Showing posts with label psikologi pendidikan. Show all posts
Showing posts with label psikologi pendidikan. Show all posts

Feb 4, 2013

PSIKODRAMA DAN KELOMPOK BANTUAN DIRI


KELOMPOK PSIKODRAMA DAN KELOMPOK BANTUAN DIRI
(Psychodrama and Self Help Groups)



            Secara spesifik, kelompok psikodrama dan kelompok bantuan diri didisain dengan struktur dan dinamika. Karenanya pendekatan ini bekerja dengan orang lain (difokuskan pada kelompok). Praktek pendekatan ini tidak digali dari teori-teori konseling individual, tetapi pada saat yang sama, harus pula dibuktikan bahwa psikodrama termasuk tahapan kelompok maupun individual (Moreno, 1946) dan beberapa bentuk bantuan diri dilaksanakan baik atas dasar individual maupun kelompok. Teori-teori yang digunakan dalam kelompok psikodrama dan bantuan diri umumnya menekankan pada interaksi interpersonal.
            Psikodrama sebagai intervensi terapeutik teathre Moreno ditujukan pada kemanfaatan bermain peran dalam kelompok psikoedukasional, psikoterapeutik, manajemen (Blatner, 1988a; 1989; Corsini, 1968), sedangkan kelompok bantuan diri tumbuh dari adanya kebutuhan untuk memperoleh bantuan, dukungan, dan pengetahuan yang tidak dapat diperoleh dari helpper yang profesional.

A.   KELOMPOK PSIKODRAMA
Psikodrama merupakan suatu cara mengeksplorasi kejiwaan manusia melalui adegan drama, yang diciptakan dan dikembangkan oleh J.L. Moreno sekitar tahun 1920-1930 (D’Amato & Dean, 1988; Goldman & Morrison, 1984).

1.    Premis Kelompok Psikodrama
a.    Manusia dalam masyarakat terus menerus berkembang dan sadar terhadap kejadian yang menyentuh kehidupan mereka pada suatu tahap perkembangan.
b.    Hati psikodrama adalah pertemuan, konsep eksistensialis yang melibatkan kontak psikologis dan fisik yang menyeluruh antara orang-orang atas dasar kesempurnaan, konkrit dan intens dalam “here and now”.
c.    Spontanitas adalah respon seseorang yang berisi tingkat ketepatan pada situasi baru atau tingkat kejujuran pada suatu situasi lama.
d.    Situasi, dititikberatkan pada sekarang yang memunculkan hambatan waktu yang alami, ruang dan keadaan eksistensi yang dihapuskan.
e.    Tele, komunikasi perasaan-perasaan yang menyeluruh di antara orang-orang sebagai perekat yang membangun kelompok secara bersama, misalnya : empati.
f.     Catharsis dan pemahaman, merupakan produk akhir dari spontanitas dan tele.

2.    Praktek Psikodrama dalam Kelompok
Praktek psikodrama berlangsung secara multidimensional. Pertama, terdapat faktor-faktor personal  dan fisik yang harus dipertimbangkan, seperti : sebuah ruangan, seorang pelaku utama, aktor, direktur, audiens (Blatner, 1988a; Hashel, 1973).
The stage merupakan tempat dimmana peerbuatan berlangsung, yang mungkin berbentuk flat resmi, bagian kamar dan sebagainya.
Protagonist adalah seorang pelaku yang memerankan perilaku jelas psikodrama. Ia dapat memainkan banyak bagian. Di satu saat ia memainkan bagian berbeda dari diri sendiri, pada saat lain ia keluar dari babak dan mengobservasi. Unsur kunci pada protagonist adalah spontanitas.
Aktor merupakan orang yang memainkan bagian objek atau orang penting yang lain dalam permainan itu.
Direktur adalah seseorang yang mengarahkan protagonist.
Audience adalah istilah yang dipakai untuk menerangkan orang lain yang mungkin hadir selama psikodrama. Audience bertujuan memberi umpan balik (feedback) menanggapi apa yang mereka lihat, dengar dan rasakan selama psikodrama.     
Teknik yang dipakai dalam psikodrama bergantung pada banyak variabel. Variabel penting yang mempengaruhi penggunaan teknik adalah situasi protagonist, keterampilan direktur, kemampuan perolehan aktor, besarnya audiens (penonton), tujuan sesi, fase pelaksanaan psikodrama.
Proses psikodrama pada umumnya berlangsung melalui tiga fase, yaitu :
a.    Fase pemanasan, fase ini ditandai dengan penentuan direktur yang siap memimpin kelompok dan anggota siap dipimpin. Proses ini melibatkan aktivitas verbal dan nonverbal. Fase ini harus mempersiapkan segala sesuatu untuk masuk pada fase tindakan.
b.    Fase tindakan, fase ini melibatkan tindakan yang jelas kepedulian-kepedulian protaganist. Hal terpenting dalam fase ini adalah bahwa protagonist mengekspresikan emosi-emosi tertekan dan menemukan cara baru yang efektif untuk bertindak.
c.    Fase integrasi, fase ini melibatkan diskusi dan penutupan (closure). Umpan balik sangat penting dari setiap anggota dan protagonist agar tindakan yang jelas  (enactment) perubahan dan integrasi tercipta.
Sebenarnya banyak teknik psikodrama, tetapi berikut ini hanya beberapa teknik utama yang dikemukakan sebagai berikut :
1)    Creative imagery, teknik pemanasan untuk mengundang peserta psikodrama membayangkan babak dan objek yang menyenangkan dan netral, ide teknik ini membantu peserta menjadi lebih spontan.
2)    The magic shop, teknik pemanasan yang berguna bagi protagonist yang ragu tentang nilai mereka dan tujuan.
3)    Sculpting, anggota kelompok menggunakan metode nonverbal untuk menyusun orang lain dalam kelompok konfigurasi seperti kelompok orang yang signifikan yang sesuai dengan orang-orang dalam keluarganya dan sebagainya. Penyusunan ini melibatkan postur tubuh dan membantu anggota melihat, mengetahui persepsi mereka tentang orang lain yang signifikan dengan cara yang lebih dinamis.
4)    Teknik berbicara, teknik ini melibatkan protagonist memberi suatu monolog tentang situasinya.
5)    Monodrama (autodrama), bentuk inti terapi gestalt. Dalam teknik ini, protagonist memainkan semua bagian tindakan yang jelas; tidak terdapat ego pembantu yang digunakan.
6)    The double and multiple double technique, suatu teknik yang terdiri atas pengambilan peran aktor dari ego protagonist dan membantu protagonist mengekspresikan perasaan sesungguhnya secara lebih jelas. Jika protagonist memiliki perasaan ragu, maka teknik multiple double dapat digunakan.
7)    Role reversals, teknik dimana protagonist memindahkan peran dengan orang lain pada tahap dan memainkan bagian orang itu; anggota kelompok berbuat bertentangan dengan apa yang mereka rasakan.
8)    Teknik cermin, protagonist memperhatikan dari luar tahap sementara seorang ego pembantu mencerminkan kata-kata, mimik, dan postur protagonist. Teknik ini dipakai pada fase tindakan untuk membantu protagonist melihat dirinya secara lebih akurat.

Gambar berikut mengilustrasikan bagaimana intensitas emosi dalam ketiga fase psikodrama berubah menurut waktu yang diterakan sebagai berikut :



1.    Peran Pemimpin Kelompok Psikodrama
           Direktur psikodrama memiliki banyak peran. Moreno (1953, 1964) menyarankan bahwa direktur berperan sebagai produser, fasilitator, pengamat, dan seorang analis. Blatner (1988a) menyatakan lebih lanjut bahwa seorang direktur seyogianya membangun keterampilannya dalam tiga bidang yang saling tergantung, yaitu : a. pengetahuan tentang metode-metode , prinsip-prinsip, dan teknik-teknik; b. pemahaman tentang teori kepribadian dan hubungannya dengan pengembangan pembentukan filosofi hidup; c. pematangan dan perkembangan kepribadiannya sendiri. Ia juga menambahkan bahwa ilmu pengetahuan yang luas tentang hidup dan hakikat manusia, seorang direktur diharapkan memiliki kerja khusus dalam bidang pokok seperti psikologi umum, proses kelompok, psikologi humanistik, teori komunikasi, dan komunikasi nonverbal.
       Direktur berfungsi untuk menyelenggarakan tugas-tugas seperti memimpin pengalaman pemanasan, mendorong pengembangan kepercayaan dan spontanitas, menetapkan struktur, agar protagonist dapat mengidentifikasi dan bekerja berdasarkan pokok-pokok pikiran yang signifikan dalam hidup mereka, melindungi anggota dari terbius oleh orang lain dan membawakan beberapa bentuk penghentian sesi kelompok (Hashell, 1973; Ohlsen et al., 1988). Untuk menyelenggarakan tugas tersebut dengan benar, direktur yang potensial seyogianya sudah mengalami banyak psikodrama dan mendapatkan supervisi langsung dari direktur yang lebih berpengalaman. Secara menyeluruh, Corsini (1966) menyimpulkan bahwa direktur kelompok yang efektif memiliki tiga kualitas, yaitu : 1) kreativitas, 2) dorongan, dan 3) kharisma. Individu seperti ini akan bekerja keras untuk kebaikan kelompok dan senantiasa berani mengambil resiko untuk membantu anggota mencapai tujuan.

2.    Hasil yang Diinginkan dari Kelompok Psikodrama     
            Moreno (1964) berpendapat bahwa hasil psikodrama yang diinginkan dapat dikemukakan seperti penciptaan katarsis, pemahaman dan resolusi emosional. Yablonsky (1976) mengatakan bahwa tujuan psikodrama Moreno adalah untuk mengembangkan suatu theatrical catedral bagi perilisan spontanitas manusia yang alami dan kreativitas yang dimiliki tiap orang secara alami. Melalui psikodrama, individu seyogianya mampu mengalami dan bekerja melalui kejadian yang diantisipasi sekarang, masa lalu yang menyebabkan mereka tertekan. Ketika mereka telah memperoleh pemahaman kognitif dan emosional dengan mengatasi kesulitan-kesulitannya, maka mereka akan mencapai tahap kesadaran diri, penyesuaian kembali, integrasi, penemuan, kontrol dan pencegahan (Ohlsen et al, 1988).
         Secara lebih esensial, peserta psikodrama rela mengambil resiko dan terbuka terhadap umpan balik yang konstruktif dari audiens dan direktur. Salah satu yang diinginkan dari psikodrama adalah pembelajaran yang terjadi ketika seseorang bukan protagonist utama. Ada pengaruh pemindahan dari pendekatan ini yang membantu dan memperhatikan karakter orang terutama mencapai resolusi pada persoalan penting.


3.    Evaluasi Kelompok Psikodrama
Keuntungan-keuntungan :
a.    Keuntungan yang utama terletak pada keragamannya. Psikodrama cocok digunakan dalam lingkungan psikoterapeutik maupun dalam seting psikoedukasional dan seting bisnis. Ia dapat diterapkan pada segala tingkat usia, pendidikan, sosial, ekonomi. Bentuk psikodrama digunakan dalam terapi keluarga, treatmen adiksi, latihan teologi dan kepekaan keadaan (Gendron, 1980).
b.    Aspek positif lainnya terletak pada potensialitas pengajarannya.
c.    Pembentukan spontanitas dan kreativitas pada pemimpin dan anggota kelompok.
d.    Pengaruhnya seakan-akan mengalami sendiri dan integratif.
e.    Sebagai masukan dan umpan balik yang penonton dan direktur berikan pada protagonist satu sama lainnya.
Keterbatasan-keterbatasan :
1)    Bahaya terlalu melebih-lebihkan psikodrama  terhadap dirinya sendiri maupun terhadap penonton (Grenberg, 1974a).
2)    Kuantitas dan kualitas penelitian yang menyangkut psikodrama.
3)    Dikaitkan dengann pemerolehan hasil latihan.
4)    Psikodrama kemungkinan terlalu banyak memfokuskan pada perasaan-perasaan ketimbang perubahan perilaku.

B. KELOMPOK BANTUAN DIRI   
            Terdapat lebih dari 500.000 kelompok bantuan diri di Amerika Utara dengan 12-15 juta anggota aktif (Brown, 1988; Farley, 1988; Squnes, 1988). Kelompok bantuan diri ini merupakan suatui cara yang efektifmenangani masalah-masalah seperti stress, kesulitan, rasa sakit. Kelompok-kelompok ini dapat digolongkan sebagai berikut :
1.    Kelompok-kelompok yang membantu orang dan keluarga dengan masyarakat kesehatan mental atau fisik utama (misal : kelompok bagi keluarga yang mempunyai anggota dengan penyakit Alzheimer atau yang mengalami depresi kronik).
2.    Kelompok-kelompok yang memberi bantuan pengubahan perilaku gangguan adiktif (misalnya : ketergantungan alkohol, makan berlebih).
3.    Kelompok-kelompok yang memberi dukungan sosial bagi orang yang tengah dalam transisi yang sulit (misalnya : masa orang tua, masa tua yang sendiri,  kehilangan).
4.    Kelompok-kelompok yang melindungi terhadap populasi khusus (misalnya : orang yang mengalami hambatan, manula, wanita).
5.    Kelompok-kelompok yang bekerja melawan diskriminasi (misalnya : perbedaan dalam jenis kelamin, etnik).
6.    Kelompok-kelompok yang menangani masalah-masalah umum dan kondisi-kondisi (misalnya : kecemasan yang berlebihan, tuli)(Paskart & Madara, 1985).
Dalam bagian ini, akan dititikberatkan pada apakah kelompok bantuan diri itu dan bagaimana kelompok itu berbeda dari kelompok dukungan dan kelompok yang dipimpin dengan profesional.

1.    Premis-premis Kelompok Bantuan Diri
a.     Terdapat sejumlah besar kesulitan individual. Oleh karena itu, orang kemungkinan banyak dibantu dengan cara bekerja dengan orang lain yang memiliki latar belakang yang sama (Pearson, 1986).
b.     Ide bahwa keanggotaan yang homogen dalam suatu kelompok sangat membantu dalam memajukan perubahan.
c.     Ada  faktor terapeutik dalam kelompok ini yang didasarkan atas dimensi afektif, behavioral dan kognitif (Cole, 1983; Yalom, 1985).
d.     Pengaruh kelompok ini dapat positif dan menembus selama dan setelah seseorang menjadi seorang anggota (Pearson, 1986; Yalom, 1985).



2.    Praktek Bantuan Diri dalam Kelompok
Tiap kelompok bantuan diri memiliki karakteristik yang khusus, tetapi ada kualitas yang cukup umum antara kelompok bantuan diri yang melalui kelompok ini secara khusus dapat dilakukan. Dengan mengutamakan saling membantu, para peneliti suka menyebut kelompok ini sebagai mutual help groups (kelompok-kelompok saling bantu).
Kelompok bantuan diri melibatkan tujuan, pemimpin dan anggota memiliki suatu maksud. Meskipun kelompok itu sendiri selalu dituangkan sebagai tidak ada perlakuan dan tidak langsung. Kelompok ini bergantung pada kerelaan pemimpin kelompok  dan difokuskan pada anggota kelompok. Kepemimpinan teman sebaya ini merupakan kualitas yang membedakan kelompok bantuan diri dan kelompok dukungan yang dipimpin pemimpin yang profesional.
Kualitas yang mempengaruhi pelaksanaan kelompok bantuan diri difokuskan pada kesamaan peserta. Pemahaman ini merupakan kunci pengubahan di antara anggota kelompok. Dengan kesamaan tersebut, anggota kelompok ini memperoleh manfaat, seperti kekompakan dan identitas, motivasi dan melihat perubahan persepsi dan perilaku dari anggota yang lebih berpengalaman.
Praktek kelompok ini memungkinkan anggota baru suatu waktu akan menjadi helper. Faktor ini membantu anggota menjadi kurang tergantung, menjadi dapat melihat masalah dengan berjarak, dan menjadi lebih dapat merasa mereka berguna secara sosial (Gardner dan Rusman, 1984). Sebenarnya penelitian (Lieberman & Borman, 1979) menyarankan bahwa peserta dalam kelompok bantuan diri melaporkan kehormatan diri dan harga diri dari yang kaya. Anggota juga melaporkan merasa lebih empatik terhadap orang lain dan memperoleh rasa percaya diri yang besar.
Kelompok ini memberi kesempatan. Kesempatan tetap diberikan pada anggota yang belum berhasil untuk terus diterima dan didorong mencapai tujuan. Mereka merasa bebas mencoba lagi agar berhasil.
Faktor lain yang menyebabkan perubahan adalah ideologi. Terdapat tema yang menyatakan anggota, yang memberikan titik berangkat dan sebab keinginan untuk berpartisipasi atas dasar minat diri sendiri.

3.    Peran Pemimpin Kelompok Bantuan Diri
Pemimpin kelompok bantuan diri ini diserahkan dengan sukarela. Banyak pemimpin kelompok ini memperoleh poisisi mereka dari pengalaman dan masa kerja (Reordan & Biggs, 1987). Pemimpin kelompok dapat juga lahir melalui pemilihan, yang biasanya menghadapi suatu kepedulian dan diperkirakan berjangka waktu pendek.
Pimpinan  kelompok sering menghadapi kesulitan dalam penyusunan agenda. Jika agenda disusun secara kurang terstruktur, maka peserta tidak menyadari pentingnya melaksanakan tingkah laku anggota kelompok yang konstruktif. Sebaliknya, jika agenda disusun secara terlalu terstruktur, maka peserta kurang sekali merasa memiliki pencapaian sasaran kelompok. Pimpinan kelompok menghadapi kesulitan menghubungkan keduanya dalam kelompok. Silverman (1980) menyatakan bahwa dalam beberapa kasus, pemimpin kelompok bantuan diri seyogianya memenuhi kriteria sebagai berikut :
a.    mereka mesti mau menjadi helper,
b.     mereka mesti mau berbicara dengan mudah tentang pengalamannya sendiri, baik pengalaman berhasil maupun pengalaman gagal,
c.    mereka mesti memperoleh akomodasi atau resolusi terhadap masalahnya,
d.    mereka mesti memberi bantuan diri pengalaman pribadinya sendiri ketimbang dari bacaan atau pendidikan formalnya,
e.    mereka mesti memiliki cukup waktu dan energi untuk bekerja.
Secara menyeluruh, pimpinan kelompok seyogianya mencoba menciptakan armosfer kedekatan dalam kelompok dapat menjadi kelompok terapi. Jika keseimbangan ini dicapai, kelompok akan berfungsi memberi dan menerima dan anggota akan merasa lebih menyenangkan dan manfaat.


4.    Hasil yang Diinginkan dari Kelompok Bantuan Diri
Setidaknya ada dua hal yang diinginkan sehubungan dengan kerja kelompok bantuan diri ini, yaitu : a. pada tingkat kelompok global; b. tingkat personal. Pada tingkat global, anggota diharapkan mengidentifikasi dan saling membantu satu sama lain. Sedangkan pada tingkat personal, individu harus mengubah persepsi dan perilaku sebagai hasil pengalaman kelompok bantuan diri (Gartner & Rusman, 1982).
Untuk dapat mencapai pertumbuhan pribadi yang menyeluruh, individu dalam kelompok bantuan diri harus mencapai keadaan berikut ini (Reordan & Biggs, 1987) : merasa tertarik pada orang lain dalam kelompok; merasa mereka mendapat bantuan dengan anggota bantuan; rela mengubah resiko; berpartisipasi aktif sebagai anggota kelompok; tanggung jawab diri.

5.    Evaluasi Kelompok Bantuan Diri
Keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dalam kelompok bantuan diri ini adalah homogenitas anggota kelompok yang menonjol menjadikan anggota sangat terspesialisasi. Kondisi ini sangat menguntungkan kelompok karena akan ditopang oleh kekompakan dan kekhususan masalah yang dihadapi.  Selain itu, cara anggota menstruktur waktu dan prinsip saling dukung di antara sesama anggota adalah keunggulan  tersendiri. Melalui keunggulan ini, anggota-anggota kelompok bantuan diri memperbaiki dan meningkatkan identitas diri dan harga diri. Dilihat dari segi kemanfaatannya, biaya penyelenggaraan kelompok ini adalah efisien dan dapat dipakai melalui bentuk psikoterapi yang lain; bimbingan psikoedukasi; dukungan untuk memungkinkan orang menjadi lebih terintegrasi dan menyeluruh secara personal (Antze, 1979). Dalam kelompok ini individu tidak hanya memperoleh pengetahuan dan menyadari perasaan, tapi juga mendapat teman (Cole, 1983). Kelompok bantuan diri ini membantu individu dan masyarakat mencapai tingkat kesehatan yang tinggi dengan melibatkan orang bersama dalam cara yang multidimensional.
Di samping keuntungan-keuntungan kelompok bantuan diri ini sebagaimana disebutkan di atas, terdapat pula keterbatasan-keterbatasan dapat dikemukakan berikut ini. Sifat spesialisasi anggota menyebabkan serta merta mengasingkan diri sendiri lebih jauh dari arus masyarakat yang berubah sehingga keadaan ini dapat lebih berkembang ke arah munculnya anggota-anggota maupun kelompok yang fanatik. Fanitisme kelompok ini dapat memunculkan keraguan akan kemampuan beberapa kelompok untuk menopang mereka sendiri. Ditambah pula dengan kenyataan  bahwa tiap anggota memiliki kualitas keterampilan membantu yang berbeda. Harus diakui pula bahwa kurangnya penelitian tentang bagaimana kelompok ini berkembang dan proses interaksi yang terjadi terhadap anggota membuat anggota dalam keadaan tidak memiliki referensi pegangan untuk menyelenggarakan kelompok ini. Sehingga banyak anggota kelompok ini menjadi terlalu diserap dalam bentuk persoalan-persoalan yang biasa dan terlalu melihat masalah.

A.   PEMBAHASAN
1.    Kelompok Psikodrama
Psikodrama sebagai terapi kelompok telah dihasilkan cukup lama, yakni pada tahun 1920 oleh Jacob Moreno. Samuel T. Gladding (1945) menawarkan dua pendekatan terapi kelompok yang menarik, yaitu kelompok psikodrama dan kelompok bantuan diri sendiri (psychodrama and self-help groups). Masing-masing kelompok ini memiliki keunikan tersendiri dan sangat menyenangkan dalam praktek kerja kelompok, yang masih jarang dirasakan anggota kelompok/masyarakat. Kelangkaan ini dipengaruhi oleh kondisi rasional personal di Indonesia yang belakangan ini banyak saling menyerang, bukan mematuhi akar budaya positif nenek moyangnya yang santun, saling menghormati, saling tolong menolong (gotong royong), saling koreksi diri sendiri dalam menghadapi konflik-konflik sosial-pribadi.
Kembali ke persoalan inti, psikodrama sebagai cara mengeksplorasi kejiwaan manusia melalui tindakan drama sebagai cara yang formal menekankan keunikan pendekatan dengan memfasilitasi klien mengalami dan menyenangkan diri sebagai ganti mengatakan kembali, menganalisis konflik, dan mengungkap kejadian-kejadian emosi yang relevan. Keunikan lain menurut penulis adalah ada peran-peran yang berbeda yang diuraikan dalam panggung permainan peran (stage). Konselor/terapis menggunakan bermain peran untuk memberi kesempatan pada individu untuk mempraktekkan keterampilan-keterampilan sosial secara “spontan dan diorientasikan untuk mengekspresikan secara kuat emosi-emosi, memperoleh pemahaman perilaku sendiri dan secara realistik menilai perilaku orang lain” (______: 524-532). Dalam psikodrama harus dipertimbangkan faktor personal dan faktor fisik seperti : stage, protagonist, aktor, direktur dan audiens. Praktek seperti ini dapat dipandang sebagai praktek yang lain dari pendekatan lainnya karena suasananya berbeda, menyenangkan, semacam refreshing, sambil menyadari sisi-sisi gelap dan terang dari diri dan orang lain.
Meskipun praktek psikodrama terkesan rileks dan menyenangkan, sesungguhnya keberhasilan pelaksanaannya dippengaruhi pula oleh penguasaan teknik-teknik, kejelian, persiapan yang hati-hati dari seorang pimpinan kelompok. Pimpinan/direktur harus membangun tiga bidang keterampilannya, yaitu (a) pengetahuan akan metode, prinsip-prinsip, teknik-teknik, (b) pemahaman teori kepribadian dan hubungannya dengan mengembangkan filosopi hidup, (c) kematangan dan perkembangan perilakunya sendiri. Selain itu, pengalaman kerja kelompok dan pengalaman tersupervisi pemimpin akan menambahkan keandalan pemimpin/direktur.
Pimpinan/direktur/konselor/terapis perlu mengetahui dan menguasai fase-fase umumnya dalam kelompok psikodrama (Gladding Samuel T, 1995 : 390-391) sebagai berikut : (1) fase pemanasan, tahap ini dicirikan dengan penentuan direktur yang ia siap memimpin kelompok dan anggota kelompok siap pula dipimpin, (2) fase tindakan, yang dicirikan dengan enactment kepedulian protagonist, (3) fase integrasi, dicirikan dengan adanya diskusi dan pengakhiran.
Selaras dengan itu, Jacobs, dkk. (1994 : 44) membagi tiga tahap proses kelompok yaitu : (1) tahap awal (beginning stage) pada dasarnya semua kelompok akan melalui tahap awal, kondisi ini dapat berlangsung pada sesi pertama sampai dengan sesi akhir, (2) tahap pertengahan (middle) yang disebut juga dengan tahap bekerja (working stage), dalam kenyataannya selama tahap ini kelompok mencoba untuk menyelesaikan tujuan-tujuannya, dan (3) tahap akhir (last stage), yang lamanya tergantung pada jenis kelompok, lamanya waktu pertemuan dan perkembangan kelompok.
Tampak bahwa proses kelompok umumnya tidak jauh berbeda antara pross kelompok yang satu dengan yang lainnya, yaitu adanya fase awal, fase tindakan, fase akhir (penutup). Gambar berikut ini  (Samuel T. Gladding, 1995 : 392) menggambarkan kecenderungan di atas dan hubungan intensitas emosi dengan fase kelompok psikodrama. Waktu yang digunakan dalam menempuh fase pemanasan menuju ke fase tindakan, menunjukkan intensitas emosi makin tinggi. Seterusnya fase tindakan menuju ke fase integrasi, tampak emosi turun kembali.
Agar setiap fase dicapai dengan efektif, ditawarkan delapan teknik-teknik utama dari beratus-ratus teknik kelompok psikodrama yang ada, yaitu : (1) creative imagery, (2) the magic shop, (3) sculpting, (4) the soliloqui technique, (5) monodrama (autodrama), (6) the double and multiple double technique, (7) role reversal, dan (8) mirror technique (Gladding Samuel T; 1995 : 392-393). Teknik-teknik ini dipandang sebagai bahan acuan atau rujukan pemimpin yang dapat digunakan setelah dianalisis efektivitasnya untuk menyelenggarakan kelompok psikodrama dengan variasi atau keunikan peserta.

2.    Kelompok Bantuan Diri Sendiri  (Self-help groups)
Kelompok bantuan diri sendiri ini sangat populer di Amerika Uara, namun belum akrab bahkan masih jarang dikenal kelompok-kelompok kegiatan di Indonesia. Kelompok ini merupakan cara paling efektif untuk mengatasi masalah seperti stres, kesulitan, dan rasa sakit. Keunggulan atau motor dari kelompok ini ada pada kekuatan teman sebaya (peer group-nya), yaitu orang yang saling membantu dalam seting kelompok. Dalam interaksi kelompok  teman sebaya, latar belakang yang sama, merasa senasib sepenanggungan, melahirkan kekohesifan kelompok dan menjadikan kelompok ini memberi dampak yang positip terhadap hasil-hasil yang diinginkan oleh anggota kelompok. Kelompok yang solid dan saling tolong menolong, saling percaya merupakan teamwork yang baik dan siap mencapai sasaran kelompoknya. Ciri-ciri kelompok seperti ini biasanya harus ada pada kelompok bantuan diri.
Penulis berpendapat bahwa kelompok bantuan diri ini hanya diakui keberadaannya, tetapi belum ada upaya serius untuk mengkaji interaksi yang terjadi di antara anggota kelompok agar kelompok ini efektif dalam memberi pengaruh terhadap keseluruhan anggotanya. Kajian yang kurang memadai tentang kelompok ini didukung oleh kurangnya penelitian mengenai bagaimana kelompok ini berkembang dan proses interaksi apa yang terjadi dalam kelompok bantuan diri itu.





DAFTAR PUSTAKA


Gazda, G.M. (1974). Group Counseling : A Developmental Approach, Boston : Allyn and Bacon Inc.

Gladding, Samuel T. (1995). Group Work : A Counseling Specialty, Second Edition. New Jersey : Prentice-hall.
          



Jan 14, 2013

Melatih Intuisi




Intuisi merupakan pengetahuan yang bergerak antara rasional dan literal (sesuatu yang tidak bisa dibayangkan) . Yang dalam hidup sehari - hari dikenal sebagai firasat, kilasan batin, mimpi, suatu pengetahuan yang tidak dapat disangkal.

Kita tidak selalu mudah percaya pada intuisi. Terutama dalam budaya yang memuja segala sesuatu bisa diukur dan dibuktikan. Kita tidak pernah dilatih untuk menghargai betapa intuisi bisa menguatkan hidup kita. Dan adanya intuisi telah terbukti secara ilmiah.

Mendengarkan intuisi dapat membantu Anda untuk menyelesaikan dilema ditempat kerja, menguatkan hubungan dan menyelamatkan diri dari situasi buruk, atau membantu memilih pasangan yang tepat.
Intuisi dapat juga bermanfaat dalam segala bidang kehidupan Anda seperti berikut ini :
·         Pekerjaan. Sebagai contoh, tempat kerja Anda mengalami perubahan manajemen dan Anda tidak tahu bagaimana masa depan pekerjaan Anda. Anda bisa bertanya pada diri sendiri, apa yang bisa dilakukan untuk mengamankan pekerjaan Anda. Mungkin akan muncul bayangan kerja lebih keras atau bicara dengan bos. Bisa juga muncul bayangan lain misalnya bos baru menyambut kedatangan Anda atau akan ditunjukkan seluruh skenario. Jangan memaksa diri. Intuisi mengalir di saat kita bersikap reseptif. Anda mungkin perlu meditasi beberapa kali selama beberapa hari sebelum jawabannya muncul.
·         Persahabatan. Mungkin Anda pernah bertemu seseorang dan langsung merasa akrab. Ini terjadi bukan karena apa yang dia katakan atau lakukan. Anda hanya merasa senang saja berada di dekatnya. Sebaliknya, Anda mungkin punya teman yang sepertinya menyedot energi Anda. Berbicara dengannya membuat Anda sakit kepala atau perasaan Anda benar-benar kosong. Ini merupakan contoh tubuh Anda memberitahu Anda mana persahabatan yang membangun dan mana yang merusak.
·         Percintaan. 'Membaca' calon suami/ istri merupakan ketrampilan yang bisa dipelajari. Tapi, terkadang rasa takut atau harapan kita tentang berbagai kemungkinan juga bisa mempengaruhi intuisi asli. Misalnya Anda bertemu sesorang dan Anda tertarik dengannya, tapi ada beberapa keraguan yang muncul di dalam pikiran Anda. Dalam hal ini gunakan intuisi, bayangkan dia berdiri di depan Anda dan ajukan pertanyaaan sederhana seperti "Apakah pria/ wanita ini jodoh saya ?". Anda akan menemukan intuisi Anda langsung bekerja. Jawaban yang Anda temukan itu bukan rasa takut tapi itu adalah intuisi Anda.
·         Keluarga. Sering anggota keluarga merupakan hal yang paling sulit dibaca. Anda mempunyai keterlibatan emosional yang sangat tinggi untuk memandang mereka sebagai orang yang tak ada hubungannya dengan Anda. Itu sebabnya untuk urusan keluarga biasanya seseorang merefleksikannya pada mimpi. Tanpa Anda sadari, lewat mimpi akan menemukan jalan keluar bagi permasalahan yang Anda hadapi terhadap keluarga. Mimpi dapat mem-bypass rasa frustrasi atau rasa marah yang bisa menutupi intuisi Anda. Mimpi tidak selalu mudah dimengerti. Karena itulah tulis mimpi Anda. Coba gabung-gabungkan untuk mendapatkan artinya. Semakin sering latihan menggunakan intuisi akan semakin mudah Anda memahaminya.



Cara Membangkitkan Intuisi
·         Meditasi. Meditasi yang menenangkan pikiran akan melatih Anda berhubungan dengan intuisi Anda. Pertama-tama, temukan posisi yang nyaman. Pejamkan mata dan hanya fokus pada pernapasan Anda. Jika muncul pemikiran dan itu pasti terjadi, usahakan untuk tidak memikirkannya. Sesudah pikiran tenang, kenali setiap bayangan intuitif, sensasi, atau pengetahuan yang muncul.
·         Gunakan visualisasi aktif. Teknik ini bisa membantu Anda belajar "membaca" orang dan situasinya. Pejamkan mata Anda, tenangkan pikiran dan tanya pada diri sendiri masalah yang sedang Anda hadapi.
·         Dengarkan tubuh Anda. Saat menghadapi sebuah pilihan, amati sinyal tubuh Anda : apakah Anda merasa perut Anda seperti melilit ? Apakah jantung Anda berdetak cepat atau jadi sakit ? Apakah kerongkongan seperti tersumbat ? Atau merasa damai, hangat, dan berseriseri? . Perhatikan pesan–pesan yang disampaikan tubuh Anda dan ambil tindakan berdasarkan apa yang disampaikan pesan-pesan itu kepada Anda.
·         Ingat mimpi Anda. Trik untuk mengingat mimpi adalah menjadikannya sebagai permainan. Siapkan buku tulis khusus di ranjang Anda sebelum berangkat tidur, ajukan pertanyaan spesifik mengenai masalah yang sedang Anda hadapi. Pagi berikutnya segera catat mimpi Anda. Jika Anda mendapatkan jawabannya segera terapkan. Jika tidak, coba lagi setiap malam selama seminggu. Dengan latihan, proses ini akan mengasah intuisi yang tidak mengandalkan perasaan tetapi berdasarkan pengetahuan yang mendadak muncul dan kuat.
·         "Ya" atau "Tidak" ?. Untuk memulainya diantaranya gunakan cara, pertama tanya diri Anda sebuah pertanyaan yang sederhana, yang jawabannya cukup dengan kata ya atau tidak, seperti "Ada demo atau nggak hari ini" Lalu, duduklah dengan santai. Untuk membantu memusatkan diri, sadarilah bagaimana rasanya tubuh Anda dalam posisi itu dan apa yang sedang Anda pikirkan. Setelah itu, bayangkan bahwa Anda sedang memegang sebuah apel dengan tangan kanan. Perhatikan besarnya, beratnya, dan warnanya. Lalu, pindahkan apel itu ke tangan yang lain, pikirkan ukurannya, beratnya, dan warnanya. Tanya diri sendiri, apel mana yang lebih besar. Bila apel kedua lebih besar ketimbang yang pertama, jawaban untuk pertanyaan Anda adalah ya. Jika lebih kecil, jawabannya adalah tidak. Catat pengalaman Anda itu dan ceklah jawabannya. Cek pula jawaban itu pada hari berikutnya, untuk melihat apakah Anda benar. Ketika Anda mempelajari hal ini, beberapa dari jawaban Anda mungkin salah dan tidak akurat. Tapi, semakin sering Anda berlatih, akan semakin akurat jawaban ya atau tidak Anda. Intinya, pada saat Anda duduk rileks dan berpikir, konsentrasi Anda terfokus pada pemikiran untuk menjawab pertanyaan itu. Pada saat itulah komputer di otak Anda memutar informasi dan mengolah data yang ada.

Jan 9, 2013

Pendekatan Client Centered dalam Bimbingan dan Konseling Keluarga



A.      Pengertian Bimbingan dan Konseling Keluarga

Menurut Perez (Willis: 1994) mengemukakan pengertian konseling keluarga (family therapy) sebagai berikut :
“Family therapy is an interactive process which seeks to aid the family in regaining a homeostatic balance with which all the member are comfortable.”
Definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa konseling keluarga adalah suatu proses interaktif untuk membantu keluarga dalam mencapai keseimbangan dimana setiap anggota keluarga merasakan kebahagiaan.
Menurut Sofyan S Willis (1994; 78) konseling keluarga adalah usaha membantu individu anggota keluarga untuk mengaktualisasikan potensinya atau mengantisipasi masalah yang dialaminya, melalui sistem kehidupan keluarga, dan mengusahakan agar terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri individu yang akan memberi dampak positif pula terhadap anggota keluarga lainnya.

B.       Konsep Dasar Pendekatan Client Centered

Pendekatan konseling client-centered menekankan pada kecakapan klien untuk menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah dirinya. Yang paling penting dalam kualitas hubungan konseling adalah pembentukan suasana hangat, permisif dan penerimaan yang dapat membuat klien untuk menjelajahi struktur dirinya dalam hubungan dengan pengalamannya yang unik.

1.    Dasar Pandangan client-centered Tentang Individu

Konseling non-direktif sering pula disebut “Client-Centered Counseling“, yang memberikan suatu gambaran bahwa proses konseling yang menjadi pusatnya adalah klien, dan bukan konselor. Ciri :
a.       Kegiatan sebagian besar diletakkan di pundak klien itu sendiri
b.      Klien didorong oleh konselor untuk mencari serta menemukan cara yang terbaik dalam pemecahan masalahnya.

a)      Ciri-Ciri Hubungan Client Centered:

Adapun ciri-ciri hubungan client centerd yaitu sebagai berikut:
(1)    Hubungan Client Centered ini menempatkan konseli pada kedudukan sentral, konselilah yang aktif untuk mengungkapkan dan mencari pemecahan masalah. Jadi ini berarti bahwa hubungan ini menekankan pada aktivitas konseli dan tanggung jawab konseli sendiri. Selain itu, terapi ini ditujukan kepada konseli yang sanggup memecahkan masalahnya agar tercapai kepribadian konseli yang terpadu.
(2)    Sasaran konseling adalah aspek emosi dan perasaan bukan segi intelektualnya.
(3)    Titik tolak konseling adalah keadaan individu termasuk kondisi sosial psikologis masa kini, bukan pengalaman masa lalu.
(4)    proses konseling bertujuan untuk menyesuaikan antara ideal self dan actual self.
(5)    Konselor berperan hanya sebagai pendorong dan pencipta situasi yang memungkinkan konseli untuk bisa berkembang sendiri, atau konselor bersifat pasif reflektif.



b)      Pokok-Pokok Teori Rogers

Ada tiga pokok teori mengenai kepribadian yang dikemukakan oleh Rogers yang mendasari teknik konselingnya. Diantaranya adalah sebagai berikut:
(1)    Organisme
Organisme yaitu totalitas individu yang memiliki sifat-sifat sebagai
berikut:
(a)    Bereaksi secara keseluruhan sebagai satu kesatuan yang teratur terhadap medan phenomenal untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
(b)   Memiliki motif dasar yaitu mengaktualisasi, mempertahankan dan mengembangkan diri.
(c)    Organisme kemungkinan melambangkan pengalaman-pengalamannya, sehingga menjadi disadari atau menolak untuk melambangkan pengalaman-pengalaman tersebut sehingga tetap tidak disadari, atau kemungkinan tidak memperdulikan pengalaman tersebut.
(2)    Medan Phenomenal
Medan phenomenal adalah keseluruhan pengalaman yang pernah dialami. Pengalaman tersebut disadari atau tidak tergantung dari apakah pengalaman tersebut disimbolkan tau tidak. Medan phenomenal hany dapat diketahui oelh subjek yang mengalaminya. Orang lain hany dapat mengetahui pengalaman seseorang melalui kesimpulan atas dasar empati (empatic inference). Kesadaran tercapai kalu pengalaman itu disimbolisasikan.
Menurut Rogers, pengalaman terdiri dari:
(a)   Pengalaman yang disimbolisasikan, dan
(b)   Pengalaman yang tidak disimbolisasikan
Organisme berakasi tehadap kedua hal tersebut. Kemungkinan ada bahwa pengalaman tidak dapat di tes dengan kenyataan, sehingga mungkin dilaksanakan tindakan yang tidak realistis.
(3)    Self
Self merupakan bagian yang tidak terpisah dari medan phenomenal, yang berisi pole pengamatan dan penilaian yang sadar dari subjek. Dari pengalaman-pengalaman, seseorang akan dapat membentuk pola pengamatan dan penialaian terhadap diri sendiri secara sadar baik orang tersebu sebagai subjek maupun objek. Self ini dinamakan konsep diri (self-concept).
Berkaitan dengan Client Centered, bahwa konseling yang berpusat pada klien haruslah dilandasi pada pemahaman klien tentang dirinya atau dengan kata lain, pendekatan Rogers menitikberatkan kepada kemampuan klien untuk menentukan sendiri masalah-masalahnya, dan campur tangan konselor sedikit sekali. Klien akan mampu menghadapi sifat-sifat dirinya yang tidak dapat diterima lingkungannya tanpa ada perasaan terancam dan cemas, sehingga dia mampu mengubah aspek-aspek dirinya sebagai sesuatu yang dirasakan perlu diubah.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konsep diri adalah merupakan gambaran seseorang tentang dirinya seniri. Gambaran yang lengkap tentang dirinya meliputi berbagai kemampuan, kelemahannya, sifat-sifatnya dan bagaimana hubungan dirinya dengan lingkungannya. Jadi konsep diri adalah bagaimana individu menyadari dirinya sendiri, dan mengenal dirinya sendiri

2.    Karakteristik Konseling Client Centered
Peran klien yang besar dibandingkan dengan konselor dalam hubungan konseling adalah merupakan karakteristik dari konseling Client Centered. Karakteristik utama dari konseling Client Centered, masing-masing menekankan pada:

a)      Tanggung jawab dan kemampuan klein dalam menghadapi kenyataan.

Seorang akan berfungsi sempurna apabila memiliki pemahaman tentang dirinya sendiri, dan terbuka terhadap pengalaman baru. Untuk memperolehnya, harus diberikan suatu kesempatan, pengalaman, dan tanggung jawab untuk menghadapi kenyataan. Kenyataan itu pada hakikatnya adalah sesuatu yang diamati dalam individu (Rogers). Jadi klien didorong untuk menentukan pilihan dan keputusan yang telah diambilnya.

b)      Pengalaman-pengalaman sekarang.

Konseling Client Centered tidak berorintasi kepada pengalaman masa lalu, tetapi menitikberatkan pada pengalaman-pengalaman sekarang. Untuk emngungkapakan pengalaman dan permasalahannya yang dihadapi sekarang ini, kosnelor mendorong klien untuk mengungkapkannya dengan sikap yang empati, terbuka, asli (tidak berpuar-pura), dan permisif.

c)      Konseling Client Centered tidak bersifat dinamis.

Konseling Client Centered bukanlah suatu bentuk hubungan atau pendekatan yang bersifat kakau atau merupakan suatu dogma, tetapi merupakan suatu pole kehidupan yang berisikan pertukaran pengalaman, dimana konselor dan klien memperlihatkan sifat-sifat kemanusiaan dan berpartisipasi dalam menemukan berbagai bantuk pengalaman baru.

d)      Konseling Client Centered menekankan kepada persepsi.

Konseling ini mengutamakan dunia fenomenal dari klien. Konselor berusaha memahami keseluruhan pengalaman yang pernah dialami (dunia fenomenal) dari kelien tentang dirinya sendiri maupun dari lingkungan.

e)      Tujuan konseling Client Centered ada pada diri klien, dan tidak ditentukan oleh konselor.

Koneling Client Centered ini menempatkan klien pada pada kedudukan sentral, sedangkan  konselor dengan sendirinya ada dan ditentukan oleh konseli itu sendiri.

3.    Fungsi Konselor dalam Konseling Client Centered
Dalam konseling Client Centered, ada beberapa fungsi yang perlu dipenuhi oleh seorang konselor/pembimbing. Fungsi yang dimaksud adalah:

a)      Menciptakan hubungan yang bersifat permisif

Menciptakan hubungan yang bersifat permisif, penuh pengertian, penuh penerimaan, kehangatan, terhindar dari segala bentukketegangan, tanpe memberikan penilaian baik posotif maupun negatif. Dengan terciptanya hubungan yang demikian itu secara langsung dapat melepaskan ketgangan-ketegangan, perasaan-perasaan, dan pertahanan diri klien. Menciptakan hubungan permisif bukan secara verbal tetapi juga secara non-verbal.

b)      Mendorong pertumbuhan pribadi

Dalam konseling Client Centered fungsi konselor bukan hanya membantu klien untuk melepaskan diri dari masalah-masalah yang dihadapinya, tetapi lebih luasnya adalah berfungsi untuk menumbuhkan perubahan-perubahan yang fundamental (terutama perubahan sikap). Jadi proses hubungan konseling di sini adalah proses untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan klien.

c)      Mendorong kemampuan memcahkan masalah

Dalam konseling Client Centered, konselor berfungsi dalam membantu klien agar ia mengembangkan kamampuannya untuk memecahkan masalah. Jadi dengan demikian salah satu potensi yang perlu dikembangkan atau diaktualisasikan pada diri klien adalah potensi untuk memcahkan masalahnya sendiri.
4.    Tujuan Konseling Client Centered
Secara umum tujuan yang ingin dicapai melalui pendekatan konseling Client Centered ialah untuk membantu individu (klien) agar berkembang secara optimal sehingga ia mampu menjadi manusia yang benar-benar berguna.
Secara terperinci tujuan dasar dari pendekatan konseling Client Centered adalah sebagai berikut:
a)      Membebaskan klein dari berbagai konflik psikologis yang dihadapinya.
b)      Menumbuhkan kepercayaan pada diri klien, bahwa dia memiliki kemampuan untuk mengambil satu atau serangkaian keputusan yang terbaik bagi dirinya sendiri tanpa merugikan orang lain.
c)      Memberikan kesempatanseluas-luasnya kepada klien untuk belajar mempercayai orang lain, dan memiliki kesiapan secara terbuka untuk menerima berbagai pengalaman orang lain yang bermanfaat bagi dirinya sendiri.
d)     Meberikan kesadaran kepada klien bahwa dirinya adalah merupakan bagian aru suatu lingkup sosial budaya yang luas, walaupun demikian dia masih tetap memiliki kekhasan dan keunikan tersendiri.
e)      Menumbukan suatu keyakinan pada klien bahwa dirinya terus tumbuh dan berkembang (process of becoming).

5.    Teknik Konseling Client Centered
Implementasi teknik konseling didasari oleh paham filsafat dan sikap konselor. Teknik konseling Rogers berkisar antara lain pada cara-cara penerimaan pernyataan dan komunikasi, mengahargai orang lain, dan memahami klien. Karena itu dalam teknik konseling Rogers ini diutamakan sifat-sifat konselor sebagai berikut.
a)      Acceptance, artinya konselor menerima klien sebagaimana adanya dengan segala masalahnya.
b)      Congruence, artinya karakteristik konselor adalah terpadu, sesuai dengan kata dan perbuatan dan konsisten.
c)      Understanding, artinya konselor harus dapat secara akurat dan memahami secara empati dunia klien sebagaimana dilihat dari dalam diri klien tersebut.
d)     Nonjudgemental, artinya tidak memberi penilaian terhadap klien, akan tetapi konselor selalu objektif.

C.      Aplikasi Teori Client Centered pada Konseling Keluarga

Rogers dalam bukunya ”On Becoming a Person”tahun 1961 menekankan bahwa hubungan dalam keluarga dapat dihidupkan atas suatu dasar yang wajar, jujur, asli, dan beretntangan dengan kehidupan yang berpura-pura atau penuh dengan kepalsuan.
Rogers menekankan bahwa klien secara individual dalam keanggotaan kelompok akan mencapai kepercayaan diri yang akan mengakibatkan anggota keluarga dapat memepercayainya. Hal ini dapat terjadi apabila terdapat kondisi-kondisi utama yaitu: kejujuran, keaslian, memahami, menjaga (caring), menerima, menghargai secara positif serta belajar aktif. Konseling keluarga dalam teori ini harus memiliki iklim terbuka, bebas dan jujur.
Di dalam konseling keluarga, fungsi konselor adalah sebagai fasilitator , yaitu memudahkan membuka dan mengarahkan jalur komunikasi sehingga jalur komunikasi dalam keluarga tersebut tidak berantakan dan terputus.
Kondisi-kondisi inti dari hubungan terapeutik yang dikemukakan Rogers merupakan hal yang penting dalam konseling keluarga. Suatu asumsi dasar dalam hal ini adalah sikap konselor sangat menentukan terhadap keterbukaan anggota kelaurga dalam setiap sesi. Konselor tidak melakukan pendekatan terhadap anggota keluarga sebagai seorang pakar yang akan menerangkan rencana treatmentnya, akan tetapi berusaah untuk menggali sumber-sumber yang ada dalam keluarga tersebut, yaitu bahwa setiap anggota keluarga mempunyai potensi untuk berkembang.
     Thayer (1982) menemukan kemampuan anggota-anggota keluarga untuk mencapai aktualisasi diri dan menemukan sumber atau potensi diri untuk digunakan memecahkan masalah individual mapupun masalah keluarga. Mereka mampu untuk membentuk pertumbuhan mereka sendiri baik secara individual maupun secara keluarga. Dan essensinya adalah bahwa anggota keluarga adalah arsitek bagi dirinya sendiri. Konselor memperlihatkan respek (rasa hormat) yang tinggi bagi potensi keluarga yang digunakan untuk menentukan dirinya sendiri.