorongan, dan 3) kharisma. Individu
seperti ini akan bekerja keras untuk kebaikan kelompok dan senantiasa berani
mengambil resiko untuk membantu anggota mencapai tujuan.
2.
Hasil yang Diinginkan dari Kelompok Psikodrama
Secara lebih esensial, peserta
psikodrama rela mengambil resiko dan terbuka terhadap umpan balik yang
konstruktif dari audiens dan direktur. Salah satu yang diinginkan dari
psikodrama adalah pembelajaran yang terjadi ketika seseorang bukan protagonist
utama. Ada
pengaruh pemindahan dari pendekatan ini yang membantu dan memperhatikan
karakter orang terutama mencapai resolusi pada persoalan penting.
3. Evaluasi Kelompok
Psikodrama
Keuntungan-keuntungan :
a.
Keuntungan yang utama terletak
pada keragamannya. Psikodrama cocok digunakan dalam lingkungan psikoterapeutik
maupun dalam seting psikoedukasional dan seting bisnis. Ia dapat diterapkan
pada segala tingkat usia, pendidikan, sosial, ekonomi. Bentuk psikodrama
digunakan dalam terapi keluarga, treatmen adiksi, latihan teologi dan kepekaan
keadaan (Gendron, 1980).
b.
Aspek positif lainnya terletak
pada potensialitas pengajarannya.
c.
Pembentukan spontanitas dan
kreativitas pada pemimpin dan anggota kelompok.
d.
Pengaruhnya seakan-akan
mengalami sendiri dan integratif.
e.
Sebagai masukan dan umpan balik
yang penonton dan direktur berikan pada protagonist satu sama lainnya.
Keterbatasan-keterbatasan
:
1)
Bahaya terlalu melebih-lebihkan
psikodrama terhadap dirinya sendiri
maupun terhadap penonton (Grenberg, 1974a).
2)
Kuantitas dan kualitas
penelitian yang menyangkut psikodrama.
3)
Dikaitkan dengann pemerolehan
hasil latihan.
4)
Psikodrama kemungkinan terlalu
banyak memfokuskan pada perasaan-perasaan ketimbang perubahan perilaku.
B. KELOMPOK BANTUAN DIRI
Terdapat lebih dari 500.000 kelompok
bantuan diri di Amerika Utara dengan 12-15 juta anggota aktif (Brown, 1988;
Farley, 1988; Squnes, 1988). Kelompok bantuan diri ini merupakan suatui cara
yang efektifmenangani masalah-masalah seperti stress, kesulitan, rasa sakit.
Kelompok-kelompok ini dapat digolongkan sebagai berikut :
1.
Kelompok-kelompok yang membantu
orang dan keluarga dengan masyarakat kesehatan mental atau fisik utama (misal :
kelompok bagi keluarga yang mempunyai anggota dengan penyakit Alzheimer atau
yang mengalami depresi kronik).
2.
Kelompok-kelompok yang memberi
bantuan pengubahan perilaku gangguan adiktif (misalnya : ketergantungan
alkohol, makan berlebih).
3.
Kelompok-kelompok yang memberi
dukungan sosial bagi orang yang tengah dalam transisi yang sulit (misalnya :
masa orang tua, masa tua yang sendiri,
kehilangan).
4.
Kelompok-kelompok yang
melindungi terhadap populasi khusus (misalnya : orang yang mengalami hambatan,
manula, wanita).
5.
Kelompok-kelompok yang bekerja
melawan diskriminasi (misalnya : perbedaan dalam jenis kelamin, etnik).
6.
Kelompok-kelompok yang
menangani masalah-masalah umum dan kondisi-kondisi (misalnya : kecemasan yang
berlebihan, tuli)(Paskart & Madara, 1985).
Dalam bagian ini, akan
dititikberatkan pada apakah kelompok bantuan diri itu dan bagaimana kelompok
itu berbeda dari kelompok dukungan dan kelompok yang dipimpin dengan
profesional.
1. Premis-premis Kelompok
Bantuan Diri
a.
Terdapat sejumlah besar
kesulitan individual. Oleh karena itu, orang kemungkinan banyak dibantu dengan
cara bekerja dengan orang lain yang memiliki latar belakang yang sama (Pearson,
1986).
b.
Ide bahwa keanggotaan yang
homogen dalam suatu kelompok sangat membantu dalam memajukan perubahan.
c.
Ada faktor terapeutik dalam kelompok ini yang didasarkan
atas dimensi afektif, behavioral dan kognitif (Cole, 1983; Yalom, 1985).
d.
Pengaruh kelompok ini dapat
positif dan menembus selama dan setelah seseorang menjadi seorang anggota
(Pearson, 1986; Yalom, 1985).
2. Praktek Bantuan Diri dalam
Kelompok
Tiap kelompok bantuan diri memiliki
karakteristik yang khusus, tetapi ada kualitas yang cukup umum antara kelompok
bantuan diri yang melalui kelompok ini secara khusus dapat dilakukan. Dengan
mengutamakan saling membantu, para peneliti suka menyebut kelompok ini sebagai mutual help
groups (kelompok-kelompok saling bantu).
Kelompok bantuan diri melibatkan
tujuan, pemimpin dan anggota memiliki suatu maksud. Meskipun kelompok itu
sendiri selalu dituangkan sebagai tidak ada perlakuan dan tidak langsung.
Kelompok ini bergantung pada kerelaan pemimpin kelompok dan difokuskan pada anggota kelompok.
Kepemimpinan teman sebaya ini merupakan kualitas yang membedakan kelompok
bantuan diri dan kelompok dukungan yang dipimpin pemimpin yang profesional.
Kualitas yang mempengaruhi
pelaksanaan kelompok bantuan diri difokuskan pada kesamaan peserta. Pemahaman
ini merupakan kunci pengubahan di antara anggota kelompok. Dengan kesamaan
tersebut, anggota kelompok ini memperoleh manfaat, seperti kekompakan dan
identitas, motivasi dan melihat perubahan persepsi dan perilaku dari anggota
yang lebih berpengalaman.
Praktek kelompok ini memungkinkan
anggota baru suatu waktu akan menjadi helper. Faktor ini membantu anggota
menjadi kurang tergantung, menjadi dapat melihat masalah dengan berjarak, dan
menjadi lebih dapat merasa mereka berguna secara sosial (Gardner dan Rusman,
1984). Sebenarnya penelitian (Lieberman & Borman, 1979) menyarankan bahwa
peserta dalam kelompok bantuan diri melaporkan kehormatan diri dan harga diri
dari yang kaya. Anggota juga melaporkan merasa lebih empatik terhadap orang
lain dan memperoleh rasa percaya diri yang besar.
Kelompok ini memberi kesempatan.
Kesempatan tetap diberikan pada anggota yang belum berhasil untuk terus
diterima dan didorong mencapai tujuan. Mereka merasa bebas mencoba lagi agar
berhasil.
Faktor lain yang menyebabkan
perubahan adalah ideologi. Terdapat tema yang menyatakan anggota, yang
memberikan titik berangkat dan sebab keinginan untuk berpartisipasi atas dasar
minat diri sendiri.
3. Peran Pemimpin Kelompok
Bantuan Diri
Pemimpin kelompok bantuan diri ini
diserahkan dengan sukarela. Banyak pemimpin kelompok ini memperoleh poisisi
mereka dari pengalaman dan masa kerja (Reordan & Biggs, 1987). Pemimpin
kelompok dapat juga lahir melalui pemilihan, yang biasanya menghadapi suatu
kepedulian dan diperkirakan berjangka waktu pendek.
Pimpinan kelompok sering menghadapi kesulitan dalam
penyusunan agenda. Jika agenda disusun secara kurang terstruktur, maka peserta
tidak menyadari pentingnya melaksanakan tingkah laku anggota kelompok yang
konstruktif. Sebaliknya, jika agenda disusun secara terlalu terstruktur, maka
peserta kurang sekali merasa memiliki pencapaian sasaran kelompok. Pimpinan
kelompok menghadapi kesulitan menghubungkan keduanya dalam kelompok. Silverman
(1980) menyatakan bahwa dalam beberapa kasus, pemimpin kelompok bantuan diri
seyogianya memenuhi kriteria sebagai berikut :
a.
mereka mesti mau menjadi
helper,
b.
mereka mesti mau berbicara dengan mudah
tentang pengalamannya sendiri, baik pengalaman berhasil maupun pengalaman
gagal,
c.
mereka mesti memperoleh
akomodasi atau resolusi terhadap masalahnya,
d.
mereka mesti memberi bantuan
diri pengalaman pribadinya sendiri ketimbang dari bacaan atau pendidikan
formalnya,
e.
mereka mesti memiliki cukup
waktu dan energi untuk bekerja.
Secara menyeluruh, pimpinan
kelompok seyogianya mencoba menciptakan armosfer kedekatan dalam kelompok dapat
menjadi kelompok terapi. Jika keseimbangan ini dicapai, kelompok akan berfungsi
memberi dan menerima dan anggota akan merasa lebih menyenangkan dan manfaat.
4. Hasil yang Diinginkan dari
Kelompok Bantuan Diri
Setidaknya ada dua hal yang
diinginkan sehubungan dengan kerja kelompok bantuan diri ini, yaitu : a. pada
tingkat kelompok global; b. tingkat personal. Pada tingkat global, anggota
diharapkan mengidentifikasi dan saling membantu satu sama lain. Sedangkan pada
tingkat personal, individu harus mengubah persepsi dan perilaku sebagai hasil
pengalaman kelompok bantuan diri (Gartner & Rusman, 1982).
Untuk dapat mencapai pertumbuhan
pribadi yang menyeluruh, individu dalam kelompok bantuan diri harus mencapai
keadaan berikut ini (Reordan & Biggs, 1987) : merasa tertarik pada orang
lain dalam kelompok; merasa mereka mendapat bantuan dengan anggota bantuan;
rela mengubah resiko; berpartisipasi aktif sebagai anggota kelompok; tanggung
jawab diri.
5. Evaluasi Kelompok Bantuan
Diri
Keuntungan-keuntungan yang dapat
diperoleh dalam kelompok bantuan diri ini adalah homogenitas anggota kelompok
yang menonjol menjadikan anggota sangat terspesialisasi. Kondisi ini sangat
menguntungkan kelompok karena akan ditopang oleh kekompakan dan kekhususan
masalah yang dihadapi. Selain itu, cara
anggota menstruktur waktu dan prinsip saling dukung di antara sesama anggota
adalah keunggulan tersendiri. Melalui
keunggulan ini, anggota-anggota kelompok bantuan diri memperbaiki dan
meningkatkan identitas diri dan harga diri. Dilihat dari segi kemanfaatannya,
biaya penyelenggaraan kelompok ini adalah efisien dan dapat dipakai melalui
bentuk psikoterapi yang lain; bimbingan psikoedukasi; dukungan untuk
memungkinkan orang menjadi lebih terintegrasi dan menyeluruh secara personal
(Antze, 1979). Dalam kelompok ini individu tidak hanya memperoleh pengetahuan
dan menyadari perasaan, tapi juga mendapat teman (Cole, 1983). Kelompok bantuan
diri ini membantu individu dan masyarakat mencapai tingkat kesehatan yang
tinggi dengan melibatkan orang bersama dalam cara yang multidimensional.
Di samping keuntungan-keuntungan
kelompok bantuan diri ini sebagaimana disebutkan di atas, terdapat pula
keterbatasan-keterbatasan dapat dikemukakan berikut ini. Sifat spesialisasi
anggota menyebabkan serta merta mengasingkan diri sendiri lebih jauh dari arus
masyarakat yang berubah sehingga keadaan ini dapat lebih berkembang ke arah
munculnya anggota-anggota maupun kelompok yang fanatik. Fanitisme kelompok ini
dapat memunculkan keraguan akan kemampuan beberapa kelompok untuk menopang
mereka sendiri. Ditambah pula dengan kenyataan
bahwa tiap anggota memiliki kualitas keterampilan membantu yang berbeda.
Harus diakui pula bahwa kurangnya penelitian tentang bagaimana kelompok ini
berkembang dan proses interaksi yang terjadi terhadap anggota membuat anggota
dalam keadaan tidak memiliki referensi pegangan untuk menyelenggarakan kelompok
ini. Sehingga banyak anggota kelompok ini menjadi terlalu diserap dalam bentuk
persoalan-persoalan yang biasa dan terlalu melihat masalah.
A. PEMBAHASAN
1. Kelompok Psikodrama
Psikodrama sebagai terapi kelompok
telah dihasilkan cukup lama, yakni pada tahun 1920 oleh Jacob Moreno. Samuel T.
Gladding (1945) menawarkan dua pendekatan terapi kelompok yang menarik, yaitu
kelompok psikodrama dan kelompok bantuan diri sendiri (psychodrama and
self-help groups). Masing-masing kelompok ini memiliki keunikan tersendiri dan
sangat menyenangkan dalam praktek kerja kelompok, yang masih jarang dirasakan
anggota kelompok/masyarakat. Kelangkaan ini dipengaruhi oleh kondisi rasional
personal di Indonesia yang belakangan ini banyak saling menyerang, bukan
mematuhi akar budaya positif nenek moyangnya yang santun, saling menghormati,
saling tolong menolong (gotong royong), saling koreksi diri sendiri dalam
menghadapi konflik-konflik sosial-pribadi.
Kembali ke persoalan inti,
psikodrama sebagai cara mengeksplorasi kejiwaan manusia melalui tindakan drama
sebagai cara yang formal menekankan keunikan pendekatan dengan memfasilitasi
klien mengalami dan menyenangkan diri sebagai ganti mengatakan kembali,
menganalisis konflik, dan mengungkap kejadian-kejadian emosi yang relevan.
Keunikan lain menurut penulis adalah ada peran-peran yang berbeda yang
diuraikan dalam panggung permainan peran (stage). Konselor/terapis menggunakan
bermain peran untuk memberi kesempatan pada individu untuk mempraktekkan
keterampilan-keterampilan sosial secara “spontan dan diorientasikan untuk
mengekspresikan secara kuat emosi-emosi, memperoleh pemahaman perilaku sendiri
dan secara realistik menilai perilaku orang lain” (______: 524-532). Dalam
psikodrama harus dipertimbangkan faktor personal dan faktor fisik seperti :
stage, protagonist, aktor, direktur dan audiens. Praktek seperti ini dapat
dipandang sebagai praktek yang lain dari pendekatan lainnya karena suasananya
berbeda, menyenangkan, semacam refreshing, sambil menyadari sisi-sisi gelap dan
terang dari diri dan orang lain.
Meskipun praktek psikodrama
terkesan rileks dan menyenangkan, sesungguhnya keberhasilan pelaksanaannya
dippengaruhi pula oleh penguasaan teknik-teknik, kejelian, persiapan yang
hati-hati dari seorang pimpinan kelompok. Pimpinan/direktur harus membangun tiga
bidang keterampilannya, yaitu (a) pengetahuan akan metode, prinsip-prinsip,
teknik-teknik, (b) pemahaman teori kepribadian dan hubungannya dengan
mengembangkan filosopi hidup, (c) kematangan dan perkembangan perilakunya
sendiri. Selain itu, pengalaman kerja kelompok dan pengalaman tersupervisi
pemimpin akan menambahkan keandalan pemimpin/direktur.
Pimpinan/direktur/konselor/terapis
perlu mengetahui dan menguasai fase-fase umumnya dalam kelompok psikodrama
(Gladding Samuel T, 1995 : 390-391) sebagai berikut : (1) fase pemanasan, tahap
ini dicirikan dengan penentuan direktur yang ia siap memimpin kelompok dan
anggota kelompok siap pula dipimpin, (2) fase tindakan, yang dicirikan dengan
enactment kepedulian protagonist, (3) fase integrasi, dicirikan dengan adanya
diskusi dan pengakhiran.
Selaras dengan itu, Jacobs, dkk.
(1994 : 44) membagi tiga tahap proses kelompok yaitu : (1) tahap awal
(beginning stage) pada dasarnya semua kelompok akan melalui tahap awal, kondisi
ini dapat berlangsung pada sesi pertama sampai dengan sesi akhir, (2) tahap
pertengahan (middle) yang disebut juga dengan tahap bekerja (working stage),
dalam kenyataannya selama tahap ini kelompok mencoba untuk menyelesaikan
tujuan-tujuannya, dan (3) tahap akhir (last stage), yang lamanya tergantung
pada jenis kelompok, lamanya waktu pertemuan dan perkembangan kelompok.
Tampak bahwa proses kelompok
umumnya tidak jauh berbeda antara pross kelompok yang satu dengan yang lainnya,
yaitu adanya fase awal, fase tindakan, fase akhir (penutup). Gambar berikut
ini (Samuel T. Gladding, 1995 : 392)
menggambarkan kecenderungan di atas dan hubungan intensitas emosi dengan fase
kelompok psikodrama. Waktu yang digunakan dalam menempuh fase pemanasan menuju
ke fase tindakan, menunjukkan intensitas emosi makin tinggi. Seterusnya fase
tindakan menuju ke fase integrasi, tampak emosi turun kembali.
Agar setiap fase dicapai dengan
efektif, ditawarkan delapan teknik-teknik utama dari beratus-ratus teknik
kelompok psikodrama yang ada, yaitu : (1) creative imagery, (2) the magic shop,
(3) sculpting, (4) the soliloqui technique, (5) monodrama (autodrama), (6) the
double and multiple double technique, (7) role reversal, dan (8) mirror
technique (Gladding Samuel T; 1995 : 392-393). Teknik-teknik ini dipandang
sebagai bahan acuan atau rujukan pemimpin yang dapat digunakan setelah
dianalisis efektivitasnya untuk menyelenggarakan kelompok psikodrama dengan
variasi atau keunikan peserta.
2. Kelompok Bantuan Diri
Sendiri (Self-help groups)
Kelompok bantuan diri sendiri ini
sangat populer di Amerika Uara, namun belum akrab bahkan masih jarang dikenal
kelompok-kelompok kegiatan di Indonesia .
Kelompok ini merupakan cara paling efektif untuk mengatasi masalah seperti
stres, kesulitan, dan rasa sakit. Keunggulan atau motor dari kelompok ini ada
pada kekuatan teman sebaya (peer group-nya), yaitu orang yang saling membantu
dalam seting kelompok. Dalam interaksi kelompok
teman sebaya, latar belakang yang sama, merasa senasib sepenanggungan,
melahirkan kekohesifan kelompok dan menjadikan kelompok ini memberi dampak yang
positip terhadap hasil-hasil yang diinginkan oleh anggota kelompok. Kelompok
yang solid dan saling tolong menolong, saling percaya merupakan teamwork yang
baik dan siap mencapai sasaran kelompoknya. Ciri-ciri kelompok seperti ini
biasanya harus ada pada kelompok bantuan diri.
Penulis berpendapat bahwa kelompok
bantuan diri ini hanya diakui keberadaannya, tetapi belum ada upaya serius
untuk mengkaji interaksi yang terjadi di antara anggota kelompok agar kelompok
ini efektif dalam memberi pengaruh terhadap keseluruhan anggotanya. Kajian yang
kurang memadai tentang kelompok ini didukung oleh kurangnya penelitian mengenai
bagaimana kelompok ini berkembang dan proses interaksi apa yang terjadi dalam
kelompok bantuan diri itu.
DAFTAR PUSTAKA
Gazda, G.M. (1974). Group Counseling : A Developmental
Approach, Boston
: Allyn and Bacon Inc.
Gladding, Samuel T. (1995). Group Work
: A Counseling Specialty, Second Edition. New Jersey : Prentice-hall.
Buku psikodramanya beli dimana kakaks ?
ReplyDelete