Jun 13, 2011

Proses Bermain dan Kognitifitas


D. Singer dan J. Singer (1990) mengemukakan wilayah-wilayah perkembangan kognitif yang difasilitasi oleh aktivitas bermain pura-pura. Bermain membantu anak untuk (a) memperluas kosa kata dan hubungan obyek-obyek dengan tindakan, (b) mengembangkan keajegan  obyek, (c) membentuk skema-skema  dan naskah peristiwa, (d) mempelajari strategi-strategi untuk memecahkan masalah,  (e) mengembangkan kemampuan berpikir divergen, dan (f) mengembangkan fleksibilitas dalam pergantian di antara tipe-tipe pemikiran yang berbeda (naratif dan logis).
            Dua kategori utama dari proses kognitif yang penting dalam kreativitas adalah kemampuan berpikir divergen dan transformasi.  Kedua proses tersebut telah diidentifikasi oleh Guilford (1968) sebagai suatu hal yang penting bagi dan unik untuk pemecahan masalah kreatif.  Berpikir divergen adalah pemikiran yang menyebar pada arah yang berbeda. Misalnya, suatu tipe item dalam sebuah tes berpikir divergen adalah “berapa banyak penggunaan batu bata yang dapat kamu pikirkan?” Guilford memikirkan konsep kunci yang melandasi kemampuan produksi divergen sangat beragam. Wallach (1970) menyatakan bahwa  berpikir divergen bergantung pada aliran ide-ide/gagasan dan “kecairan dalam menghasilkan unit-unit kognitif” (hal. 1240). Berpikir divergen meliputi asosiasi bebas, kemampuan membaca yang luas, dan kecairan berpikir. Berpikir divergen ditemukan sebagai inteligensi yang berdiri sendiri  secara relatif  (Runco, 1991). Kemampuan transformasi memungkinkan individu untuk melakukan reorganisasi informasi dan keluar dari cara-cara berpikir yang lama. Kemampuan transformasi memungkinkan individu untuk mengubah atau merevisi apa yang telah diketahui seseorang menjadi suatu pola-pola  atau konfigurasi yang baru. Kemampuan transformasi meliputi kemampuan untuk keluar dari perangkat yang lama dan melihat suatu cara baru untuk memecahkan masalah.
            Proses-proses kognitif lainnya yang penting dalam, namun tidak unik untuk, pemecahan masalah kreatif adalah: kepekaan terhadap masalah dan penemuan masalah (Getzels & Csikzentmihalyi, 1976); persistensi tugas dan mencoba pendekatan alternatif pemecahan masalah (Weisberg, 1988);  keluasan pengetahuan dan minat terhadap banyak hal (Barron & Harrington, 1981);  insight ‘wawasan’  dan kemampuan sintesis (Sternberg, 1988); dan kemampuan evaluatif (Guilford, 1950; Runco, 1991).
            Penelitian-penelitian  telah mendukung adanya suatu hubungan antara bermain dan sejumlah proses kognitif tersebut (Dansky, 1980; Fein, 1981; D. Singer & J. Singer, 1990). Sekalipun kebanyakan studi tersebut memiliki disain korelasional, namun studi eksperimental dan penelitian longitudinal yang dirancang dengan baik mengungkapkan bahwa inferensi kausal dapat dibuat. Saltz, Dixon dan Johnson (1977) menemukan bahwa bermain fantasi memfasilitasi fungsi kognitif dalam berbagai pengukuran. Mereka berteori bahwa bermain fantasi berhubungan dengan perkembangan kognitif  karena adanya pelibatan keterampilan-keterampilan  representasional dan pembentukan formasi.  J. Singer dan D. Singer (1976) menyimpulkan bahwa kapasitas untuk bermain imajinatif  secara positif berhubungan dengan berpikir divergen, kefasihan verbal, dan fungsi kognitif  secara umum. Sherrod dan Singer (1979) menyatakan bahwa bermain fantasi dan kognisi merupakan suatu sistem transaksional – saling memfasilitasi satu sama lain.
            Penelitian awal mengenai bermain dan pemecahan masalah kreatif menginvestigasi bermain dan kemampuan wawasan. Dalam serangkaian studinya, Sylva, Bruner, dan Genova (1976) menyimpulkan bahwa bermain pada anak usia 3 hingga 5 tahun memfasilitasi wawasan dalam suatu tugas pemecahan masalah. Dalam satu studi, mereka memiliki tiga kelompok anak. Kelompok pertama bermain dengan obyek yang pada akhirnya digunakan dalam tugas pemecahan masalah. Kelompok kedua mengobservasi anak-anak yang diuji memecahkan masalah. Kelompok kontrol yang ketiga, diperlihatkan kepada bahan-bahan/material bermain. Secara signifikan, lebih banyak  kelompok  anak yang bermain dan mengobservasi yang memecahkan masalah dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kelompok yang bermain lebih berorientasi tujuan dalam usaha mereka memenuhi tugas dan lebih memungkinkan untuk mencari solusi bersama daripada kelompok yang lainnya.
            Vandenberg (1978) memperhalus metodologi eksperimental dari Sylva, Bruner, dan  Genova dengan melakukan studi menggunakan kelompok usia yang lebih luas, yakni  4 hingga 10 tahun. Kelompok eksperimental bermain dengan material yang digunakan dalam tugas pemecahan masalah, dan kelompok kontrol ditanya mengenai material tersebut. Anak-anak juga diberi petunjuk untuk solusinya.  Kelompok yang bermain secara signifikan dapat mengerjakan tugas lebih baik pada salah satu dari dua tugas wawasan yang diikuti dengan intervensi. Anak yang berusia 6 dan 7 tahun, paling diuntungkan dari pengalaman bermain tersebut. Vandenberg menyimpulkan bahwa hubungan antara bermain dan penggunaan alat yang penuh wawasan dimediasi oleh usia dan karakteristik-karakteristik tugas.
            Smith dan Dutton (1979) membandingkan efek dari kelompok yang bermain, berlatih, dan dua kelompok kontrol pada dua tugas wawasan anak usia 4 tahun. Kelompok yang bermain dan berlatih secara signifikan dapat melakukan dengan lebih baik dibandingkan kelompok kontrol pada tugas yang pertama. Kelompok yang bermain secara signifikan melakukan lebih baik daripada semua kelompok yang lain pada tugas yang kedua, dengan motivasi usaha yang disyaratkan. Terdapat lebih banyak pemecah masalah yang termotivasi dalam kondisi bermain daripada kondisi yang lain.
            Vandenberg (1980), dalam reviu tentang studi wawasan dan bermain, menyimpulkan, semua studi tersebut memiliki penemuan yang konsisten bahwa bermain memfasilitasi penggunaan alat yang penuh wawasan dan meningkatkan aktivitas tugas yang termotivasi. Variabel-variabel tipe dan kesulitan tugas serta usia merupakan faktor mediasi. Vandenberg mempertegas kesamaan antara bermain dan kreativitas. Baik dalam bermain maupun kreativitas, keduanya menciptakan kebaruan dari hal  yang  biasa dan mengesampingkan sesuatu yang sudah dikenal. 
            Ada sejumlah penelitian substansial yang telah menemukan suatu hubungan antara bermain dan berpikir divergen. D Singer dan J. Singer (1990) memandang bermain sebagai suatu cara mempraktikkan kemampuan berpikir divergen. D. Singer dan Rummo (1973) menemukan suatu hubungan antara bermain dan berpikir divergen pada sejumlah anak laki-laki di Taman Kanak-kanak. Pepler dan Ross (1981) menemukan bahwa bermain itu berkaitan dengan berpikir divergen. Feitelson dan Ross (1973) menemukan bahwa bermain tematik mempermudah berpikir kreatif. Pengelamanan dengan suatu tugas berpikir divergen mempermudah performansi pada tugas-tugas berpikir divergen dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Pepler (1979). Di dalam penelitian itu, performansi pada tugas berpikir divergen dapat diprediksi dari ekspresi simbol-simbol dan bermain representasional. Hughes (1987) meneliti anak usia 4 dan 5 tahun serta melaporkan bahwa bermain manipulatif dengan obyek dapat memfasilitasi berpikir divergen, namun hanya untuk sejumlah respon nonstandar pada the Alternate Uses Test. Johnson (1976) menemukan bahwa bermain khayalan sosial berkaitan dengan berpikir divergen. Clark, Griffing, dan Johnson (1989) menemukan suatu hubungan antara berpikir divergen pada anak laki-laki pra sekolah. Shmukler (1982-1983) melaksanakan suatu studi longitudinal yang menemukan bahwa kecenderungan imajinatif prasekolah dan imajinasi ekspresif dalam bermain berkaitan dengan imajinasi dan kreativitas di kemudian hari. Shmukeler yakin bahwa bermain imajinatif merefleksikan suatu kapasitas umum untuk berpikir kreatif.
            Wallach (1970) menekankan pentingnya hubungan antara berpikir divergen dan fantasi. Subyek-subyek yang mencetak skor yang baik pada tes berpikir divergen menghasilkan cerita-cerita novel pada TAT (Maddi, 1965) dan terlibat dalam aktivitas menghayal (J. Singer, 1973). Wallach (1970) berpendapat bahwa penyebaran keluasan perhatian adalah variabel penting yang terlibat dalam tugas-tugas berpikir divergen. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Kogan (1983), penyebaran keluasan perhatian merujuk pada suatu pembacaan lingkungan dan memori di dalam suatu cara yang asosiasional. Baik kreativitas maupun fantasi membagi penyebaran keluasan perhatian. Dari suatu perspektif kognitif, variabel ini juga dapat memperhitungkan kaitan bermain – kreativitas.
            Pada beberapa penelitian eksperimental yang penting, bermain mempermudah berpikir divergen pada anak-anak prasekolah (Dansky, 1980; Dansky & Silverman, 1973). Secara khusus, Dansky dan Silverman menemukan bahwa anak-anak yang bermain dengan obyek-obyek selama suatu periode bermain memberi lebih banyak penggunaan secara signifikan untuk obyek-obyek itu dibandingkan yang dilakukan para subyek kontrol. Di dalam penelitian setelah itu, Dansky (1980) menemukan bahwa bermain khayalan adalah mediator hubungan antara bermain dan pikiran divergen. Bermain bebas mempermudah pemikiran divergen, namun hanya untuk anak-anak yang terlibat dalam bermain khayalan. Juga, pada penelitian kedua ini, bermain memiliki suatu efek yang digeneralisir dalam hal obyek-obyek tersebut dalam periode bermain itu berbeda dari obyek-obyek dalam periode tes. Dua penelitian ini penting karena penelitian tersebut adalah penelitian eksperimental yang menunjukkan suatu efek langsung dari bermain  pada berpikir divergen.
            Penelitian Dansky (1980) itu dikritik oleh Smith dan Whitney (1987). Dalam suatu penelitian yang dilaksanakan dengan cermat, mereka gagal mengkonfirmasikan hipotesis bahwa bermain akan meningkatkan pemikiran divergen pada anak-anak prasekolah. Salah satu dari perbedaan antara penelitian mereka dan penelitian Dansky adalah penggunaan suatu penguji yang berbeda untuk memberikan tugas berpikir divergen setelah tugas bermain tersebut. Mereka menghubungkan efek eksperimental yang ditemukan di dalam penelitian Dansky pada bias eksperimenter yang tidak disadari selama penelitian. Kendatipun demikian, kemungkinan lain adalah bahwa pengenalan suatu penguji baru antara tugas bermain dan tugas  berpikir divergen terganggu dengan kumpulan eksperimental yang disebabkan oleh bermain tersebut. Jadi, tidak ada  efek eksperimental bermain pada pemecahan masalah. Poin penting lainnya di sini adalah bahwa telah ada sejumlah penelitian korelasional (Lieberman, 1977; Russ & Grossman-McKee, 1990; D. Singer & Rummo, 1973) yang telah menemukan suatu hubungan antara bermain dan kreativitas yang menggunakan penguji-penguji berbeda untuk bermain dan tugas kreativitas. Kendatipun demikian, Smith dan Whitney mengangkat suatu catatan penting dari perhatian mengenai pengontrolan untuk bias eksperimenter dan sebanyak kemungkinan dalam studi-studi bermain dan kreativitas.
            Fisher (1992) melaksanakan suatu meta-analisis terhadap 46 penelitian dalam bidang bermain dan perkembangan anak sampai tahun 1987. Ia menyelidiki pengaruh dari bermain pada proses-proses kognitif, afektif-sosial, dan linguistik. Baik studi korelasional maupun eksperimental itu tercakup. Secara umum, ia menemukan suatu ukuran efek yang sederhana/sedang (ES) 0.347. Ukuran efek yang paling besar adalah untuk berpikir divergen dan kriteria pengambilan perspektif (ES=0.387 dan 0.392, secara berturut-turut). Ia menyimpulkan bahwa bermain menghasilkan peningkatan dalam perkembangan  anak. Ukuran efek yang paling kuatnya adalah untuk kemampuan-kemampuan kognitif yang penting dalam berpikir kreatif. Fisher juga menemukan bahwa bermain memberi pengaruh kuat pada pemerolehan bahasa dasar.
            Rasionalisasi teoretis Dansky (1980) untuk berhipotesis bahwa bermain akan memfasilitasi/mempermudah pemikiran divergen adalah bahwa proses dari kombinasi bebas obyek-obyek dan gagasan-gagasan yang dipakai dalam bermain itu mirip dengan unsur-unsur yang dipakai dalam berpikir kreatif. Dansky (1980) berspekulasi bahwa transformasi simbolik bebas yang menjadi sifat dalam bermain pura-pura membantu menciptakan suatu perangkat kognitif temporer ke arah pelonggaran asosiasi-asosiasi lama. Gagasan-gagasan ini konsisten dengan karya Sutton-Smith (1966, 1992). Sutton-Smith menekankan peran bermain dalam perkembangan fleksibilitas pemecahan masalah. Bermain memberikan kesempatan untuk mengeksplorasi kombinasi-kombinasi baru dari gagasan-gagasan dan untuk mengembangkan asosiasi-asosiasi baru bagi obyek-obyek lama. Transformasi obyek yang muncul dalam bermain membantu mengembangkan kapasitas untuk melihat obyek-obyek lama dalam cara-cara baru. Kapasitas untuk melihat obyek-obyek lama dan ggasan-gagasan dalam cara-cara baru juga harus dibantu dalam mengembangkan kemampuan-kemampuan transformasi; yakni, kemampuan memecahkan sekumpulan pemikiran lama dan melihat suatu solusi baru pada suatu permasalahan. Kogan (1983) juga menyarankan bahwa perilaku bermain anak melibatkan pencarian untuk mode alternatif/pengganti bagi obyek-obyek dalam tugas-tugas berpikir divergen.
            Pellegrini (1992) juga mengidentifikasi fleksibilitas sebagai suatu hubungan antara bermain dan kreativitas. Di dalam suatu penelitian terhadap anak-anak laki-laki kelas tiga dan lima, fleksibilitas dalam bermain rough and thumble ‘kekacauan dan kekasaran’ adalah bersifat prediktif terhadap respon-respon pemecahan masalah prososial. Pellegrini berpendapat bahwa dalam bermain, anak-anak mengkombinasikan kembali perilaku dan mengembangkan strategi-strategi yang fleksibel. Beragam daftar pemecahan masalah itu membantu dalam kompetensi sosial. Saracho (1992) menemukan hasil-hasil yang juga mendukung suatu kaitan antara bermain dan fleksibilitas. Ia menemukan bahwa anak-anak yang tidak terikat bidang terlibat lebih banyak dalam bermain dibandingkan dengan anak-anak yang terikat bidang. Ia menyimpulkan dari upaya mengamati aktivitas bermain anak-anak bahwasanya anak-anak yang tidak terikat bidang menunjukkan fleksibilitas kognitif.
            Sampai saat ini, penelitian berkenaan dengan bermain dan kreativitas telah memfokuskan pada variabel-variabel kognitif sebagai mekanisme yang melandasi hubungan tersebut. Sebagaimana telah dibahas, penjelasan-penjelasan telah mencakup praktik dengan aktivitas berpikir divergen, rekombinasi obyek dan gagasan, transformasi simbolis, penyebaran keluasan perhatian, dan pelonggaran kumpulan kognitif lama atau fleksibilitas kognitif.

No comments:

Post a Comment

Ayo semua...

jadikan hidup kita lebih berarti dan bermanfaat bagi kita
bagi dunia kita...

salam selalu untuk Kalian...