Showing posts with label psikologi. Show all posts
Showing posts with label psikologi. Show all posts

Jun 26, 2011

Peran dan Fungsi masyarakat

Masyarakat, tentunya kita sudah tidak asing lagi dengan istilah ini. Karena kita adalah bagian dari kata tersebut, eumh yakinkah dengan pernyataan tadi?? Saya sangat yakin. Namun apakah definisi dari masyarakat dan bagaimana serta seperti apa masyarakat itu?? Mungkin akan banyak definisi serta pengertian yang muncul baik dari para ahli sosial khusus sosiolog yang memang secara khusus mempelajari tentang masyarakat maupun dari individu lainnya dari berbagai keahlian yang berbeda dalam mendefinisikan masyarakat.
Kita coba lihat defini masyarakat menurut Gabriel Tarde (bapak Psikologi Sosial, 1842-1904), menurut tarde, masyarakat itu tidak lain dari pengelompokan manusia dimana individu-individu yang satu mengimitasi yang lain dan sebaliknya. Ahlinya lainnya yaitu Gustave le bon (1841-1932) yang terkenal dalam lapangan psikologi massa atau ilmu orang ramai. Masyarakat ialah suatu kumpulan dari banyak orang berjumlah ratusan atau ribuan yang berkumpul dan mengadakan suatu hubungan atau saling keterkaitan minat dan kepentingan bersama. Sedangkan Emile Durkheim (1858-1917) mendefinisikan masyarakat sebagai berikut “masyarakat adalah kelompok-kelompok manusia yang hidup secara kolektif dengan pengertian-pengertian dan tanggapan-tanggapan kolektif.
Dari pengertian-pengertian diatas, barangkali saya mencoba mengambil satu titik temu untuk menyamakan terlebih dahulu persepsi kita tentang masyarakat. Masyarakat menurut saya merupakan suatu sistem yang mengikat kehidupan orang-orang dan merupakan suatu lingkungan yang menguasai kehidupan yang didalam terjadi interaksi sosial secara langsung dan tidak langsung. Mengikat disini memiliki arti bahwa individu tidak bisa lepas dari kelompoknya karena memiliki satu keterikatan kebutuhan dengan individu lainnya. Sebagai contoh ketika seorang petani ingin menjual hasil pertaniannya maka secara langsung maupun tidak langsung ai akan mengadakan kontak dengan individu lainnya untuk menjual barangnya. Kemudian masyarakat menguasai kehidupan memiliki arti bahwa, dalam suatu kelompok atau kumpulan dari individu-individu akan terdapat norma dan nilai-nilai sosial yang pada mulanya tidak terdapat pada diri individu namun lambat laun diberikan bahkan sering kali dipaksakan. Contoh,dalam masyarakat adat “tradisional” peran seorang kepala suku adalah sebagai pemegang adat, maka nilai-nilai atau norma yang diketahui oleh kepala suku menjadi norma umum yang diberlakukan dalam masyarakat. Atau dilingkungan masyarakat kita, dimana memaksakan norma yang berlaku untuk dipatuhi oleh setiap orang dilingkungan kita, sehingga muncul kaum-kaum marginal yang dianggap menyimpang dari norma-norma yang berlaku.
Lalu apa yang hendak saya sampaikan lewat tulisan ini?? Eumh yah,, barang kali apa yang akan saya utarakan hanya sebatas pengetahuan seorang yang belum tahu banyak tentang berbagai pengetahuan, tapi mencoba sedikit memberi kontribusi sebisa saya lewat media ini. Eumh beberapa waktu ini pikiran saya cukup tersita dengan berbagai hal yang terjadi dilingkungan saya, entah ini merupakan suatu degradasi moral atau apapun namanya itu. Dengan tulisan ini saya ingin berbagi berbagai hal yang belum saya ketaui untuk sama-sama belajar. Pertama dari tulisan ini ingin saya sampaikan bahwa untuk mengetahui dan mempelajari tingkah laku seseorang, tidak cukup hanya pribadi individunya tapi kita seimbangkan dengan lingkungan dengan tempat dia tinggal, dengan sendiri kita akan menemukan seluk beluk psikologis seseorang. Contoh, seorang teman saya berasal sari daerah X, perilakunya amat sopan dan baik, dan pasti orang yang pertama kali bertemu dengan dia sepakat bahwa orang ini sangat sopan baik. Namun setelah kenal lebih jauh, ternyata penilaian saya berubah 180 derajat, bahkan bukan hanya saya yang berkata demikian tapi beberapa orang teman saya pun mengatakan dan merasakan hal yang sama dengan saya, setelah mengenal beberapa orang dari lingkungan yang sama dengan teman saya tersebut ternyata saya menemukan suatu persamaan diantara perilaku mereka. Apakah hal ini menggambarkan suatu pembenaran atas teori yang saya utarakan?? Saya pikir ya.
Hal lain yang ingin disampaikan dalam tulisan ini adalah, hubungan yang baik sejak kecil antara invidu dan lingkungan masyarakat, hubungan baik dengan keluarga, antara anak-anak dan orang tua, antara kakak dan adik dalam keluarga, antara kawan-kawan sepermainan di sekolah dan seterusnya adalah kerangka-kerangka hubungan sosial individu dalam bermasyarakat. Penaman nilai-nilai dan norma yang baik serta mengajari anak untuk memiliki keterampilan sosial akang berdampak pada perkembangan anak, serta anak memiliki keterampilan human relationship yang baik. Sementara akhir-akhir ini banyak dari individu-individu seolah kehilangan keterampilan tersebut, banyak individu yang memiliki jiwa sosial sangat rendah, lebih mengutamakan kepentingan pribadi diatas kepentingan sosial, rasa persaudaraan yang memudar, rasa nasionalisme yang luntur, apakah ini pengaruh dari norma dan nilai yang diajarkan keluarga dan masyarakat telah luntur atau norma saat ini tidak lagi dimengikat seperti dulu. Eumh mungkin ini yang orang sering bilang penurunan norma dan nilai. Ah entahlah, akan banyak sekali pemikiran-pemikiran yang terlontar disini ketika saya membahas hal ini. Hanya saja teringat akan sebuah ceramah di minggu pagi di sebuah masjid bahwa “falsafah hidup Rasullah adalah sebaik-baiknya orang adalah orang yang bermanfaat bagi kehidupan orang lain”. Kemudian Ustad itu berkata, jika mengaku Umatnya sudahkah kita menjalankan apa yang dicontohkan oleh nya (Nabi Muhammad SAW) jangan sampai sholat kita hanya sebatas ritual yang tidak memiliki kedalam makna yang merasuk kedalam hati sanubari, sehingga hati kita tertutup oleh kabut gelap dan sholat kita menjadi sia-sia belaka. Semoga kita tetap berada dijalan yang benar dan tidak termasuk golongan orang-orang fasik. Amin.
Lanjut ke tulisan sebelumnya, eumh barangkali saya belum bisa memberikan solusi besar, tapi ini yang saya pikirkan saat ini.
1. Sebagai seorang ibu, sudahkah mendidik anak-anak kita untuk memiliki nilai-nilai dan norma yang baik dalam masyarakat?? Atau mungkin sebagai seorang ibu, terlalu sibuk dengan pekerjaan sebagai wanita karier sehingga melupakan kewajiban sebagai seorang ibu. Atau sibuk arisan dan pergi kesalon,, eumh,, “maaf tidak bermaksud mendiskreditkan para ibu, hanya saja banyak dari murid-murid saya mengeluhkan tentang ibu mereka yang bekerja dan kurang memperhatikan kebutuhan dasar dari anak, yaitu kasih sayang. “maaf sekali lagi tidak bermaksud untuk mendiskreditkan para ibu, karena saya yakin betul surga itu ada ditelapak kaki ibu. Sehingga sangatlah berdosa orang yang telah membuat hati seorang ibu terluka bahkan meteskan airmata. Sungguh amat berdosa orang tersebut.
2. Ayah, seorang ayah memiliki kecenderungan untuk kaku ketika berkomunikasi dengan anaknya, sehingga sering kali menimbulkan perselisihan dengan anak, tugas seorang ayah bukan hanya memberi nafkah kepada istri dan anak, tapi lebih dari itu. Kasih sayang seorang ayah sangat diperlukan untuk keseimbangan jiwa seorang anak. So, sudahkan sosok ayah yang sejati ada dalam diri kita?? Eumh mari ita belajar mengerti dunia anak-anak, sudah sangat banyak anak-anak menjadi broken home karena sikap ayah yang tidak bersahabat dengan anak, jangan samapai kita menjadi bagian dari hal seperti itu.
3. Keluarga, bukankah setiap orang punya keluarga, disamping ayah, ibu dan kakak atau adik, ia pasti punya bibi, om, kakek nenek, sodara sepupu, ipar, ponakan. Keluarga adalah hal utama dalam membangun kerangka-kerangka seorang individu dalam memulai bermasyarakat. Lalu apa jadinya jika keluarrga tercerai berai, bukankah anak-anak yang akan jadi korban, so mari kawan jaga persaudaraan ita, ingat pepatah sunda mengatakan, “saburuk-burukna kai jati anggeur jati” yang artinya seburuk-buruknya keluarga, dia adalah keluarga kita, masih punya ikatan darah.
4. Teman, bahkan (maaf sebelumnya) seorang pelacur pun pasti punya teman. Hanya saja, apa yang bisa dilakukan oleh teman itu, apakah dia hanya diam saja melihat temannya sedang menuju lubang neraka, tentu sebagai seorang teman yang baik dan memiliki hati nurani sebagai manusia, ia akan berbuat sesuatu untuk mencegah hal itu. Bukankah telah dicontohkan oleh para sahabat nabi bagaimana suatu jalinan persahabatan itu bagaimana. Mari kawan kita jadi seorang yang lebih bertenggang rasa terhadap kawan-kawan kita, karena kita pun pasti akan membutuhkan nya, setidaknya kelak diakhirat ketika kita dihisab, kita akan memerlukan ucapan maaf dari kawan yang telah disakiti hatinya saat didunia.
5. Pemuka agama, eumh,, ya pemuka agama memiliki peranan sangat penting dalam menata kehidupan sosial,, namun saat ini peran mereka seakan luntur,, lalu apa saja yang mereka ajarkan saat ini, kenapa peran mereka bisa tergeser oleh roda jaman, bukan kah dalam islam Ulama itu pewaris para nabi, lalu kenapa saat ini nasehat-nasehat para ulama tidak dihiraukan bahkan cenderung dilecehkan?? Mari kita sama-sama merefleksikannya, bisa saja kita terlalu gelap hatinya sehingga tidak bisa menerima nasehat para alim ulama, namun bisa juga para alim ulama saat ini lebih mengedepankan popularitas, fashion dan keduniaan sehingga menimbulkan kekecewaan dimasyarakat, saya pikir sudah saat nya ulama kembali kepada khitahnya untuk menjadi penerus para nabi dengan cara-cara yang kreatif namun tidak menyimpang. Bukankah dulu wali sanga pun bisa, lalu buya hamka pun menjadi tokoh ulama yg kharismatik,,
6. Guru. . saya lebih suka menyebutnya dengan pendidik, ya, pendidik bukan pengajar. Apa saja yang mereka berikan dikelas?? Hanya sebatas teori saja kah yang diberikan, tanpa ada pembekalan tentang bagaimana teori digunakan untuk hal yang positif. Atau bahkan ketika dikelas tidak mengajarkan apa-apa, hanya dudk diam manis sambil menunggu bel pergantian jam usai lalu pulang mengambil gaji tanggal 1,, atau hanya mengejar dan menyuruh murid-murid untuk mendapat nilai yang bagus serta hanya mengukur prestasi murid dari nilai yang mereka raih.. eumh saya pikir tidak hanya demikian ,, sosok guru, memang suatu pekerjaan yang tidak sesimpel namanya,, hanya empat huruf memang,, tapi luar biasa tanggung jawab yang dipikulnya, salah memberi arahan dalam medidik, maka akan salah pula orang yang ia didik.. oleh karena itu guru harus memiliki jiwa pengabdi yang tinggi, apalagi sekarang sudah ada sertifikasi bagi guru yang katanya meningkatkan kesejahteraan guru, seharusnya di imbangi juga dengan kualitas mengajar yang lebih baik oleh para guru. Saya yakin guru-guru di Indonesia penuh dengan kebesaran jiwa dan akan menjadi pendidik yang baik. Amin.
7. Pejabat Pemerintah dan pemerintahannya,, lembaga formal yang menjaga keberlangsungan kesejahteraan suatu masyarakat. Namun apa yang terlihat saat ini,, eumh tidak banyak kata yang akan tertulis disini,,, hanya saja bukankah kalian telah dibayar mahal oleh rakyat untuk tugas ini,, lalu jika rakyat tidak kunjung sejahter,, apa saja yang telah kalian lakukan,, apakah anggota dewan pekerjaannya tidur di gedung dewan?? Ataukah seorang walikota pekerjaan nya menghamburkan-hamburkan uang rakyat untuk proyek yang hanya menambah sengsara rakyat.. haloo.. kalian dibayar mahal rakyat untuk bekerja dan mengabdi kepada rakyat,, maka jadilah pejabat yang mengayomi rakyatnya. Dalam hal ini sy pernah dengar, serahkan segala urusan pada ahlinya,, itu memang benar... jika tidak ahli,, lebih baik para pejabat yang ada itu mundur saja, karena saya pikir masih banyak yang lebih layak duduk dikursi pemerintahan dan bisa dengan benar mengurusi rakyatnya. Dan bekerja penuh pengabdian adalah kunci utamanya..
8. Pihak lainnya yang terkait,, pengusaha, pelaku bisnis, kontraktor, buruh,dan lain sebagai nya,, masing punya peran dalam membangun suatu masyarakat... oleh karena itu alangkah bijak dan baiknya jika kita berperan sebaik-baiknya dalam menjalankan fungsi kita dalam masyarakat.
Wah wah,, eumh kalau dilanjutin ga bakal habis habis... eumh,, mungkin saat ini hanya sebatas ini yang bisa saya sampaikan,, mari kawan, rekan, bapak, ibu, sodara-sodara semua. Kita cipatakan suatu masyarakat yang damai, masyarakat yang harmonis dan kita minimalisasikan perpecahan diantara kita demi kesejahteraan bersama.
Terakhir kutipan yang diambil dari tafsir La tahzan
Janganlah hanya karena satu aib tersembunyi atau dosa kecil yang sebenarnya bisa kita tutupi dengan kebaikannya yang lebih banyak, anda menjadi jauh dari seseorang yang pernah anda puji latar belakangnya, yang pernah anda terima kehidupannya, yang pernah anda ketahui kemuliaannya, dan yang pernah anda ketahui kemampuan berfikirnya.
Karena anda tidak akan mendapatkan seorang pun yang sopan tanpa aib atau dosa. Coba posisikan diri anda dalam posisinya, tidaklah anda terpaksa harus melihatnya dengan ainur ridha dan tidak menilainya dengan kaca mata hawa nafsu ketika anda menempatkan diri anda dalam posisinya dan menilainya, ada sesuatu yang dapat membantu apa yang sudah inginkan dan mendekatkan diri anda kepada orang yang melakukan dosa ini.
Dan sebuah bait tak bertuan,, untuk menutup tulisan ini
Wahai Tuhan, engkaulah yang memasukan aku dengan baik-baik maka keluarkan pula dengan baik-baik.
Wahai Tuhan, engkaulah yang mengetahui bahwa diri ini mencintai perjuangan ini, maka pahamkanlah kepada mereka bahwa sesungguhnya saya mencintainya.
Wahai Tuhan, cintamu,nikmatnya berada dalam kekurangan ini maka sadarkanlah diri ini agar dapat tetap menikmatinya.
Semuanya telah berlalu, menjadi sebuah kenangan indah maka jangan Kau beri kami lupa atas apa yang telah terjadi. (Al-Itsar)


Sejenak kuterkenang hakikat perjuangan penuh onak dan cabaran
Bersama teman-teman arungi kehidupan oh indahnya

Berat rasanya di dalam jiwa untuk melangkah meninggalkan semua
Kasih dan cintaa…yang terbina ia kan selamanya
Selamat berjuang sahabatku
Semoga Allah berkatimu
Kenangan indah bersamamu tak kubiar ia berlalu
Berjuanglah hingga ke akhirnya
Dan ingatlah semua ikrar kita

Semoga bermanfaat,,, masukan dan kritik nya sangat ditunggu untuk perbaikan diri saya pribadi dan untuk kebaikan bersama.

Sumber Redaksi:
Psikologi Sosial, Dr. W.A. Gerungan, Dipl. Psych.
Catatan Kuliah Sang Autismo
Buku komunikasi MH

Jun 14, 2011

Sedikit tentang Depresi

Depresi/ Depression
DEFINISI
Depresi adalah gangguan medis yang menyerang tubuh dan pikiran. Juga disebut major depression, major depressive, dan clinical depression dan berdampak pada apa yang anda rasakan, pikirkan, dan kelakuan anda. Depresi dapat menyebabkan variasi emosional dan masalah fisik. Anda mungkin memiliki masalah dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan depresi dapat membuat anda merasa jika hidup tidak bernilai.
Lebih dari sekedar perasaan bersedih, depresi bukan sesuatu yang dapat dengan mudah dihilangkan. Depresi adalah penyakit kronis yang biasanya membutuhkan pengobatan jangka panjang seperti halnya diabetes atau tekanan darah tinggi. Banyak orang dengan depresi merasa lebih baik dengan pengobatan medis, konseling atau pengobatan lainnya.
GEJALA
Gejala-gejala depresi antara lain:• Merasa sedih• Lekas marah atau frustasi walaupun pada hal yang kecil• Hilang ketertarikan atau kesenangan pada aktifitas normal• Mengurangi aktifitas hubungan intim• Insomnia ataupun terlalu banyak tidur• Berubahnya selera makan – seringkali kasus depresi mengurangi selera makan dan menyebabkan hilangnya berat badan, tapi pada beberapa orang depresi menyebabkan meningkatnya selera makan dan bertambahnya berat badan.• Rasa bergejolak atau gelisah• Lambat dalam berpikir, berbicara, atau bergerak• Ketidaktegasan, mudah teralihkan, dan berkurangnya konsentrasi• Lelah dan hilang energi – bahkan tugas kecil membutuhkan usaha yang lebih• Perasaan tidak berharga atau bersalah dan terpaku pada kesalahan masa lalu atau menyalahkan diri sendiri ketika sesuatu berjalan tidak benar• Bermasalah dalam berpikir, berkonsentrasi, membuat keputusan dan mengingat sesuatu• Sering berpikir kematian, penderitaan atau kejatuhan• Menangis untuk alasan yang tidak jelas• Memiliki masalah fisik yang tidak terjelaskan seperti sakit punggung atau sakit kepala• Pada beberapa orang gejala depresi sering merasa sedih atau tidak bahagia tanpa benar-benar tahu mengapa.Akibat depresi pada setiap orang bervariasi satu sama lain. Garis keturunan, usia, gender dan latar belakang kultur semuanya memiliki peran bagaimana depresi menimpa anda.
Gejala depresi pada anak dan remaja
Biasanya gejala depresi pada anak dan remaja berbeda dengan gejala depresi pada orang dewasa.• Pada anak yang lebih muda, gejala depresi berupa kesedihan, lekas marah, keputusasaan dan rasa khawatir.• Gejala pada remaja dan usia belasan adalah gelisah, perasaan marah dan menghindari interaksi sosial.• Perubahan pikiran adalah tanda depresi yang biasa terjadi pada remaja dan orang dewasa, tapi tidak biasa pada anak yang lebih muda.• Pada anak dan usia belasan depresi sering terjadi seiring masalah perilaku dan kondisi kesehatan mental lain seperti kegelisahan atau ADHD.
Gejala depresi pada orang dewasa
• Ada orang dewasa yang lebih tua depresi dapat tidak terdiagnosis karena gejalanya – contohnya kelelahan, hilangnya nafsu makan, kesulitan tidur atau hilang ketertarikan pada hubungan intim – dapat berarti disebabkan oleh penyakit lain.• Orang tua dengan depresi mengatakan mereka tidak puas dengan hidup yang biasa, membosankan, tidak berdaya atau tidak berguna. Mereka selalu ingin berdiam dirumah, daripada pergi bersosialisasi atau mencoba sesuatu yang baru.• Pikiran atau perasaan ingin bunuh diri pada orang dewasa menjadi tanda serius dari depresi yang tidak dapat diambil tindakan ringan khususnya pada laki-laki. Pada semua orang dengan depresi, tetapi laki-laki dewasa memiliki risiko tinggi untuk bunuh diri.
Penyebab & Faktor Risiko
Penyebab
Tidak diketahui apa yang menyebabkan depresi. Seperti halnya banyak penyakit mental, ini muncul karena banyak faktor antara lain:• Perbedaan biologis. Orang dengan depresi akan muncul perubahan aktifitas pada otak.• Neurotransmitter. Secara alami muncul hubungan secara kimiawi pada suasana hati yang memiliki peran pada depresi.• Harmon. Berubahnya keseimbangan hormon tubuh menjadi pemicu depresi. Perubahan hormon dapat dihasilkan pada tiroid yang bermasalah, menopause dan beberapa kondisi lain.• Garis keturunan. Depresi muncul pada orang yang memiliki anggota keluarga yang juga mengalami kondisi tersebut. Ilmuan sedang mencoba untuk menemukan gen apa yang mungkin terlibat dalam menyebabkan depresi.• Kejadian hidup. Kejadian seperti kematian atau kehilangan orang yang dicintai, masalah keuangan dan stress tinggi dapat memicu depresi pada beberapa orang.• Trauma masa kecil. Kejadian traumatis pada saat anak-anak, bisa dapat menyebabkan perubahan permanent pada otak yang membuat anda lebih rentan depresi.
Faktor risiko
Depresi secara khusus terjadi pada akhir usia 20an akan tetapi sebenarnya dapat terjadi pada semua usia. Meskipun penyebab tepat depresi tidak diketahui, ilmuan telah mengidentifikasi faktor tertentu yang meningkatkan risiko berkembangnya atau memicu munculnya depresi, yaitu:• Memiliki hubungan biologis dengan orang yang memiliki depresi• Wanita• Memiliki kejadian traumatis saat anak-anak• Memiliki hubungan biologis dengan catatan pecandu alkohol• Memiliki anggota keluarga yang mengalami kejatuhan• Memiliki pengalaman kejadian hidup yang memberikan tekanan, seperti kematian orang yang dicintai• Memiliki banyak teman atau hubungan personal• Memiliki suasana hati depresi ketika kecil• Memiliki penyakit serius, seperti kanker, serangan jantung, Alzheimer's atau HIV/AIDS• Memiliki sifat tertentu, seperti rendahnya kepercayaan diri dan ketergantungan yang berlebih, mengkritik diri sendiri atau pesimistis• Penyalahguanan alkohol, nikotin atau obat-obatan terlarang• Mengambil pengobatan medis atas tekanan darah tinggi yang dimiliki, meminum obat tidur atau pengobatan medis tertentu lainnya (bicara pada dokter anda sebelum berhenti menjalani pengobatan medis tertentu yang anda pikir mengakibatkan berubahnya suasana hati anda)
Pencegahan
Tidak ada cara yang pasti untuk mencegah depresi. Bagaimanapun juga anda sebaiknya mengambil langkah untuk mengontrol stress, untuk meningkatkan ketahanan tubuh anda dan untuk memacu rendahnya kepercayaan diri. Persahabatan dan dukungan sosial khususnya pada waktu krisis akan dapat membantu anda.Sebagai tambahan, pengobatan yang dilakukan pada gejala awal dapat membantu mencegah depresi menjadi lebih buruk. Perawatan jangka panjang juga membantu mencegah kembuhnya gejala depresi.

sumber : http://health.kompas.com/direktori/yourbody/10

Makna Bahagia dan Kebahagiaan

Kan Sekarangpun Sudah Bisa


Di sebuah kampung nelayan, pada suatu pagi, seorang profesor bisnis yang sedang berlibur bertemu dengan seorang nelayan yang tengah membereskan hasil tangkapannya. Sang profesor tidak tahan untuk tidak menyapanya, "Hai, kenapa kamu selesai bekerja sepagi ini?" "Saya sudah menangkap cukup banyak ikan Pak," jawab nelayan itu, "cukup untuk dimakan sekeluarga dan masih ada sisa untuk dijual."

"Lalu, setelah ini kamu mau apa?" tanya profesor itu lagi. Jawab sang nelayan, "Habis ini saya mau makan siang dengan istri dan anak-anak saya, setelah itu tidur siang sebentar, lalu saya akan bermain dengan anak-anak. Setelah makan malam, saya akan ke warung, bersenda gurau sambil bermain gitar bersama teman-teman."

"Dengarkan kawan," ujar sang profesor, "jika kamu tetap melaut sampai sore, kamu bisa mendapat dua kali lipat hasil tangkapan. Kamu bisa menjual ikan lebih banyak, menyimpan uangnya, dan setelah sembilan bulan kamu akan mampu membeli perahu baru yang lebih besar. Lalu, kamu akan bisa menangkap ikan empat kali lebih banyak. Coba pikir, berapa banyak uang yang bakal kamu dapat!"

Lanjut profesor, "Dalam satu dua tahun kamu akan bisa membeli satu kapal lagi, dan kamu bisa menggaji banyak orang. Jika kamu mengikuti konsep bisnis ini, dalam lima tahun kamu akan menjadi juragan armada nelayan yang besar. Coba bayangkan!"

"Kalau sudah sebesar itu, sebaiknya kamu memindah kantormu ke ibu kota. Beberapa tahun kemudian perusahaanmu bisa 'go public', kamu bisa jadi investor mayoritas. Dijamin, kamu akan jadi jutawan besar! Percayalah! Aku ini guru besar di sekolah bisnis terkenal, aku ini ahlinya hal-hal beginian!"

Dengan takjub, nelayan itu mendengarkan penuturan profesor yang penuh semangat itu. Ketika profesor selesai menjelaskan, sang nelayan bertanya, "Tapi Pak Profesor, apa yang bisa saya perbuat dengan uang sebanyak itu?"

Ups! Anehnya sang profesor belum memikirkan konsep bisnisnya sejauh itu. Cepat-cepat dia mereka-reka apa yang seseorang bisa lakukan dengan uang sebanyak itu. "Kawan! Kalau kamu jadi jutawan, kamu bisa pensiun. Ya! Pensiun dini seumur hidup! Kamu bisa membeli villa mungil di desa pantai yang indah seperti ini, dan membeli sebuah perahu untuk berwisata laut pada pagi hari. Kamu bisa makan bersama keluargamu setiap hari, bersantai-santai tanpa khawatir apa pun. Kamu punya banyak waktu bersama anak-anakmu, dan setelah makan malam kamu bisa main gitar dengan teman-temanmu di warung. Yeaaa, dengan uang sebanyak itu, kamu bisa pensiun dan hidupmu jadi mudah!

"Tapi, Pak Profesor, kan sekarangpun ini saya sudah bisa begitu...," lirih sang nelayan dengan lugunya.

....................................................................................... Pesan Moral : Kenapa kita percaya bahwa kita harus bekerja begitu keras dan menjadi kaya raya terlebih dahulu, baru kita bisa merasa berkecukupan? Apakah ada "tujuan yang lebih mulia" dari apa yang Anda lakoni saat ini? Apakah itu benar tujuan mulia atau sekadar dalih rasa takut untuk menjadi apa adanya? Untuk merasa berkecukupan, apa sekarang ini tidak bisa?

"NIKMATILAH HIDUP INI APAPUN ADANYA, kita wajib selalu BERSYUKUR KARENA NIKMAT DAN KARUNIA ALLAH"...


===========================================

10 Perubahan Setelah Pria Menikah

ANDA mungkin terlalu menghibur diri jika menganggap suami tak berubah setelah menikah. Pria manapun pasti akan berubah meskipun Anda mengenalnya sebagai pria yang baik selama masih pacaran.

Perubahan yang dimaksud yakni kebiasaannya setelah menikah, seperti:

1. Mereka enggan bertelepon lama

Bukankah ini juga terjadi saat masa berpacaran? Well, ini berbeda. Jika dulu saat PDKT dengan Anda, ia rela menelepon berjam-jam hanya untuk memastikan Anda sudah makan atau sudah sampai di rumah. Setelah beberapa lama berpacaran ia akan enggan bertelepon lama.

Bagaimana setelah menikah? Kebiasaan ini tidak berubah, malah ia juga enggan bertelepon lama dengan keluarga Anda.

2. Mereka ternyata suka gosip
Siapa bilang pria tak suka bergosip. Anda akan mengetahui kebiasaan mereka yang satu ini setelah menikah. Salah satu contoh adalah cerita tentang sahabatnya sendiri.

3. Mereka tak mengenal multitasking
Oh, baiklah. Tak banyak pria yang bisa membantu tugas rumah (bahkan mereka cenderung mengacaukannya). Untuk itulah wanita lebih sering ngomel saat meninggalkan setumpuk cucian piring yang masih tak berubah posisinya.

4. Alat pendengaran mereka masih baik kok, tapi mengapa mereka jarang mau mendengarkan?
"Sayang, kurangi dong merokoknya. Masih ingat kan minggu lalu kamu batuk keras?"

Coba tebak apa jawaban si dia saat kita mengingatkannya dengan lembut. Ya! Mereka seolah tak mendengarkannya, bahkan lupa saat mengeluh dadanya sakit dan berbaring lemah tak berdaya.

5. Perlu diingatkan dalam segala hal

Bahkan saat Anda berulang tahun, Anda harus mengingatkannya beberapa kali. Padahal, saat berpacaran dulu, tepat jam 12 malam ia rela berdiri di depan rumah sambil membawa bunga dan kue tart cantik. Bye-bye romance!

6. Sangat manja saat sakit
Dulu ia selalu menunjukkan bahwa tubuhnya lebih kuat dari Superman, bahkan Spiderman. Sekarang? Ia akan meringkuk di atas sofa menonton acara sepakbola kesayangannya sambil meminta untuk dipijit, diambilkan remote TV atau snack.

7. Inisiatif, sepertinya mereka lupa akan kata tersebut
Saat berpacaran, tanpa diminta ia akan melakukan hal yang Anda suka. Namun, jangan terlalu berharap ia akan melakukannya. Ia akan menunggu untuk disuruh, Anda ngomel atau bertengkar terlebih dahulu untuk melakukan sesuatu (pertengkaran seperti ini jangan sering-sering dilakukan ya! Don't do this at home)

8. Less ASK, more ACTION

Masih ingat saat jaman berpacaran, ingin melakukan sesuatu ia akan bermanja-manja bertanya pada Anda (meskipun untuk sekedar tahu pendapat Anda). Hal itu akan menjadi hal yang cukup langka dilakukan olehnya, terkecuali itu adalah masalah penting yang menyangkut keluarga.

Jadi, jangan keburu marah apabila tiba-tiba sudah ada seperangkat kail pancing canggih, sementara Anda sudah mendambakan mengganti lemari es Anda.

9. Mereka jarang peduli pada penampilan Anda
Dan biasanya, sibuk memperhatikan penampilan wanita lain. Dalam hati Anda ingin berteriak kencang melampiaskan kekesalan Anda.

Pada beberapa kasus, melirik wanita lain adalah hal yang wajar dilakukan oleh pria. Selama lirikan itu hanya terjadi karena wanita itu menarik, dan ia tak berniat mencari tahu dan berkenalan dengan wanita tersebut.

Masih ingin terlihat kusut di balik daster yang Anda pakai itu?

10. Apa itu romantis?
Mereka seolah lupa apa itu romantis, bagaimana menggandeng tangan Anda saat berjalan di mall, atau mencium kening di pagi hari. Pada umumnya, setelah menikah mereka merasa aman, dan tak perlu melakukan hal romantis untuk memenangkan hati Anda.

Ingin si dia berubah? Let's make love, not war


Sumber : Metrotvnews.com

Sayang, Tapi Sudah Tidak Cinta

Sayang, Tapi Sudah Tidak Cinta

Lifestyle + / Selasa, 14 Juni 2011 16:16 WIB
Seorang sahabat menuturkan kegalauan hatinya. Dia memiliki hubungan cinta yang bahagia, saling mencintai dan selalu bisa menyelesaikan konflik dengan baik. Namun segera dia menyadari bahwa ada sesuatu yang berubah dari pasangannya ketika semua aktivitas berdua terasa sebagai rutinitas biasa. Saat hal ini diungkapkan pada pasangan, jawaban yang dia dapat 'aku masih sayang, tapi rasanya sudah tidak ada getaran cinta'.

Sebuah jawaban yang tidak mudah dipahami oleh seorang wanita. Apakah Anda harus bertahan untuk kembali menumbuhkan cintanya? Atau ini berarti harus mengakhiri semuanya? John Ortved, seorang penulis dan konsultan cinta di Glamour, menjawab kegalauan Anda.

Menurut John Ortved, jika seorang pria mengatakan 'sudah tidak cinta' maka itulah arti yang sesungguhnya. Walaupun di belakang atau di depan kalimat itu dia menambahkan 'masih sayang', 'masih merindukanmu', 'bahagia bersamamu', dan sebagainya, namun intinya sudah jelas, yaitu dia sudah tidak cinta lagi dengan Anda dan dia ingin mengakhiri hubungan romantisme ini.

Mungkin Anda beranggapan dia sedang bingung dengan perasaannya sendiri. Namun menurut Ortved, sekalipun dia sedang bingung, sebagian besar hatinya telah memutuskan 'tidak' daripada 'ya, saya masih ingin berpacaran dengannya'. Jika dia masih ingin bersama Anda, tentu dia akan menahan mulutnya untuk mengatakan hal yang berbahaya begitu bukan?

Lalu, mengapa dia mengatakan hal-hal manis itu? Karena dia masih peduli dengan Anda dan ingin hubungan Anda dengan dia tetap baik-baik saja walaupun tidak sebagai pasangan. Jika demikian, maka inilah yang harus Anda lakukan. Berhenti menghubungi dan menjauhlah dari kehidupannya selama Anda masih menyimpan rasa cinta. Di kemudian hari, jika Anda sudah tidak lagi peduli dengan kehidupan cinta si mantan, barulah Anda bisa menjadi teman bahkan sahabatnya. (kpl/ICH)

Sumber : metrotvews.com

Jun 13, 2011

Tanamkan Sejak Dini Rasa Toleransi Beragama Bagi Anak

sebagai pendidik atau orangtua kita tidak boleh mengajarkan anak fanatik pada satu agama, anak boleh tau agama yang laen tetapi harus taat pada satu agama..
dengan memberi contoh kecil pada keh sehari-hari anak pasti mengerti mengapa memeluk islam karena dirinya sendiri bukan karena warisan orangtua sehingga bisa menghormati agama yang lain

Jika anak tak memahami proses terjadinya penyimpangan agama-agama di dunia, mereka akanmengalami kebingungan, mengapa hanya Islam diridhai Allah

Oleh: Mohammad Fauzil Adhim
www.hidayatullah.com--Ada seorang kepala sekolah, kepada murid-muridnya selalu menunjukkan bahwa di dunia ini hanya ada satu agama. Hal yang sama juga dilakukan kepada anaknya sendiri. Setiap kali ada hari libur keagamaan non-Islam, sekolah tetap masuk dan guru tidak boleh menginformasikan yang sesungguhnya. Guru hanya boleh menginformasikan kepada murid dengan satu ungkapan: “hari libur nasional”. Apa pun liburnya! Sungguh, sebuah usaha yang serius!

Hasilnya, anak-anak tidak mengenal perbedaan semenjak awal. Dan inilah awal persoalan itu. Suatu ketika anaknya bertemu dengan anak rekannya yang non- Muslim. Begitu tahu anak itu bukan Muslim, anaknya segera bertindak agresif. Anaknya menyerang dengan kata-kata yang tidak patut sehingga anak rekannya menangis. Peristiwa ini menyebabkan ia merasa risau, apa betul sikap anaknya yang seperti itu.

Tetapi ini belum seberapa. Ada peristiwa lain yang lebih memilukan. Suatu hari salah seorang muridnya mengalami peristiwa “mencengangkan”. Ia berjumpa seorang non-Muslim, yang akhlaknya sangat baik. Sesuatu yang tak pernah terduga sebelumnya, sehingga menimbulkan kesan mendalam bahwa ada agama selain Islam dan agama itu baik karena orangnya sangat baik.

Apa yang bisa kita petik dari kejadian ini? Semangat saja tidak cukup. Mendidik tanpa semangat memang membuat ucapan-ucapan kita kering tanpa makna. Tetapi keinginan besar menjaga akidah anak tanpa memahami bagaimana seharusnya melakukan tarbiyah, justru bisa membahayakan. Alih-alih menumbuhkan kecintaan pada agama, justru membuat anak terperangah ketika mendapati pengalaman yang berbeda. Beruntung kalau anak mengkomunikasikan, kita bisa meluruskan segera. Kalau tidak? Kekeliruan berpikir itu bisa terbawa ke masa-masa berikutnya, hingga ia dewasa. Na’udzubillahi min dzaalik.
Hanya Islam yang Allah Ridhai

Apa yang harus kita lakukan agar anak-anak bangga dengan agamanya, sehingga ia akan belajar meyakini dengan sungguh-sungguh? Tunjukkan kepadanya kesempurnaan agama ini. Yakinkan kepada mereka bahwa inilah agama yang paling benar melalui pembuktian yang cerdas. Sesudah melakukan pembuktian, kita ajarkan kepada mereka untuk percaya pada yang ghaib dan menggerakkan jiwa mereka untuk berbuat baik. Hanya dengan meyakini bahwa agamanya yang benar, mereka akan belajar bertoleransi secara tepat terhadap pemeluk agama lain. Tentang ini, silakan baca kembali kolom parenting bertajuk Ajarkan Jihad Sejak Dini di majalah Suara Hidayatullah kita ini.

Dalam urusan akidah, ajarkan dengan penuh percaya diri firman Allah Ta’ala: “… Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu. ” (Al-Maa’idah [5]: 3).

Melalui penjelasan yang terang dan mantap, anak mengetahui bahwa agama di dunia ini banyak jumlahnya, tapi hanya satu yang Allah Ta’ala ridhai. Baik orangtua maupun guru perlu menunjukkan kepada anak sejarah agama-agama sehingga anak bisa memahami mengapa hanya Islam yang layak diyakini dan tidak ada keraguan di dalamnya. Jika anak tidak memahami proses terjadinya penyimpangan agama-agama di dunia, mereka dapat mengalami kebingungan mengapa hanya Islam yang Allah ridhai.

Pada gilirannya, ini bisa menggiring anak-anak secara perlahan menganggap semua agama benar. Apalagi jika orangtua atau guru salah menerjemahkan. Beberapa kali saya mendengar penjelasan yang mengatakan Islam sebagai agama yang paling diridhai Allah. Maksudnya baik, ingin menunjukkan bahwa Islam yang paling sempurna, tetapi berbahaya bagi persepsi dan pemahaman anak. Jika Islam yang paling diridhai Allah, maka ada agama lain yang diridhai dengan tingkat keridhaan yang berbeda-beda. Ini efek yang bisa muncul pada persepsi anak.

Kita perlu memperlihatkan pluralitas pada anak bahwa memang banyak agama di dunia ini, sehingga kita bisa menunjukkan betapa sempurnanya Islam. Mereka menerima pluralitas (kemajemukan) agama dan bersikap secara tepat, sebagaimana tuntunan Rasulullah. Tetapi bukan pluralisme yang memandang semua agama sama.

Berislam dengan Bangga

Setelah anak meyakini bahwa Islam agama yang sempurna dan satu-satunya yang diridhai Allah ‘Azza wa Jalla, kita perlu menguatkan mereka dengan beberapa hal.

Pertama, kita bangkitkan kebanggaan menjadi Muslim di dada mereka. Sejak awal kita tumbuhkan kepercayaan diri yang kuat dan harga diri sebagai seorang Muslim, sehingga mereka memiliki kebanggaan yang besar terhadap agamanya. Mereka berani menunjukkan identitasnya sebagai seorang Muslim dengan penuh percaya diri, “Isyhadu bi anna muslimun.” Saksikanlah bahwa aku seorang Muslim!

Kedua, kita biasakan mereka untuk memperlihatkan identitasnya sebagai Muslim, baik yang bersifat fisik, mental dan cara berpikir. Inilah yang sekarang ini rasanya perlu kita gali lebih jauh dari khazanah Islam; bukan untuk menemukan sesuatu yang baru, tetapi untuk menemukan apa yang sudah ada pada generasi terdahulu yang berasal dari didikan Rasulullah Saw dan sekarang nyaris tak kita temukan pada sosok kaum Muslimin di zaman ini.

Ketiga, kita bangkitkan pada diri mereka al wala’ wal bara’ sehingga memperkuat percaya diri mereka. Apabila mereka berjalan, ajarkanlah untuk tidak menepi dan menyingkir karena grogi hanya karena berpapasan dengan orang-orang kafir yang sedang berjalan dari arah lain. Bukan berarti arogan. Kita hanya menunjukkan percaya diri kita, sehingga tidak menyingkir karena gemetar. Sikap ini sangat perlu kita tumbuhkan agar kelak mereka sanggup bersikap tegas terhadap orang-orang kafir dan lembut terhadap orang-orang yang beriman, sebagaimana firman Allah Ta’ala pada Surat Al-Maa’idah ayat 54. “… bersikap lemah lembut terhadap orang yang Mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.”

Berislam dengan Ihsan

Jika percaya diri sudah tumbuh, kita ajarkan kepada mereka sikap ihsan. Kita tunjukkan kepada anak-anak itu bagaimana seorang Mukmin dapat dilihat dari kemuliaan akhlak dan lembutnya sikap. Ada saat untuk tegas, ada saat untuk menyejukkan. Bukan untuk menyenangkan hati orang-orang kafir karena hati yang lemah dan diri yang tak berdaya, tetapi karena memuliakan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
Bukankah Rasulullah berdiri menghormat ketika jenazah orang kafir diantar ke tanah pekuburan? Bukankah Shalahuddin Al-Ayyubi, salah seorang panglima yang disegani dalam sejarah Islam, memperlakukan musuh-musuhnya dengan baik dan penuh kasih sayang ketika musuh sudah tidak berdaya?

Dorongan untuk Berdakwah

Agar anak-anak itu memiliki percaya diri yang lebih kuat sebagai seorang Muslim, kita perlu tanamkan dorongan untuk menyampaikan kebenaran serta mengajak orang lain pada kebenaran. Ini sangat penting untuk menjaga anak dari kebingungan terhadap masalah keimanan dan syariat. Tidak jarang anak mempertanyakan, bahkan mengenai sesama Muslim yang tidak melaksanakan sebagai syariat Islam. Misalnya mengapa ada yang tidak pakai jilbab.

Melalui dorongan agar mereka menjadi penyampai kebenaran, insya Allah kebingungan itu hilang dan berubah menjadi kemantapan serta percaya diri yang tinggi. Pada diri mereka ada semacam perasaan bahwa ada tugas untuk mengingatkan dan menyelamatkan. Ini sangat berpengaruh terhadap citra dirinya kelak, dan pada gilirannya mempengaruhi konsep diri, penerimaan diri, percaya diri dan orientasi hidup. *Wallahu a’lam bish-shawab.

Sumber: www.hidayatullah.com
 www.ilmupsikologi.com


Proses Bermain dan Kognitifitas


D. Singer dan J. Singer (1990) mengemukakan wilayah-wilayah perkembangan kognitif yang difasilitasi oleh aktivitas bermain pura-pura. Bermain membantu anak untuk (a) memperluas kosa kata dan hubungan obyek-obyek dengan tindakan, (b) mengembangkan keajegan  obyek, (c) membentuk skema-skema  dan naskah peristiwa, (d) mempelajari strategi-strategi untuk memecahkan masalah,  (e) mengembangkan kemampuan berpikir divergen, dan (f) mengembangkan fleksibilitas dalam pergantian di antara tipe-tipe pemikiran yang berbeda (naratif dan logis).
            Dua kategori utama dari proses kognitif yang penting dalam kreativitas adalah kemampuan berpikir divergen dan transformasi.  Kedua proses tersebut telah diidentifikasi oleh Guilford (1968) sebagai suatu hal yang penting bagi dan unik untuk pemecahan masalah kreatif.  Berpikir divergen adalah pemikiran yang menyebar pada arah yang berbeda. Misalnya, suatu tipe item dalam sebuah tes berpikir divergen adalah “berapa banyak penggunaan batu bata yang dapat kamu pikirkan?” Guilford memikirkan konsep kunci yang melandasi kemampuan produksi divergen sangat beragam. Wallach (1970) menyatakan bahwa  berpikir divergen bergantung pada aliran ide-ide/gagasan dan “kecairan dalam menghasilkan unit-unit kognitif” (hal. 1240). Berpikir divergen meliputi asosiasi bebas, kemampuan membaca yang luas, dan kecairan berpikir. Berpikir divergen ditemukan sebagai inteligensi yang berdiri sendiri  secara relatif  (Runco, 1991). Kemampuan transformasi memungkinkan individu untuk melakukan reorganisasi informasi dan keluar dari cara-cara berpikir yang lama. Kemampuan transformasi memungkinkan individu untuk mengubah atau merevisi apa yang telah diketahui seseorang menjadi suatu pola-pola  atau konfigurasi yang baru. Kemampuan transformasi meliputi kemampuan untuk keluar dari perangkat yang lama dan melihat suatu cara baru untuk memecahkan masalah.
            Proses-proses kognitif lainnya yang penting dalam, namun tidak unik untuk, pemecahan masalah kreatif adalah: kepekaan terhadap masalah dan penemuan masalah (Getzels & Csikzentmihalyi, 1976); persistensi tugas dan mencoba pendekatan alternatif pemecahan masalah (Weisberg, 1988);  keluasan pengetahuan dan minat terhadap banyak hal (Barron & Harrington, 1981);  insight ‘wawasan’  dan kemampuan sintesis (Sternberg, 1988); dan kemampuan evaluatif (Guilford, 1950; Runco, 1991).
            Penelitian-penelitian  telah mendukung adanya suatu hubungan antara bermain dan sejumlah proses kognitif tersebut (Dansky, 1980; Fein, 1981; D. Singer & J. Singer, 1990). Sekalipun kebanyakan studi tersebut memiliki disain korelasional, namun studi eksperimental dan penelitian longitudinal yang dirancang dengan baik mengungkapkan bahwa inferensi kausal dapat dibuat. Saltz, Dixon dan Johnson (1977) menemukan bahwa bermain fantasi memfasilitasi fungsi kognitif dalam berbagai pengukuran. Mereka berteori bahwa bermain fantasi berhubungan dengan perkembangan kognitif  karena adanya pelibatan keterampilan-keterampilan  representasional dan pembentukan formasi.  J. Singer dan D. Singer (1976) menyimpulkan bahwa kapasitas untuk bermain imajinatif  secara positif berhubungan dengan berpikir divergen, kefasihan verbal, dan fungsi kognitif  secara umum. Sherrod dan Singer (1979) menyatakan bahwa bermain fantasi dan kognisi merupakan suatu sistem transaksional – saling memfasilitasi satu sama lain.
            Penelitian awal mengenai bermain dan pemecahan masalah kreatif menginvestigasi bermain dan kemampuan wawasan. Dalam serangkaian studinya, Sylva, Bruner, dan Genova (1976) menyimpulkan bahwa bermain pada anak usia 3 hingga 5 tahun memfasilitasi wawasan dalam suatu tugas pemecahan masalah. Dalam satu studi, mereka memiliki tiga kelompok anak. Kelompok pertama bermain dengan obyek yang pada akhirnya digunakan dalam tugas pemecahan masalah. Kelompok kedua mengobservasi anak-anak yang diuji memecahkan masalah. Kelompok kontrol yang ketiga, diperlihatkan kepada bahan-bahan/material bermain. Secara signifikan, lebih banyak  kelompok  anak yang bermain dan mengobservasi yang memecahkan masalah dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kelompok yang bermain lebih berorientasi tujuan dalam usaha mereka memenuhi tugas dan lebih memungkinkan untuk mencari solusi bersama daripada kelompok yang lainnya.
            Vandenberg (1978) memperhalus metodologi eksperimental dari Sylva, Bruner, dan  Genova dengan melakukan studi menggunakan kelompok usia yang lebih luas, yakni  4 hingga 10 tahun. Kelompok eksperimental bermain dengan material yang digunakan dalam tugas pemecahan masalah, dan kelompok kontrol ditanya mengenai material tersebut. Anak-anak juga diberi petunjuk untuk solusinya.  Kelompok yang bermain secara signifikan dapat mengerjakan tugas lebih baik pada salah satu dari dua tugas wawasan yang diikuti dengan intervensi. Anak yang berusia 6 dan 7 tahun, paling diuntungkan dari pengalaman bermain tersebut. Vandenberg menyimpulkan bahwa hubungan antara bermain dan penggunaan alat yang penuh wawasan dimediasi oleh usia dan karakteristik-karakteristik tugas.
            Smith dan Dutton (1979) membandingkan efek dari kelompok yang bermain, berlatih, dan dua kelompok kontrol pada dua tugas wawasan anak usia 4 tahun. Kelompok yang bermain dan berlatih secara signifikan dapat melakukan dengan lebih baik dibandingkan kelompok kontrol pada tugas yang pertama. Kelompok yang bermain secara signifikan melakukan lebih baik daripada semua kelompok yang lain pada tugas yang kedua, dengan motivasi usaha yang disyaratkan. Terdapat lebih banyak pemecah masalah yang termotivasi dalam kondisi bermain daripada kondisi yang lain.
            Vandenberg (1980), dalam reviu tentang studi wawasan dan bermain, menyimpulkan, semua studi tersebut memiliki penemuan yang konsisten bahwa bermain memfasilitasi penggunaan alat yang penuh wawasan dan meningkatkan aktivitas tugas yang termotivasi. Variabel-variabel tipe dan kesulitan tugas serta usia merupakan faktor mediasi. Vandenberg mempertegas kesamaan antara bermain dan kreativitas. Baik dalam bermain maupun kreativitas, keduanya menciptakan kebaruan dari hal  yang  biasa dan mengesampingkan sesuatu yang sudah dikenal. 
            Ada sejumlah penelitian substansial yang telah menemukan suatu hubungan antara bermain dan berpikir divergen. D Singer dan J. Singer (1990) memandang bermain sebagai suatu cara mempraktikkan kemampuan berpikir divergen. D. Singer dan Rummo (1973) menemukan suatu hubungan antara bermain dan berpikir divergen pada sejumlah anak laki-laki di Taman Kanak-kanak. Pepler dan Ross (1981) menemukan bahwa bermain itu berkaitan dengan berpikir divergen. Feitelson dan Ross (1973) menemukan bahwa bermain tematik mempermudah berpikir kreatif. Pengelamanan dengan suatu tugas berpikir divergen mempermudah performansi pada tugas-tugas berpikir divergen dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Pepler (1979). Di dalam penelitian itu, performansi pada tugas berpikir divergen dapat diprediksi dari ekspresi simbol-simbol dan bermain representasional. Hughes (1987) meneliti anak usia 4 dan 5 tahun serta melaporkan bahwa bermain manipulatif dengan obyek dapat memfasilitasi berpikir divergen, namun hanya untuk sejumlah respon nonstandar pada the Alternate Uses Test. Johnson (1976) menemukan bahwa bermain khayalan sosial berkaitan dengan berpikir divergen. Clark, Griffing, dan Johnson (1989) menemukan suatu hubungan antara berpikir divergen pada anak laki-laki pra sekolah. Shmukler (1982-1983) melaksanakan suatu studi longitudinal yang menemukan bahwa kecenderungan imajinatif prasekolah dan imajinasi ekspresif dalam bermain berkaitan dengan imajinasi dan kreativitas di kemudian hari. Shmukeler yakin bahwa bermain imajinatif merefleksikan suatu kapasitas umum untuk berpikir kreatif.
            Wallach (1970) menekankan pentingnya hubungan antara berpikir divergen dan fantasi. Subyek-subyek yang mencetak skor yang baik pada tes berpikir divergen menghasilkan cerita-cerita novel pada TAT (Maddi, 1965) dan terlibat dalam aktivitas menghayal (J. Singer, 1973). Wallach (1970) berpendapat bahwa penyebaran keluasan perhatian adalah variabel penting yang terlibat dalam tugas-tugas berpikir divergen. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Kogan (1983), penyebaran keluasan perhatian merujuk pada suatu pembacaan lingkungan dan memori di dalam suatu cara yang asosiasional. Baik kreativitas maupun fantasi membagi penyebaran keluasan perhatian. Dari suatu perspektif kognitif, variabel ini juga dapat memperhitungkan kaitan bermain – kreativitas.
            Pada beberapa penelitian eksperimental yang penting, bermain mempermudah berpikir divergen pada anak-anak prasekolah (Dansky, 1980; Dansky & Silverman, 1973). Secara khusus, Dansky dan Silverman menemukan bahwa anak-anak yang bermain dengan obyek-obyek selama suatu periode bermain memberi lebih banyak penggunaan secara signifikan untuk obyek-obyek itu dibandingkan yang dilakukan para subyek kontrol. Di dalam penelitian setelah itu, Dansky (1980) menemukan bahwa bermain khayalan adalah mediator hubungan antara bermain dan pikiran divergen. Bermain bebas mempermudah pemikiran divergen, namun hanya untuk anak-anak yang terlibat dalam bermain khayalan. Juga, pada penelitian kedua ini, bermain memiliki suatu efek yang digeneralisir dalam hal obyek-obyek tersebut dalam periode bermain itu berbeda dari obyek-obyek dalam periode tes. Dua penelitian ini penting karena penelitian tersebut adalah penelitian eksperimental yang menunjukkan suatu efek langsung dari bermain  pada berpikir divergen.
            Penelitian Dansky (1980) itu dikritik oleh Smith dan Whitney (1987). Dalam suatu penelitian yang dilaksanakan dengan cermat, mereka gagal mengkonfirmasikan hipotesis bahwa bermain akan meningkatkan pemikiran divergen pada anak-anak prasekolah. Salah satu dari perbedaan antara penelitian mereka dan penelitian Dansky adalah penggunaan suatu penguji yang berbeda untuk memberikan tugas berpikir divergen setelah tugas bermain tersebut. Mereka menghubungkan efek eksperimental yang ditemukan di dalam penelitian Dansky pada bias eksperimenter yang tidak disadari selama penelitian. Kendatipun demikian, kemungkinan lain adalah bahwa pengenalan suatu penguji baru antara tugas bermain dan tugas  berpikir divergen terganggu dengan kumpulan eksperimental yang disebabkan oleh bermain tersebut. Jadi, tidak ada  efek eksperimental bermain pada pemecahan masalah. Poin penting lainnya di sini adalah bahwa telah ada sejumlah penelitian korelasional (Lieberman, 1977; Russ & Grossman-McKee, 1990; D. Singer & Rummo, 1973) yang telah menemukan suatu hubungan antara bermain dan kreativitas yang menggunakan penguji-penguji berbeda untuk bermain dan tugas kreativitas. Kendatipun demikian, Smith dan Whitney mengangkat suatu catatan penting dari perhatian mengenai pengontrolan untuk bias eksperimenter dan sebanyak kemungkinan dalam studi-studi bermain dan kreativitas.
            Fisher (1992) melaksanakan suatu meta-analisis terhadap 46 penelitian dalam bidang bermain dan perkembangan anak sampai tahun 1987. Ia menyelidiki pengaruh dari bermain pada proses-proses kognitif, afektif-sosial, dan linguistik. Baik studi korelasional maupun eksperimental itu tercakup. Secara umum, ia menemukan suatu ukuran efek yang sederhana/sedang (ES) 0.347. Ukuran efek yang paling besar adalah untuk berpikir divergen dan kriteria pengambilan perspektif (ES=0.387 dan 0.392, secara berturut-turut). Ia menyimpulkan bahwa bermain menghasilkan peningkatan dalam perkembangan  anak. Ukuran efek yang paling kuatnya adalah untuk kemampuan-kemampuan kognitif yang penting dalam berpikir kreatif. Fisher juga menemukan bahwa bermain memberi pengaruh kuat pada pemerolehan bahasa dasar.
            Rasionalisasi teoretis Dansky (1980) untuk berhipotesis bahwa bermain akan memfasilitasi/mempermudah pemikiran divergen adalah bahwa proses dari kombinasi bebas obyek-obyek dan gagasan-gagasan yang dipakai dalam bermain itu mirip dengan unsur-unsur yang dipakai dalam berpikir kreatif. Dansky (1980) berspekulasi bahwa transformasi simbolik bebas yang menjadi sifat dalam bermain pura-pura membantu menciptakan suatu perangkat kognitif temporer ke arah pelonggaran asosiasi-asosiasi lama. Gagasan-gagasan ini konsisten dengan karya Sutton-Smith (1966, 1992). Sutton-Smith menekankan peran bermain dalam perkembangan fleksibilitas pemecahan masalah. Bermain memberikan kesempatan untuk mengeksplorasi kombinasi-kombinasi baru dari gagasan-gagasan dan untuk mengembangkan asosiasi-asosiasi baru bagi obyek-obyek lama. Transformasi obyek yang muncul dalam bermain membantu mengembangkan kapasitas untuk melihat obyek-obyek lama dalam cara-cara baru. Kapasitas untuk melihat obyek-obyek lama dan ggasan-gagasan dalam cara-cara baru juga harus dibantu dalam mengembangkan kemampuan-kemampuan transformasi; yakni, kemampuan memecahkan sekumpulan pemikiran lama dan melihat suatu solusi baru pada suatu permasalahan. Kogan (1983) juga menyarankan bahwa perilaku bermain anak melibatkan pencarian untuk mode alternatif/pengganti bagi obyek-obyek dalam tugas-tugas berpikir divergen.
            Pellegrini (1992) juga mengidentifikasi fleksibilitas sebagai suatu hubungan antara bermain dan kreativitas. Di dalam suatu penelitian terhadap anak-anak laki-laki kelas tiga dan lima, fleksibilitas dalam bermain rough and thumble ‘kekacauan dan kekasaran’ adalah bersifat prediktif terhadap respon-respon pemecahan masalah prososial. Pellegrini berpendapat bahwa dalam bermain, anak-anak mengkombinasikan kembali perilaku dan mengembangkan strategi-strategi yang fleksibel. Beragam daftar pemecahan masalah itu membantu dalam kompetensi sosial. Saracho (1992) menemukan hasil-hasil yang juga mendukung suatu kaitan antara bermain dan fleksibilitas. Ia menemukan bahwa anak-anak yang tidak terikat bidang terlibat lebih banyak dalam bermain dibandingkan dengan anak-anak yang terikat bidang. Ia menyimpulkan dari upaya mengamati aktivitas bermain anak-anak bahwasanya anak-anak yang tidak terikat bidang menunjukkan fleksibilitas kognitif.
            Sampai saat ini, penelitian berkenaan dengan bermain dan kreativitas telah memfokuskan pada variabel-variabel kognitif sebagai mekanisme yang melandasi hubungan tersebut. Sebagaimana telah dibahas, penjelasan-penjelasan telah mencakup praktik dengan aktivitas berpikir divergen, rekombinasi obyek dan gagasan, transformasi simbolis, penyebaran keluasan perhatian, dan pelonggaran kumpulan kognitif lama atau fleksibilitas kognitif.

Bermain & Kreatifitas


Anda melihat anak bermain dan hal itu sangat mirip dengan melihat seorang seniman melukis, karena dalam permainan itu seorang anak mengatakan sesuatu tanpa mengungkapkan suatu kata. Anda dapat melihat bagaimana dia memecahkan masalahnya. Anda juga dapat melihat apa yang sedang terjadi. Anak kecil, pada khususnya, memiliki kreativitas yang luar biasa, dan apapun yang ada dalam diri mereka muncul ke permukaan  ketika bermain bebas (Erik Erikson, 1994, Mei)

Dalam kutipan ini, Erikson mengomentari persamaan antara bermain-nya seorang anak dan proses kreativitas orang dewasa. Dia juga menyatakan secara tidak langsung bahwa bermain merupakan sebuah jendela yang melaluinya Anda dapat belajar tentang proses emosional anak. Bermain merupakan sebuah alat diagnostik yang bercerita tentang anak kepada kita. Erikson menggarisbawahi dua di antara fungsi-fungsi yang paling penting dari bermain dalam kutipan ini.  Fungsi utama bermain yang pertama adalah ekspresi kreatif.  Fungsi utama yang kedua dari bermain adalah untuk memecahkan masalah. Kedua fungsi bermain tersebut dan proses-proses kognitif serta afektif  yang terlibat di dalamnya saling menjalin dan memiliki implikasi bagi wilayah kreativitas.
            Banyak proses yang terjadi dalam bermain yang terlibat dalam kreativitas. Banyak penelitian tentang bermain dan perkembangan anak telah menginvestigasi kreativitas karena hubungan teoretis antara bermain pura-pura dan imajinasi kreatif. Sawyer (1997) mengkonseptualisasikan bermain pura-pura pada anak kecil sebagai improvisasional. Improvisasi merupakan suatu fitur dari kreativitas orang dewasa. Sawyer menyatakan bahwa bermain yang tidak dinaskahkan  memiliki outline-outline yang longgar untuk diikuti.
            Agar dapat menteorikan tentang hubungan antara bermain dan kreativitas, seseorang hendaknya dapat menspesifikasikan tentang tipe proses yang terlibat dalam pemikiran kreatif.  Proses kognitif dan afektif yang diekspresikan dan dikembangkan dalam bermain juga penting dalam kreativitas. Dalam bidang kreativitas, biasanya dibuat suatu perbedaan antara produk kreatif  dan  proses kreatif  (Golann, 1963; Mackinnon, 1962). Produk kreatif merupakan output dari individu yang dapat dinilai sebagai  kumpulan kreativitas. Terdapat suatu konsensus di lapangan bahwa suatu produk harus memenuhi dua kriteria untuk dinilai sebagai kreatif. Suatu produk harus baru (asli, belum pernah ada sebelumnya) dan  harus bagus (adaptif,  penuh manfaat, menyenangkan secara estetis). Para ahli dari berbagai disiplin biasanya adalah penilai-penilai dari kebaruan dan kebagusan suatu kreasi/hasil karya. Bagi suatu produk yang betul-betul kreatif untuk dihasilkan di kebanyakan bidang, basis pengetahuan dari  bidang itu harus dikuasai sebelum gagasan-gagasan lama  dapat diintegrasikan dalam cara yang baru  (Wallas, 1926). Hal ini memberikan suatu kerugian yang besar bagi anak-anak dan tidak dimungkinkan bagi mereka dapat berkontribusi terhadap suatu disiplin dalam cara-cara yang baru. Akan tetapi, jika norma-norma usia dipertimbangkan sebagai poin rujukan, sebagaimana yang biasanya dipakai dalam menilai anak-anak, maka kemudian kita dapat berbicara tentang produk kreatif yang baru dan bagus untuk suatu kelompok usia tertentu. Solusi seorang anak berusia 9 tahun terhadap masalah  dapat dinilai berdasarkan kriteria adaptivitas  dan originalitas untuk kelompok usia tersebut. Konsep kreativitas sehari-hari, juga sangat relevan bagi anak-anak. Richards (1993) mendefinisikan kreativitas sehari-hari sebagai kreativitas kehidupan nyata baik pada saat bekerja maupun pada saat waktu luang.  Anak-anak kreatif dalam sejumlah aktivitas keseharian, termasuk bermain.
            Proses kreatif merujuk pada banyaknya proses yang terlibat dalam tindakan kreatif. Proses-proses kognitif, afektif, dan kepribadian semuanya terlibat dalam suatu tindakan kreatif. Individu yang tinggi dalam proses kreatif tersebut akan memiliki kemungkinan lebih tinggi dalam menghasilkan suatu produk kreatif. Perbedaan individual dalam proses tersebut dapat diidentifikasi pada anak-anak, dan banyak dari proses tersebut diekspresikan dan dikembangkan dalam bermain pura-pura.