Feb 4, 2013

PSIKODRAMA DAN KELOMPOK BANTUAN DIRI


KELOMPOK PSIKODRAMA DAN KELOMPOK BANTUAN DIRI
(Psychodrama and Self Help Groups)



            Secara spesifik, kelompok psikodrama dan kelompok bantuan diri didisain dengan struktur dan dinamika. Karenanya pendekatan ini bekerja dengan orang lain (difokuskan pada kelompok). Praktek pendekatan ini tidak digali dari teori-teori konseling individual, tetapi pada saat yang sama, harus pula dibuktikan bahwa psikodrama termasuk tahapan kelompok maupun individual (Moreno, 1946) dan beberapa bentuk bantuan diri dilaksanakan baik atas dasar individual maupun kelompok. Teori-teori yang digunakan dalam kelompok psikodrama dan bantuan diri umumnya menekankan pada interaksi interpersonal.
            Psikodrama sebagai intervensi terapeutik teathre Moreno ditujukan pada kemanfaatan bermain peran dalam kelompok psikoedukasional, psikoterapeutik, manajemen (Blatner, 1988a; 1989; Corsini, 1968), sedangkan kelompok bantuan diri tumbuh dari adanya kebutuhan untuk memperoleh bantuan, dukungan, dan pengetahuan yang tidak dapat diperoleh dari helpper yang profesional.

A.   KELOMPOK PSIKODRAMA
Psikodrama merupakan suatu cara mengeksplorasi kejiwaan manusia melalui adegan drama, yang diciptakan dan dikembangkan oleh J.L. Moreno sekitar tahun 1920-1930 (D’Amato & Dean, 1988; Goldman & Morrison, 1984).

1.    Premis Kelompok Psikodrama
a.    Manusia dalam masyarakat terus menerus berkembang dan sadar terhadap kejadian yang menyentuh kehidupan mereka pada suatu tahap perkembangan.
b.    Hati psikodrama adalah pertemuan, konsep eksistensialis yang melibatkan kontak psikologis dan fisik yang menyeluruh antara orang-orang atas dasar kesempurnaan, konkrit dan intens dalam “here and now”.
c.    Spontanitas adalah respon seseorang yang berisi tingkat ketepatan pada situasi baru atau tingkat kejujuran pada suatu situasi lama.
d.    Situasi, dititikberatkan pada sekarang yang memunculkan hambatan waktu yang alami, ruang dan keadaan eksistensi yang dihapuskan.
e.    Tele, komunikasi perasaan-perasaan yang menyeluruh di antara orang-orang sebagai perekat yang membangun kelompok secara bersama, misalnya : empati.
f.     Catharsis dan pemahaman, merupakan produk akhir dari spontanitas dan tele.

2.    Praktek Psikodrama dalam Kelompok
Praktek psikodrama berlangsung secara multidimensional. Pertama, terdapat faktor-faktor personal  dan fisik yang harus dipertimbangkan, seperti : sebuah ruangan, seorang pelaku utama, aktor, direktur, audiens (Blatner, 1988a; Hashel, 1973).
The stage merupakan tempat dimmana peerbuatan berlangsung, yang mungkin berbentuk flat resmi, bagian kamar dan sebagainya.
Protagonist adalah seorang pelaku yang memerankan perilaku jelas psikodrama. Ia dapat memainkan banyak bagian. Di satu saat ia memainkan bagian berbeda dari diri sendiri, pada saat lain ia keluar dari babak dan mengobservasi. Unsur kunci pada protagonist adalah spontanitas.
Aktor merupakan orang yang memainkan bagian objek atau orang penting yang lain dalam permainan itu.
Direktur adalah seseorang yang mengarahkan protagonist.
Audience adalah istilah yang dipakai untuk menerangkan orang lain yang mungkin hadir selama psikodrama. Audience bertujuan memberi umpan balik (feedback) menanggapi apa yang mereka lihat, dengar dan rasakan selama psikodrama.     
Teknik yang dipakai dalam psikodrama bergantung pada banyak variabel. Variabel penting yang mempengaruhi penggunaan teknik adalah situasi protagonist, keterampilan direktur, kemampuan perolehan aktor, besarnya audiens (penonton), tujuan sesi, fase pelaksanaan psikodrama.
Proses psikodrama pada umumnya berlangsung melalui tiga fase, yaitu :
a.    Fase pemanasan, fase ini ditandai dengan penentuan direktur yang siap memimpin kelompok dan anggota siap dipimpin. Proses ini melibatkan aktivitas verbal dan nonverbal. Fase ini harus mempersiapkan segala sesuatu untuk masuk pada fase tindakan.
b.    Fase tindakan, fase ini melibatkan tindakan yang jelas kepedulian-kepedulian protaganist. Hal terpenting dalam fase ini adalah bahwa protagonist mengekspresikan emosi-emosi tertekan dan menemukan cara baru yang efektif untuk bertindak.
c.    Fase integrasi, fase ini melibatkan diskusi dan penutupan (closure). Umpan balik sangat penting dari setiap anggota dan protagonist agar tindakan yang jelas  (enactment) perubahan dan integrasi tercipta.
Sebenarnya banyak teknik psikodrama, tetapi berikut ini hanya beberapa teknik utama yang dikemukakan sebagai berikut :
1)    Creative imagery, teknik pemanasan untuk mengundang peserta psikodrama membayangkan babak dan objek yang menyenangkan dan netral, ide teknik ini membantu peserta menjadi lebih spontan.
2)    The magic shop, teknik pemanasan yang berguna bagi protagonist yang ragu tentang nilai mereka dan tujuan.
3)    Sculpting, anggota kelompok menggunakan metode nonverbal untuk menyusun orang lain dalam kelompok konfigurasi seperti kelompok orang yang signifikan yang sesuai dengan orang-orang dalam keluarganya dan sebagainya. Penyusunan ini melibatkan postur tubuh dan membantu anggota melihat, mengetahui persepsi mereka tentang orang lain yang signifikan dengan cara yang lebih dinamis.
4)    Teknik berbicara, teknik ini melibatkan protagonist memberi suatu monolog tentang situasinya.
5)    Monodrama (autodrama), bentuk inti terapi gestalt. Dalam teknik ini, protagonist memainkan semua bagian tindakan yang jelas; tidak terdapat ego pembantu yang digunakan.
6)    The double and multiple double technique, suatu teknik yang terdiri atas pengambilan peran aktor dari ego protagonist dan membantu protagonist mengekspresikan perasaan sesungguhnya secara lebih jelas. Jika protagonist memiliki perasaan ragu, maka teknik multiple double dapat digunakan.
7)    Role reversals, teknik dimana protagonist memindahkan peran dengan orang lain pada tahap dan memainkan bagian orang itu; anggota kelompok berbuat bertentangan dengan apa yang mereka rasakan.
8)    Teknik cermin, protagonist memperhatikan dari luar tahap sementara seorang ego pembantu mencerminkan kata-kata, mimik, dan postur protagonist. Teknik ini dipakai pada fase tindakan untuk membantu protagonist melihat dirinya secara lebih akurat.

Gambar berikut mengilustrasikan bagaimana intensitas emosi dalam ketiga fase psikodrama berubah menurut waktu yang diterakan sebagai berikut :



1.    Peran Pemimpin Kelompok Psikodrama
           Direktur psikodrama memiliki banyak peran. Moreno (1953, 1964) menyarankan bahwa direktur berperan sebagai produser, fasilitator, pengamat, dan seorang analis. Blatner (1988a) menyatakan lebih lanjut bahwa seorang direktur seyogianya membangun keterampilannya dalam tiga bidang yang saling tergantung, yaitu : a. pengetahuan tentang metode-metode , prinsip-prinsip, dan teknik-teknik; b. pemahaman tentang teori kepribadian dan hubungannya dengan pengembangan pembentukan filosofi hidup; c. pematangan dan perkembangan kepribadiannya sendiri. Ia juga menambahkan bahwa ilmu pengetahuan yang luas tentang hidup dan hakikat manusia, seorang direktur diharapkan memiliki kerja khusus dalam bidang pokok seperti psikologi umum, proses kelompok, psikologi humanistik, teori komunikasi, dan komunikasi nonverbal.
       Direktur berfungsi untuk menyelenggarakan tugas-tugas seperti memimpin pengalaman pemanasan, mendorong pengembangan kepercayaan dan spontanitas, menetapkan struktur, agar protagonist dapat mengidentifikasi dan bekerja berdasarkan pokok-pokok pikiran yang signifikan dalam hidup mereka, melindungi anggota dari terbius oleh orang lain dan membawakan beberapa bentuk penghentian sesi kelompok (Hashell, 1973; Ohlsen et al., 1988). Untuk menyelenggarakan tugas tersebut dengan benar, direktur yang potensial seyogianya sudah mengalami banyak psikodrama dan mendapatkan supervisi langsung dari direktur yang lebih berpengalaman. Secara menyeluruh, Corsini (1966) menyimpulkan bahwa direktur kelompok yang efektif memiliki tiga kualitas, yaitu : 1) kreativitas, 2) dorongan, dan 3) kharisma. Individu seperti ini akan bekerja keras untuk kebaikan kelompok dan senantiasa berani mengambil resiko untuk membantu anggota mencapai tujuan.

2.    Hasil yang Diinginkan dari Kelompok Psikodrama     
            Moreno (1964) berpendapat bahwa hasil psikodrama yang diinginkan dapat dikemukakan seperti penciptaan katarsis, pemahaman dan resolusi emosional. Yablonsky (1976) mengatakan bahwa tujuan psikodrama Moreno adalah untuk mengembangkan suatu theatrical catedral bagi perilisan spontanitas manusia yang alami dan kreativitas yang dimiliki tiap orang secara alami. Melalui psikodrama, individu seyogianya mampu mengalami dan bekerja melalui kejadian yang diantisipasi sekarang, masa lalu yang menyebabkan mereka tertekan. Ketika mereka telah memperoleh pemahaman kognitif dan emosional dengan mengatasi kesulitan-kesulitannya, maka mereka akan mencapai tahap kesadaran diri, penyesuaian kembali, integrasi, penemuan, kontrol dan pencegahan (Ohlsen et al, 1988).
         Secara lebih esensial, peserta psikodrama rela mengambil resiko dan terbuka terhadap umpan balik yang konstruktif dari audiens dan direktur. Salah satu yang diinginkan dari psikodrama adalah pembelajaran yang terjadi ketika seseorang bukan protagonist utama. Ada pengaruh pemindahan dari pendekatan ini yang membantu dan memperhatikan karakter orang terutama mencapai resolusi pada persoalan penting.


3.    Evaluasi Kelompok Psikodrama
Keuntungan-keuntungan :
a.    Keuntungan yang utama terletak pada keragamannya. Psikodrama cocok digunakan dalam lingkungan psikoterapeutik maupun dalam seting psikoedukasional dan seting bisnis. Ia dapat diterapkan pada segala tingkat usia, pendidikan, sosial, ekonomi. Bentuk psikodrama digunakan dalam terapi keluarga, treatmen adiksi, latihan teologi dan kepekaan keadaan (Gendron, 1980).
b.    Aspek positif lainnya terletak pada potensialitas pengajarannya.
c.    Pembentukan spontanitas dan kreativitas pada pemimpin dan anggota kelompok.
d.    Pengaruhnya seakan-akan mengalami sendiri dan integratif.
e.    Sebagai masukan dan umpan balik yang penonton dan direktur berikan pada protagonist satu sama lainnya.
Keterbatasan-keterbatasan :
1)    Bahaya terlalu melebih-lebihkan psikodrama  terhadap dirinya sendiri maupun terhadap penonton (Grenberg, 1974a).
2)    Kuantitas dan kualitas penelitian yang menyangkut psikodrama.
3)    Dikaitkan dengann pemerolehan hasil latihan.
4)    Psikodrama kemungkinan terlalu banyak memfokuskan pada perasaan-perasaan ketimbang perubahan perilaku.

B. KELOMPOK BANTUAN DIRI   
            Terdapat lebih dari 500.000 kelompok bantuan diri di Amerika Utara dengan 12-15 juta anggota aktif (Brown, 1988; Farley, 1988; Squnes, 1988). Kelompok bantuan diri ini merupakan suatui cara yang efektifmenangani masalah-masalah seperti stress, kesulitan, rasa sakit. Kelompok-kelompok ini dapat digolongkan sebagai berikut :
1.    Kelompok-kelompok yang membantu orang dan keluarga dengan masyarakat kesehatan mental atau fisik utama (misal : kelompok bagi keluarga yang mempunyai anggota dengan penyakit Alzheimer atau yang mengalami depresi kronik).
2.    Kelompok-kelompok yang memberi bantuan pengubahan perilaku gangguan adiktif (misalnya : ketergantungan alkohol, makan berlebih).
3.    Kelompok-kelompok yang memberi dukungan sosial bagi orang yang tengah dalam transisi yang sulit (misalnya : masa orang tua, masa tua yang sendiri,  kehilangan).
4.    Kelompok-kelompok yang melindungi terhadap populasi khusus (misalnya : orang yang mengalami hambatan, manula, wanita).
5.    Kelompok-kelompok yang bekerja melawan diskriminasi (misalnya : perbedaan dalam jenis kelamin, etnik).
6.    Kelompok-kelompok yang menangani masalah-masalah umum dan kondisi-kondisi (misalnya : kecemasan yang berlebihan, tuli)(Paskart & Madara, 1985).
Dalam bagian ini, akan dititikberatkan pada apakah kelompok bantuan diri itu dan bagaimana kelompok itu berbeda dari kelompok dukungan dan kelompok yang dipimpin dengan profesional.

1.    Premis-premis Kelompok Bantuan Diri
a.     Terdapat sejumlah besar kesulitan individual. Oleh karena itu, orang kemungkinan banyak dibantu dengan cara bekerja dengan orang lain yang memiliki latar belakang yang sama (Pearson, 1986).
b.     Ide bahwa keanggotaan yang homogen dalam suatu kelompok sangat membantu dalam memajukan perubahan.
c.     Ada  faktor terapeutik dalam kelompok ini yang didasarkan atas dimensi afektif, behavioral dan kognitif (Cole, 1983; Yalom, 1985).
d.     Pengaruh kelompok ini dapat positif dan menembus selama dan setelah seseorang menjadi seorang anggota (Pearson, 1986; Yalom, 1985).



2.    Praktek Bantuan Diri dalam Kelompok
Tiap kelompok bantuan diri memiliki karakteristik yang khusus, tetapi ada kualitas yang cukup umum antara kelompok bantuan diri yang melalui kelompok ini secara khusus dapat dilakukan. Dengan mengutamakan saling membantu, para peneliti suka menyebut kelompok ini sebagai mutual help groups (kelompok-kelompok saling bantu).
Kelompok bantuan diri melibatkan tujuan, pemimpin dan anggota memiliki suatu maksud. Meskipun kelompok itu sendiri selalu dituangkan sebagai tidak ada perlakuan dan tidak langsung. Kelompok ini bergantung pada kerelaan pemimpin kelompok  dan difokuskan pada anggota kelompok. Kepemimpinan teman sebaya ini merupakan kualitas yang membedakan kelompok bantuan diri dan kelompok dukungan yang dipimpin pemimpin yang profesional.
Kualitas yang mempengaruhi pelaksanaan kelompok bantuan diri difokuskan pada kesamaan peserta. Pemahaman ini merupakan kunci pengubahan di antara anggota kelompok. Dengan kesamaan tersebut, anggota kelompok ini memperoleh manfaat, seperti kekompakan dan identitas, motivasi dan melihat perubahan persepsi dan perilaku dari anggota yang lebih berpengalaman.
Praktek kelompok ini memungkinkan anggota baru suatu waktu akan menjadi helper. Faktor ini membantu anggota menjadi kurang tergantung, menjadi dapat melihat masalah dengan berjarak, dan menjadi lebih dapat merasa mereka berguna secara sosial (Gardner dan Rusman, 1984). Sebenarnya penelitian (Lieberman & Borman, 1979) menyarankan bahwa peserta dalam kelompok bantuan diri melaporkan kehormatan diri dan harga diri dari yang kaya. Anggota juga melaporkan merasa lebih empatik terhadap orang lain dan memperoleh rasa percaya diri yang besar.
Kelompok ini memberi kesempatan. Kesempatan tetap diberikan pada anggota yang belum berhasil untuk terus diterima dan didorong mencapai tujuan. Mereka merasa bebas mencoba lagi agar berhasil.
Faktor lain yang menyebabkan perubahan adalah ideologi. Terdapat tema yang menyatakan anggota, yang memberikan titik berangkat dan sebab keinginan untuk berpartisipasi atas dasar minat diri sendiri.

3.    Peran Pemimpin Kelompok Bantuan Diri
Pemimpin kelompok bantuan diri ini diserahkan dengan sukarela. Banyak pemimpin kelompok ini memperoleh poisisi mereka dari pengalaman dan masa kerja (Reordan & Biggs, 1987). Pemimpin kelompok dapat juga lahir melalui pemilihan, yang biasanya menghadapi suatu kepedulian dan diperkirakan berjangka waktu pendek.
Pimpinan  kelompok sering menghadapi kesulitan dalam penyusunan agenda. Jika agenda disusun secara kurang terstruktur, maka peserta tidak menyadari pentingnya melaksanakan tingkah laku anggota kelompok yang konstruktif. Sebaliknya, jika agenda disusun secara terlalu terstruktur, maka peserta kurang sekali merasa memiliki pencapaian sasaran kelompok. Pimpinan kelompok menghadapi kesulitan menghubungkan keduanya dalam kelompok. Silverman (1980) menyatakan bahwa dalam beberapa kasus, pemimpin kelompok bantuan diri seyogianya memenuhi kriteria sebagai berikut :
a.    mereka mesti mau menjadi helper,
b.     mereka mesti mau berbicara dengan mudah tentang pengalamannya sendiri, baik pengalaman berhasil maupun pengalaman gagal,
c.    mereka mesti memperoleh akomodasi atau resolusi terhadap masalahnya,
d.    mereka mesti memberi bantuan diri pengalaman pribadinya sendiri ketimbang dari bacaan atau pendidikan formalnya,
e.    mereka mesti memiliki cukup waktu dan energi untuk bekerja.
Secara menyeluruh, pimpinan kelompok seyogianya mencoba menciptakan armosfer kedekatan dalam kelompok dapat menjadi kelompok terapi. Jika keseimbangan ini dicapai, kelompok akan berfungsi memberi dan menerima dan anggota akan merasa lebih menyenangkan dan manfaat.


4.    Hasil yang Diinginkan dari Kelompok Bantuan Diri
Setidaknya ada dua hal yang diinginkan sehubungan dengan kerja kelompok bantuan diri ini, yaitu : a. pada tingkat kelompok global; b. tingkat personal. Pada tingkat global, anggota diharapkan mengidentifikasi dan saling membantu satu sama lain. Sedangkan pada tingkat personal, individu harus mengubah persepsi dan perilaku sebagai hasil pengalaman kelompok bantuan diri (Gartner & Rusman, 1982).
Untuk dapat mencapai pertumbuhan pribadi yang menyeluruh, individu dalam kelompok bantuan diri harus mencapai keadaan berikut ini (Reordan & Biggs, 1987) : merasa tertarik pada orang lain dalam kelompok; merasa mereka mendapat bantuan dengan anggota bantuan; rela mengubah resiko; berpartisipasi aktif sebagai anggota kelompok; tanggung jawab diri.

5.    Evaluasi Kelompok Bantuan Diri
Keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dalam kelompok bantuan diri ini adalah homogenitas anggota kelompok yang menonjol menjadikan anggota sangat terspesialisasi. Kondisi ini sangat menguntungkan kelompok karena akan ditopang oleh kekompakan dan kekhususan masalah yang dihadapi.  Selain itu, cara anggota menstruktur waktu dan prinsip saling dukung di antara sesama anggota adalah keunggulan  tersendiri. Melalui keunggulan ini, anggota-anggota kelompok bantuan diri memperbaiki dan meningkatkan identitas diri dan harga diri. Dilihat dari segi kemanfaatannya, biaya penyelenggaraan kelompok ini adalah efisien dan dapat dipakai melalui bentuk psikoterapi yang lain; bimbingan psikoedukasi; dukungan untuk memungkinkan orang menjadi lebih terintegrasi dan menyeluruh secara personal (Antze, 1979). Dalam kelompok ini individu tidak hanya memperoleh pengetahuan dan menyadari perasaan, tapi juga mendapat teman (Cole, 1983). Kelompok bantuan diri ini membantu individu dan masyarakat mencapai tingkat kesehatan yang tinggi dengan melibatkan orang bersama dalam cara yang multidimensional.
Di samping keuntungan-keuntungan kelompok bantuan diri ini sebagaimana disebutkan di atas, terdapat pula keterbatasan-keterbatasan dapat dikemukakan berikut ini. Sifat spesialisasi anggota menyebabkan serta merta mengasingkan diri sendiri lebih jauh dari arus masyarakat yang berubah sehingga keadaan ini dapat lebih berkembang ke arah munculnya anggota-anggota maupun kelompok yang fanatik. Fanitisme kelompok ini dapat memunculkan keraguan akan kemampuan beberapa kelompok untuk menopang mereka sendiri. Ditambah pula dengan kenyataan  bahwa tiap anggota memiliki kualitas keterampilan membantu yang berbeda. Harus diakui pula bahwa kurangnya penelitian tentang bagaimana kelompok ini berkembang dan proses interaksi yang terjadi terhadap anggota membuat anggota dalam keadaan tidak memiliki referensi pegangan untuk menyelenggarakan kelompok ini. Sehingga banyak anggota kelompok ini menjadi terlalu diserap dalam bentuk persoalan-persoalan yang biasa dan terlalu melihat masalah.

A.   PEMBAHASAN
1.    Kelompok Psikodrama
Psikodrama sebagai terapi kelompok telah dihasilkan cukup lama, yakni pada tahun 1920 oleh Jacob Moreno. Samuel T. Gladding (1945) menawarkan dua pendekatan terapi kelompok yang menarik, yaitu kelompok psikodrama dan kelompok bantuan diri sendiri (psychodrama and self-help groups). Masing-masing kelompok ini memiliki keunikan tersendiri dan sangat menyenangkan dalam praktek kerja kelompok, yang masih jarang dirasakan anggota kelompok/masyarakat. Kelangkaan ini dipengaruhi oleh kondisi rasional personal di Indonesia yang belakangan ini banyak saling menyerang, bukan mematuhi akar budaya positif nenek moyangnya yang santun, saling menghormati, saling tolong menolong (gotong royong), saling koreksi diri sendiri dalam menghadapi konflik-konflik sosial-pribadi.
Kembali ke persoalan inti, psikodrama sebagai cara mengeksplorasi kejiwaan manusia melalui tindakan drama sebagai cara yang formal menekankan keunikan pendekatan dengan memfasilitasi klien mengalami dan menyenangkan diri sebagai ganti mengatakan kembali, menganalisis konflik, dan mengungkap kejadian-kejadian emosi yang relevan. Keunikan lain menurut penulis adalah ada peran-peran yang berbeda yang diuraikan dalam panggung permainan peran (stage). Konselor/terapis menggunakan bermain peran untuk memberi kesempatan pada individu untuk mempraktekkan keterampilan-keterampilan sosial secara “spontan dan diorientasikan untuk mengekspresikan secara kuat emosi-emosi, memperoleh pemahaman perilaku sendiri dan secara realistik menilai perilaku orang lain” (______: 524-532). Dalam psikodrama harus dipertimbangkan faktor personal dan faktor fisik seperti : stage, protagonist, aktor, direktur dan audiens. Praktek seperti ini dapat dipandang sebagai praktek yang lain dari pendekatan lainnya karena suasananya berbeda, menyenangkan, semacam refreshing, sambil menyadari sisi-sisi gelap dan terang dari diri dan orang lain.
Meskipun praktek psikodrama terkesan rileks dan menyenangkan, sesungguhnya keberhasilan pelaksanaannya dippengaruhi pula oleh penguasaan teknik-teknik, kejelian, persiapan yang hati-hati dari seorang pimpinan kelompok. Pimpinan/direktur harus membangun tiga bidang keterampilannya, yaitu (a) pengetahuan akan metode, prinsip-prinsip, teknik-teknik, (b) pemahaman teori kepribadian dan hubungannya dengan mengembangkan filosopi hidup, (c) kematangan dan perkembangan perilakunya sendiri. Selain itu, pengalaman kerja kelompok dan pengalaman tersupervisi pemimpin akan menambahkan keandalan pemimpin/direktur.
Pimpinan/direktur/konselor/terapis perlu mengetahui dan menguasai fase-fase umumnya dalam kelompok psikodrama (Gladding Samuel T, 1995 : 390-391) sebagai berikut : (1) fase pemanasan, tahap ini dicirikan dengan penentuan direktur yang ia siap memimpin kelompok dan anggota kelompok siap pula dipimpin, (2) fase tindakan, yang dicirikan dengan enactment kepedulian protagonist, (3) fase integrasi, dicirikan dengan adanya diskusi dan pengakhiran.
Selaras dengan itu, Jacobs, dkk. (1994 : 44) membagi tiga tahap proses kelompok yaitu : (1) tahap awal (beginning stage) pada dasarnya semua kelompok akan melalui tahap awal, kondisi ini dapat berlangsung pada sesi pertama sampai dengan sesi akhir, (2) tahap pertengahan (middle) yang disebut juga dengan tahap bekerja (working stage), dalam kenyataannya selama tahap ini kelompok mencoba untuk menyelesaikan tujuan-tujuannya, dan (3) tahap akhir (last stage), yang lamanya tergantung pada jenis kelompok, lamanya waktu pertemuan dan perkembangan kelompok.
Tampak bahwa proses kelompok umumnya tidak jauh berbeda antara pross kelompok yang satu dengan yang lainnya, yaitu adanya fase awal, fase tindakan, fase akhir (penutup). Gambar berikut ini  (Samuel T. Gladding, 1995 : 392) menggambarkan kecenderungan di atas dan hubungan intensitas emosi dengan fase kelompok psikodrama. Waktu yang digunakan dalam menempuh fase pemanasan menuju ke fase tindakan, menunjukkan intensitas emosi makin tinggi. Seterusnya fase tindakan menuju ke fase integrasi, tampak emosi turun kembali.
Agar setiap fase dicapai dengan efektif, ditawarkan delapan teknik-teknik utama dari beratus-ratus teknik kelompok psikodrama yang ada, yaitu : (1) creative imagery, (2) the magic shop, (3) sculpting, (4) the soliloqui technique, (5) monodrama (autodrama), (6) the double and multiple double technique, (7) role reversal, dan (8) mirror technique (Gladding Samuel T; 1995 : 392-393). Teknik-teknik ini dipandang sebagai bahan acuan atau rujukan pemimpin yang dapat digunakan setelah dianalisis efektivitasnya untuk menyelenggarakan kelompok psikodrama dengan variasi atau keunikan peserta.

2.    Kelompok Bantuan Diri Sendiri  (Self-help groups)
Kelompok bantuan diri sendiri ini sangat populer di Amerika Uara, namun belum akrab bahkan masih jarang dikenal kelompok-kelompok kegiatan di Indonesia. Kelompok ini merupakan cara paling efektif untuk mengatasi masalah seperti stres, kesulitan, dan rasa sakit. Keunggulan atau motor dari kelompok ini ada pada kekuatan teman sebaya (peer group-nya), yaitu orang yang saling membantu dalam seting kelompok. Dalam interaksi kelompok  teman sebaya, latar belakang yang sama, merasa senasib sepenanggungan, melahirkan kekohesifan kelompok dan menjadikan kelompok ini memberi dampak yang positip terhadap hasil-hasil yang diinginkan oleh anggota kelompok. Kelompok yang solid dan saling tolong menolong, saling percaya merupakan teamwork yang baik dan siap mencapai sasaran kelompoknya. Ciri-ciri kelompok seperti ini biasanya harus ada pada kelompok bantuan diri.
Penulis berpendapat bahwa kelompok bantuan diri ini hanya diakui keberadaannya, tetapi belum ada upaya serius untuk mengkaji interaksi yang terjadi di antara anggota kelompok agar kelompok ini efektif dalam memberi pengaruh terhadap keseluruhan anggotanya. Kajian yang kurang memadai tentang kelompok ini didukung oleh kurangnya penelitian mengenai bagaimana kelompok ini berkembang dan proses interaksi apa yang terjadi dalam kelompok bantuan diri itu.





DAFTAR PUSTAKA


Gazda, G.M. (1974). Group Counseling : A Developmental Approach, Boston : Allyn and Bacon Inc.

Gladding, Samuel T. (1995). Group Work : A Counseling Specialty, Second Edition. New Jersey : Prentice-hall.
          



1 comment:

Ayo semua...

jadikan hidup kita lebih berarti dan bermanfaat bagi kita
bagi dunia kita...

salam selalu untuk Kalian...