Feb 26, 2011

Makna Kebenaran


Kebenaran menjadi arah pedoman untuk kehidupan. Mau tidak mau seseorang harus mempunyai pedoman dalam tindakan atau perilaku didalam kehidupannya. Hal ini didapat melalui pendidikan dan pengalaman dalam perkembangan kehidupan dari anak sampai dewasa. Merubah pedoman kehidupan akan dilalui dari waktu-kewaktu dalam pergolakan pemikiran. Pedoman Kebenaran kadang membawa kehidupan yang menyenangkan dan kadang menyusahkan diri dan orang disekitar kita. Kebenaran adalah Sesuatu yang satu atau unik, tidak berawal dan berakhir tidak memiliki ruang dan waktu. Kebenaran (truth) berdasarkan pengetahuan manusia ini dapat didefisikan sebagai suatu yang “factual” dan “logical”. Factual didasarkan kepada observasi (panca indera baik dengan bantuan teknologi atau tidak). Logical didasarkan kepada valid tidaknya argument yang digunakan atau ada tidaknya kekeliruan di dalamnya (inkonsistensi atau kontradiksi).
            Harus kita pahami lebih dahulu bahwa meskipun kebenaran ilmiah sifatnya lebih sahih, logis, terbukti, terukur dengan parameter yang jelas, bukan berarti bahwa kebenaran non-ilmiah atau filasat selalu salah.
            Secara umum, suatu pernyataan itu dibilang benar bila:
a.      Faktual (tidak ada pertentangan antara statement and realitas/fakta yang bisa di-observasi)
b.     Konsisten (tidak ada pertentangan antara pernyataan mengenai suatu hal yang sama)
Definisi kebenaran menurut Indra Djaya, meliputi beberapa pengertian yaitu :
a.      Hal yang benar, sungguh tidak bohong
b.     Correctness, truth, honest
c.      Keadaaan yang cocok dengan keadaan yang sesungguhnya
d.     Persesuaian antara pengetahuan dengan kenyataan
e.      Persesuaian antara persepsi subjek dengan objek
            Kebenaran yang diperoleh secara mendalam berdasarkan proses penelitian dan penalaran logika ilmiah. Kebenaran ilmiah ini dapat ditemukan dan diuji dengan pendekatan pragmatis, koresponden, koheren.
            Suatu pernyataan adalah benar jika sesuai dengan fakta; A criterion of truth is “correspondence with reality.”; Ini adalah teori korespondensi. Menurut teori ini, “suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut” (Jujun, 1984: 57). Sesuatu (pernyataan) dianggap benar apabila materi pengetahuan yang terkandung didalamnya berhubungan atau memiliki korespondensi dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Teori koresponden menggunakan logika induktif, artinya metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Dengan kata lain kesimpulan akhir ditarik karena ada fakta-fakta mendukung yang telah diteliti dan dianalisa sebelumnya.
            Dalam proses pembuktian secara empiris (pengumpulan fakta-fakta) untuk mendukung kebenaran suatu pernyataan dibutuhkan teori lainnya, yaitu: Teori Pragmatis. Menurut teori pragmatis, “kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Artinya, suatu pernyataan adalah benar, jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis bagi kehidupan manusia” (Jujun, 1984: 58-9). Istilah pragmatisme berasal dari kata Yunani "pragma" yang berarti perbuatan atau tindakan. "Isme" di sini sama artinya dengan isme-isme yang lainnya yaitu berarti aliran atau ajaran atau paham. Dengan demikian pragmatisme berarti: ajaran yang menekankan bahwa pemikiran itu menuruti tindakan. Kreteria kebenarannya adalah "faedah" atau "manfaat". Suatu teori atau hipotesis dianggap oleh pragmatisme benar apabila membawa suatu hasil. Dengan kata lain, suatu teori adalah benar if it works ( apabila teori dapat diaplikasikan).
            Suatu pernyataan adalah benar jika berhubungan secara logis dengan pernyataan yang lain; Ini adalah teori koherensi. Menurut teori ini, “suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar” (Jujun, 1984: 55). Termasuk ke dalam teori ini adalah kebenaran matematika (mathematical truth) dan logika deduktif (Scruton, 1996: 23). Kebenaran ini ada jika antara unsur yang satu dan yang lain dalam sebuah kalimat membentuk sebuah pengertian. Pengertian yang disebabkan keterhubungan antar-unsur pernyataan. Sedangkan kesalahan terjadi jika terjadi ketidakhubungan antar-unsur dalam pernyataan. Kebenaran koherensial adalah tempat utama bekerjanya logika. Dengan memproses intra premis, antar-premis (premis mayor dan minor), dan premis dan kesimpulan.
            Berpikir adalah suatu proses untuk memperoleh kebenaran, namun kebenaran yang didapat adalah kebenaran yang bersifat relatif. Karena sifat relatifnya itulah maka dibuat kategari kebenaran dalam tiga jenis yaitu kebenaran epistemologis, kebenaran ontologis dan kebenaran semantis. Kebenaran epistemologis adalah kebenaran yang berhubungan dengan pengetahuan manusia, kebenaran dalam ontologis adalah kebenaran sesebagai sifat dasar yang melekat pada hakikat segala sesuatu yang ada atau duadakan dan kebenaran semantis adalah kebenaran yang terdapat dan melekat dalam tutur kata dan bahasa.
            Sedangkan untuk menemukan kebenaran ilmiah, disamping logika harus disertai dengan :
  1. Penggunaan bahasa yang jelas, mudah ditafsirkan hingga tidak salah persepsi.
  2. Penggunaan metode ilmiah seperti yang telah diutarakan dipengembangan ilmu pengetahuan.
  3. Penggunaan analisis dan statistik hingga menemukan kebenaran yang dapat dipertanggung jawabkan dan bukan kebenaran karena perasaan atau perkiraan.
            Berbeda dengan kebenaran ilmiah yang diperoleh berdasarkan penalaran logika ilmiah, ada juga kebenaran karena faktor-faktor non-ilmiah. Beberapa diantaranya adalah:
  1. Kebenaran Karena Kebetulan: Kebenaran yang didapat dari kebetulan dan tidak ditemukan secara ilmiah. Tidak dapat diandalkan karena kadang kita sering tertipu dengan kebetulan yang tidak bisa dibuktikan. Namun satu atau dua kebetulan bisa juga menjadi perantara kebenaran ilmiah, misalnya penemuan kristal Urease oleh Dr. J.S. Summers.
  2. Kebenaran Karena Akal Sehat (Common Sense): Akal sehat adalah serangkaian konsep yang dipercayai dapat memecahkan masalah secara praktis. Kepercayaan bahwa hukuman fisik merupakan alat utama untuk pendidikan adalah termasuk kebenaran akal sehat ini. Penelitian psikologi kemudian membuktikan hal itu tidak benar. 
  3. Kebenaran Agama dan Wahyu: Kebenaran mutlak dan asasi dari Allah dan Rasulnya. Beberapa hal masih bisa dinalar dengan panca indra manusia, tapi sebagian hal lain tidak.
  4. Kebenaran Intuitif: Kebenaran yang didapat dari proses luar sadar tanpa menggunakan penalaran dan proses berpikir. Kebenaran intuitif sukar dipercaya dan tidak bisa dibuktikan, hanya sering dimiliki oleh orang yang berpengalaman lama dan mendarah daging di suatu bidang.
  5. Kebenaran Karena Trial dan Error: Kebenaran yang diperoleh karena mengulang-ulang pekerjaan, baik metode, teknik, materi dan paramater-parameter sampai akhirnya menemukan sesuatu. Memerlukan waktu lama dan biaya tinggi.
  6. Kebenaran Spekulasi: Kebenaran karena adanya pertimbangan meskipun kurang dipikirkan secara matang. Dikerjakan dengan penuh resiko, relatif lebih cepat dan biaya lebih rendah daripada trial-error.
  7. Kebenaran Karena Kewibawaan: Kebenaran yang diterima karena pengaruh kewibawaan seseorang. Seorang tersebut bisa ilmuwan, pakar atau ahli yang memiliki kompetensi dan otoritas dalam suatu bidang ilmu. Kadang kebenaran yang keluar darinya diterima begitu saja tanpa perlu diuji. Kebenaran ini bisa benar tapi juga bisa salah karena tanpa prosedur ilmiah.
            Kebenaran yang diperoleh dengan cara merenungkan atau memikirkan sesuatu sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya, baik sesuatu itu ada atau mungkin ada. Kebenaran filsafat ini memiliki proses penemuan dan pengujian kebenaran yang unik dan dibagi dalam beberapa kelompok (madzab). Juga banyak yang oportunis alias menganut madzab dualisme kelompok, misal mengakui kebenaran realisme dan naturalisme sekaligus.
  1. Realisme: Mempercayai sesuatu yang ada di dalam dirinya sendiri dan sesuatu yang pada hakekatnya tidak terpengaruh oleh seseorang.
  2. Naturalisme: Sesuatu yang bersifat alami memiliki makna, yaitu bukti berlakunya hukum alam dan terjadi menurut kodratnya sendiri.
  3. Positivisme: Menolak segala sesuatu yang di luar fakta, dan menerima sesuatu yang dapat ditangkap oleh pancaindra. Tolok ukurnya adalah nyata, bermanfaat, pasti, tepat dan memiliki keseimbangan logika.
  4. Materialisme Dialektik: Orientasi berpikir adalah materi, karena materi merupakan satu-satunya hal yang nyata, yang terdalam dan berada diatas kekuatannya sendiri. Filosofi resmi dari ajaran komunisme.
  5. Idealisme: Idealisme menjelaskan semua obyek dalam alam dan pengalaman sebagai pernyataan pikiran.
  6. Pragmatisme: Hidup manusia adalah perjuangan hidup terus menerus, yang sarat dengan konsekuensi praktis. Orientasi berpikir adalah sifat praktis, karena praktis berhubungan erat dengan makna dan kebenaran.


Daftar Pustaka

            Abdullah, Mohammad NajibPragmatisme: Sebuah Tinjauan Sejarah Intelektual Amerika” Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara
            Bakhtiar, Amsal. (2005) Filsafat Ilmu. Rajawali Pers.

http://zfikri.wordpress.com/

No comments:

Post a Comment

Ayo semua...

jadikan hidup kita lebih berarti dan bermanfaat bagi kita
bagi dunia kita...

salam selalu untuk Kalian...